Thursday, August 31, 2006

Harga Sebuah Kenyamanan

Back to jaman gue masih ngantor di Kuningan.
Para assisten dan junior kasak kusuk bikin polling. Soal penampilan kami-kami sekantor. Well, diperusahan kami berpenampilan bagus memang seakan bagian dari job desc. Kami harus selalu jaim-jaga image. Selain menentukan siapa manager berpenampilan terbaik. Dipilih juga manager berpenampilan terburuk. Dan mereka sepakat memilih : Bubin. Aku cuma bisa nyengir.

Temen-temen gerah melihat aku nggak pernah becus berpakaian.Makanya saat aku ulangtahun mereka membelikanku sepasang stiletto. “Aku nggak yakin Bubin mau pake itu” begitu Ante bilang. “Ah, kalo dia menghargai hadiah ini pasti dipake deh” begitu kata PR manager kami.

Walau surprise, aku berterimakasih. Aku memakai stiletto itu kekantor setiap jumat. Tiap jumat kami memang boleh berpakaian casual asal tetap proper. Teman-temanku senang. Tampil cantik. Memang butuh pengorbanan. Seharian pake stiletto pegel juga lho :-)

Well, banyak orang menilai orang lain dari penampilan. Aku merasakan perbedaan itu karena aku memang tidak konsisten dalam berpenampilan. Semua tergantung mood :-)

Diluar urusan kantor-kalo lagi good mood, aku tampil rapi. Serasi dan berdandan. Aku punya cukup koleksi baju, sepatu dan accessories yang mendukung hal itu. Tapi kalo lagi bete aku memang asal :-) cuma ber t-shirt dan bercelana pendek selutut atau jeans belel. Pake sandal tanpa hak. Tanpa makeup. Aku berusaha lebih nyaman dan nggak ribet ngurusin penampilan.

Dan aku merasakan perbedaan sikap orang-orang asing yang kutemui. SPG di mall. Satpam di Department Store. Suster di rumah sakit. Petugas parkir. Petugas apotik. Kasir supermarket. Pelayan restoran. Prang-orang itu lebih menghargai aku yang tampil cantik dan rapi.

Well, dari pengalaman ini aku menyadari. Tampil cantik dan rapi memang sebetulnya perlu. Apalagi untuk sebuah first impression. Hal ini juga berarti menghargai diri kita sendiri, agar juga dihargai oleh orang lain.

Demi dihargai orang lain adalah harga yang pantas dibayarkan, untuk mengantikan sebuah kenyamanan berpakaian, dan berpenampilan :-)

Wednesday, August 30, 2006

My License To Drive

Aku memutuskan belajar nyetir saat sudah punya anak 2. Boss ku berseru heran “nggak telat Bin ?! lagian kamu kan dah nyaman punya supir?!” Betul. Aku memang punya supir pribadi yang prioritasnya mengantar dan menjemput Iqbal sekolah. Tapi semenjak perusahaan memberiku fasilitas mobil dinas aku tidak ingin tergantung pada supir. Aku lalu putuskan belajar menyetir.

Sebetulnya orang yang menginspirasiku belajar nyetir adalah mbak Ary. Dengan gamis panjang dan jilbab yang tertutup rapat, dia mampu mengantar jemput ke 4 anaknya ke sekolah. Belanja, arisan, pengajian, adalah kesibukan sehari-harinya. Mbak Ary bisa nyetir kok, masa gue nggak ?! Banyak kejadian lucu saat aku baru bisa nyetir. Aku geli kalo mengingat yang berikut..

Awalnya aku ikut kursus nyetir di Senayan.pagi-pagi sebelum ke kantor. Setelah program berakhir. Aku cuma bisa basicnya saja. Aku nggak punya keberanian turun kejalan raya. Lalu aku ikut kursus nyetir lagi di cirendeu dekat rumah. Kali ini lebih focus melatih keberanianku turun kejalan.Sukses !! Kursus menyetir itu membantuku mendapatkan SIM. Nembak !! Ayah meledek.Ck..ck. buat belajar nyetitr ajah butuh dua kali sekolah ? Ayah bilang aku punya gelar S2 buat nyetir :-D

Tante susi pernah bertanya "Bunda dah bisa nyetirnya Bang ?"
Iqbal menjawab lugu "Udah, tapi kalo ngerem Iqbal selalu terlempar dari kursi." :-D

Pengalaman nyetir sendiri tanpa didampingi Ayah/sopir yang pertama adalah ke Kelapa Gading bersama teman-teman kantor. Weekend itu aku menjemput mereka di Pasaraya. Ante duduk depan jadi co pilot. Dua orang teman lain duduk dibelakang. Kami berempat cewe semua. Saat di TOL hujan turun. Ante mengingatkan “wipernya Bubin.“

“Bentar Nte, Gue nggak tau tombol wiper dimana “ kataku sambil mencari-cari di dashboard. Aku belum pernah menyetir dalam hujan begini sbelumnya. "Kalo rem Bubin tau ?" tanya Ante terdengar serius. Aku mengangguk sambil tetap focus pada kemudi. Ante menoleh kebelakang dan bilang "Tenang teman-teman. Jangan cemas.Yang penting Bubin tau dimana remnya!!" Mereka tertawa. Aku nyengir :-D

Beres urusan wiper. Kami masih melaju di tol. Batas minimal kecepatan 60 km/jam.Selalu di kiri walau dikanan kosong. Teman yang duduk dibelakan nyeletuk gini "Ante coba liat deh tulisan di jalan tol paling kiri. Kayaknya tertulis TRUK, BIS dan TARUNA ya ? kok kita dari tadi kiri terus ??" Kami tertawa lagi. Tarunaku memang tidak pernah pindah kekanan :-D

Kali lain aku visit outlet ke Plaza Senayan sama Ante. Seperti biasa dia co pilot. Dia memberiku aba-aba"Yak! sein kiri Bubin". Aku memberi sein ke kirin dan berusaha kekiri. Ups!! Ternyata kami salah. Belokan kiri ke Senayan ternyata masih didepan. Tarunaku sudah kasih sein kekiri. Sudah dikiri, tapi nggak jadi belok kiri. Pritt!! Aku ditilang. Ante menatapku menyesal "Aduh Bubin sorry banget!!" Aku cuma nyengir. Ini adalah pelanggaran lalu lintasku yang pertama :-D

Setelah kejadian itu aku masih sering kering semprit. Tidak patuh lampu merah, salah masuk jalur dan menerobos 3 in 1. Adalah yang paling sering :-D I realize I’m not a good driver. Maklum SIMnya aja nembak!! :-D

Tuesday, August 29, 2006

Aku dan Berdandan

Back to jaman aku masih ngantor di Kuningan.
Makeup bisa memperbaiki mood Anda. Begitu yang kita sharing kepada customer kami. Perusahaan kami memang distributor prestige-import cosmetic .Tapi ada plesetan untukku, makeup bisa menunjukan mood. Kalo aku datang ke kantor bermakeup komplit . cantik dan wangi. It means I’m in the good mood. Tapi kalo sebaliknya…well, lebih baik jauh-jauh deh :-D

Dandan. Put on the makeup. Its all about women stuff. Tapi seorang teman laki-laki dari jaman kuliah-pernah sharing. Istrinya baru saja melahirkan anak pertama , dia bilang gini “waktu istri gue hamil, dia males banget dandan. Katanya pake lipstick aja rasanya mau muntah.”

Aku menyimak.Temanku itu melanjutkan “Banyak yang bilang babynya pasti cowo, bener sih bayi gue cowo.Yang anehnya!! Begitu habis melahirkan- besoknya istri gue pake lipstick seperti biasa." Aku yang saat itu sudah menikah tapi belum punya anak, mencibir. Ah berlebihan.

Tapi aku jadi ingat kata-kata temanku itu saat aku sendiri kemudian hamil anak pertama. Ajaib!! Aku mengalaminya!! Aku benci berdandan. Aku kemana-mana pucat tanpa lipstick. Anakku juga cowo. Hm, mungkin ini yang disebut karma :-D

Selain itu Aku punya beberapa cerita berkesan tentang dandan dan bermakeup

Saat itu aku sudah mau meeting ke salah satu Dept Store. Buru-buru takut telat. Aku pergi dengan teman sekerja. Dia sudah berdandan. Cantik dan wangi. Sedang aku masih gasrak grusuk nyiapin proposal. Boss kami menegur. Protes “Bin lu nggak dandan ?” Duh ? dah mepet gini, mana sempat lagi ? “ntar aja dimobil, Mbak !!“ seruku sambil bergegas pergi. Sempat kudengar bossku ganti berseru “Budi, pastikan Bintari dandan sebelum meeting. Jaga image dong.!!”

Ugh!! begini deh konsekuensi kerja menghandle product cosmetic. Dandan termasuk dalam jobdesc. Bagian dari salary :-D

Kejadian lain kami lagi senewen, Annual Budget meeting akan segera dimulai. Ini adalah saat kami menghadap BOD untuk memprestasikan kebutuhan budget kami tahun depan. Semua orang gugup, tapi Ibu GM ku masih juga sempat menegur “Bin, lu dandan dong” Aduh ?! Aku dah nggak sempat mikir yang lain. Aku cuma pakai lipstick. Untung seorang teman membantu. Dia menyuruhku duduk, lalu memperbaiki lipstick. Memakaikan mascara, eye shadow, blush on, lipsgloss. Komplit.Thanks to Fitri :-)

Kini, aku tidak lagi sekantor dengan mereka. Memang tidak ada lagi yang memprotes aku untuk berdandan, but I miss all of my friend there…dan moment dandan serta berbagi makeup bersama mereka :-D

Monday, August 28, 2006

Worry..Worry...Worry...

Accounting ? What the hell animal is that?!! Begitu yang ada dikepalaku saat pertama kuliah accounting. Duh ? susah betul. Andai saja accounting menarik, mungkin aku masih punya usaha untuk belajar. Tapi ini benar-benar gawat. Susah dan nggak menarik blas!!

Worry…worry..worry..itu yang selalu aku rasakan jika kuliah accounting. Aku cemas kalo ditanya dan nggak bisa jawab. Ah..uh..ah uh kayak orang gagu. Aku harap dosen kami bisa maklum. Tidak semua orang di kelas punya background S1 accounting. Sebagian besar dari kami engineers.

Kami lebih banyak terdiam. Tidak ada yang berani memberikan pendapat yang asal karena Mr Warry akan menukas “be careful with your statement". Tidak pernah ada debat kusir dikelas. Aku memilih diam. Pasive Aku banyak nggak ngerti !! What the hell Ali, Saroh, and Haryanto talking about ?!!

Worry…worry..worry..
begitu yang aku batin saat tugas menyusun balanced sheet group kami tidak juga kelar. Tidak juga balanced antara Asset dan Liabilities saat sudah sampai titik menyerah, seorang teman mengusulkan “Kalo nggak klop juga...gampang… ganti aja judulnya jadi Unbalanced Sheet!!” Ugh lucu :-D

Worry..worry..worry..begitu yang aku pikirkan pada kuliah ke tiga kami. Kami berempat menyelesaikan Tugas kelompok last minute. Baru di print menjelang kuliah dimulai. Bukan karena kami malas atau menganggap enteng. Kami memang nggak ngerti Blas !!
Dan aku langsung panik saat kelas masih belum full, tapi Mr Warry –beliau selalu hadir ontime-dengan tatap matanya yang tajam memandangku dari depan kelas.
"Group2 !! Are You ready to present your group assignment today?"

Mampus !! Aku nggak nyangka group kami bakal ditunjuk. Kusikut Wafa “gimana??”. Duh? Mana Reza dan Rizky ?! mereka belum dikelas, mungkin masih makan atau sholat magrib.”Ayo aja deh Mbak. Daripada ditunda materinya akan lebih susah”bisik Wafa,tanpa terlihat yakin.

Duh?! Aku jadi nervous. Pak Warry masih menanti jawaban. “Ok, We’ll try as good as we can” kataku penuh keraguan. Saat Wafa mengcopy presentasi ke computer kelas, Aku menelphon Reza dan Rizky. “Buruan!! Kita diminta presentasi”. Mereka terkejut, mengeluh dan bergegas ke kelas.

Worry..worry…worry…ini adalah presentasi kami paling parah. Analisa kami dangkal. Kami lebih banyak terdiam, dan saling bertukar pandang. Kami benar-benar nggak siap. Teman-teman sih terlihat maklum. Tapi kami nggak tau gimana penilaian Mr Warry. Expresi Beliau tetap dingin dan tak bisa ditebak.

Worry..worry..worry…saat kudengan dari seorang senior-yang ikut hadir dikelas kami karena mengulang kuliah accounting -bahwa ujian accounting dengan Mr Warry selalu close book.

Mampus!! Text Book accounting kami lebih tebal dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. English pula!! Duh ? Apa aku bisa lulus mata kuliah ini ? Aku cuma mentargetkan C. Sekedar lolos!! apa iya bisa ??
Ugh !! Mr Warry emang bikin aku selalu worry :-D

Sunday, August 27, 2006

We'll Miss You..

“Mbak, gue perhatiin kok lu dikelas akhir-akhir ini diem ya ? kenapa ? mudah-mudahan bukan pusing mikirin kita-kita temen segroup.” Begitu bunyi sms yang masuk ke HPku. Sms dari Denny.

I’m touching. Denny perhatian banget. Aku memang sempat “hang” beberapa waktu lalu. Walau aku hadir dikelas tapi I’m not there.I’m blank. Aku nggak konsen kuliah, dan Denny menyadarinya!! I really appreciate his attention.

Well, Denny temen segroup belajar gue di IPMI. Kalo gue paling tuwir segroup :-) dia yang kedua. Bapak berputra dua itu cuma 2 tahun lebih muda dariku. Kalo gue galak dan nggak pernah mau ngalah, dia kebalikannya. Dia sabar dan selalu ngalah. Yang membuatku merasa dipercaya, dia pertama kali sharing tentang rencana postpone kuliahnya kepadaku. Aku shock!! Tapi aku berusaha tidak bereaksi berlebihan.

Setelah Jo pindah ke group 5, dari berenam tinggal kita berlima. Sekarang, saat semester 2 baru jalan 2 bulan, Denny merencanakan postpone. Cuti kuliah.Dia diberi tanggung jawab besar untuk memimpin project baru di kantor. Dia bilang nggak bisa bagi waktu buat baca case, baca text book, ngerjain tugas , diskusi kelompok. nyiapin presentasi. Datang kuliahpun terpaksa telat mulu. Aku terkejut!! Tapi aku berusaha mengerti.

Sabtu siang kita bikin tugas bareng di kampus. Wafa, Reza,Rizki masih berharap Denny datang. Mungkin telat pikir mereka. Padahal aku tau, Denny tidak akan datang. Aku tau dia dikantor. Dihari sabtu long weekend begini dia masih dikantor!!. Bisa dibayangkan betapa sibuknya?! Aku cuma bisa terdiam saat teman-teman mempertanyakan kenapa Denny tidak datang ? Hm, aku merasa ada yang kurang. Denny tidak datang.

Selasa kuliah OM. Denny tidak juga datang. Saat break ku sms dia. “Denny, udah pasti postpone nih ? teman-teman se group aku kasih tau ya” Denny menjawab “ok”. Wafa, Reza, Rizki segera kuinform. Sama seperti reaksiku mereka terkejut. Hm, mereka pasti juga merasa kehilangan. Keesokan harinya mereka semua menelphon Denny.

Kita-group 2 -pasti lah kehilangan Denny. Denny yang selama ini punya -Magic Touch –buat ngeberesin powerpoint kita. Denny yang selama ini punya specialisasi buat bikin analisa background dari case-case yang kita presentasikan. Denny yang Family Man, kepadanya aku banyak belajar tentang sabar :-)

Well Denny, nothing we can say except Wish u all the best and good luck on your project ....And now, without Jo and Denny- it just the four of us-Ugh!! We will miss u Den…

Friday, August 25, 2006

Konsep Adil dan Istri Kedua

A. Saat aku masih kuliah : Tentang Bapakku

"Adil tidak berarti selalu sama" begitu yang diucapkan Bapakku. Aku hanya bisa bengong . Tertegun. Ini adalah konsep adil yang baru untukku. Berbeda.

Itu adalah respon Bapak saat aku protes. Mengapa jatah uang bulananku paling kecil dibanding Mbak Ary, Bram dan Dian? Dan Bapakku bilang.”Adil itu berarti sesuai kebutuhan. Bogor dekat. Kamu bisa pulang kapan saja jika memang kamu butuh tambahan. Kamu jarang sakit seperti mbak Ary yang asmanya sring kambuh. Kamu tidak kuliah di swasta seperti Dian.”

Tapi tetap saja aku cemburu. Merasa diperlakukan tidak adil. Mentang-mentang aku kuliah dekat? Aku jarang sakit ? Aku kuliah di institut negri ? enampuluhribu sebulan?! Mepet banget!!

Aku masih terlalu muda untuk mengerti bahwa masa itu begitu berat buat Bapak. Bapakku pegawai negri. Kami berempat nyaris sebaya. Kami berempat kuliah dan kost di empat kota yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Saat itu aku belum bisa menyadari, betapa sulitnya mengatur budget untuk kami. Aku masih terlalu muda untuk bisa memahami.

Sampai kini aku tidak akan lupa pada konsep “Adil tidak berarti harus sama”


B. Saat aku dewasa: tentang teman-temanku

Aku dan teman-teman hangout di Citos. Kami berlima. Semua sudah menikah. Aku perempuan satu-satunya disitu. Teman pertama bilang “Gue sudah pernah mendiskusikan soal istri kedua sama istri gue. Tapi gue merasa belum bisa adil” Hm. Apa sih adil menurut mereka ?

Kami berdiskusi. Aku sampai pada pemahaman, bahwa menurut teman-temanku itu adil bukan saja memberikan sama untuk materi, tapi juga waktu dan perhatian yang sama buat dua keluarga.

Temanku yang kedua bilang ”Gue juga pernah mendiskusikan soal istri kedua sama istri gue. Dan dia nggak setuju”. Walau banyak yang bilang, jika seorang istri mengikhlaskan suaminya menikah lagi akan mendapat tempat di surga, istrinya tetap tidak setuju.

Kita berlima dulu sekelas bareng jaman kuliah di IPB. Aku menikah duluan, aku punya umur perkawinan yang lebih panjang. Aku punya suami yang empat tahun lebih tua dari mereka. Topik istri kedua pastinya sudah masuk wacana. Makanya aku bilang “Samalah, gue juga nggak setuju.”

Istri kedua ? Berbagi suami ? waduh ? apa iya gue bisa ? Walau dijanjikan surga di kehidupan kelak, Apa iya gue bisa menjalani neraka dikehidupan kini -jika gue harus berbagi suami?!.

Teman ke tiga dan ke empat cuma ketawa. Mereka tidak pernah membayangkan punya istri kedua. Itu suatu hal yang tidak pernah didiskusikan dengan istri masing-masing.

Aku menoleh. Memandangnya baik-baik. Penasaran. Bertanya sedikit mendesak “kenapa nggak dibahas ? Takut jadi ribut ?” tanyaku pada laki-laki yang duduk disebelah kananku. Actually we close each others. He's one of my best friends.

Dia ketawa “Nggak. Bukan. Nggak pernah terpikir aja punya dua istri”. Aku cuma tersenyum dan membatin. Well, mungkin dia tidak siap berdiskusi tentang konsep adil dan istri kedua.

Dalam perjalan pulang aku merenung. Tentang dua konsep adil yang kuketahui. Adil bisa sangat subjective. Bisa sangat relatif. Menurut siapa ? menurut standar apa ?

Apalagi jika diaplikasikan ke konsep istri kedua. Konsep berbagi suami. Aku percaya setiap perkawinan punya keunikan, dan ini akan menambah kerumitan konsep adil itu. Menurut siapa ? menurut standar apa ? Wah, ternyata konsep adil dan istri kedua bukan hal yang mudah. Its complicated u know…

Thursday, August 24, 2006

Kangen

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kangen sebagai ingin sekali bertemu; rindu. Sedang rindu sendiri, masih menurut kamus yang sama, punya arti sangat ingin dan berharap benar terhadap sesuatu.

Kangen. Rindu. Pernahkan kamu mengalaminya ? Aku pernah. Sering. Tentang banyak hal. Tentang banyak nama. Dan aku tau, kadang aku punya rindu, kangen, yang mustahil terpenuhi.

Misalnya ? saat aku kangen tempe bacem buatan Simbok. Tempe bacem yang manis sedikit gosong. Favoritku. Tak mungkin terpenuhi karena Simbok-pembantu setia Mamahku- sudah lama berpulang. Aku tidak pernah menemukan tempe bacem yang sama.

Apa yang kulakukan ? Biasanya aku meminta pembantuku memasak tempe bacem. Memang bukan tempe bacem yang manis, sedikit gosong. Favoritku. Bukan tempe bacem yang sama. Tapi aku tetap memakannya. Aku berusaha down to earth, walau aku tidak juga bisa melupakan tempe bacem buatan Simbok.

Lalu ? Saat aku kangen pada sebuah nama. Biasanya aku mengirim sms pendek “gue kangen nih” dan respon yang kudapat amat beragam, antara lain..
“iya euy..makan siang bareng yuks!! ”
“Eh. Lu apa kabar ?! ketemuan dong!!”
“Mbak, kapan kita bowling bareng lagi!!

Kangen. Apa iya harus selalu berakhir dengan ketemuan? Gimana kalo jarak, waktu, status dan kesibukan tidak lagi mungkin ?

Apa yang kulakukan ? Hm, aku menyingkirkan text book accounting-ku yang setebal bantal dan bikin mumet. Aku mengupdate blogku dengan sebuah tulisan asal. Tentang kangen :-)

Back To You

Teklek kecebur kalen. Timbang golek luwung balen. Begitu joke yang beredar diantara sepupuku saat aku masih kuliah. Maksudnya daripada cari pacar baru mending balik ke pacar lama. Lebih gampang kan ?

Itu dulu. Sekarang beda. Sekarang kita bicara tentang orang yang menikah kemudian bercerai. Jadi single lagi. Trus ? siapa yang betah lama-lama melajang ? salah satu alternatifnya yang luwung balen tadi. Kemana ? rujuk ? bukan itu maksudnya, tapi balen-back to you- sama pacar lama. Pacar di SMA. Pacar Pertama.

Aku melihat sendiri beberapa kisah nyata. Seorang teman kantor bercerai, lalu menikah dengan pacarnya saat SMA yang masih single. Seoarng tetangga yang sudah bercerai, mengirimiku undangan, dia akan menikahi gadis cinta bertamanya di SMA.

Ada juga seorang kenalan yang sudah cukup berumur-hampir 60- setelah sekian lama menjanda krn bercerai, beliau merencanakan menikah dengan pacar pertamanya yang telah menduda karena istrinya meninggal. Teman-teman bilang ini yang disebut First love never die. Cinta Abadi. Wow ?? So sweet… Hm,tapi apa iya sih ??

Sorry, tapi kalo aku kok nggak percaya dengan such thing called “Cinta Abadi”. Lha wong yang namanya cinta itu perasaan. Perasaan itu secara alami ya naik turun. Pasang surut. Bohong banget lah kalo dibilang abadi :-)

Sebetulnya aku penasaran aja dengan orang-orang yang aku sebut diatas. Apa iya para mantan pacar itu masih orang yang sama ? kecocokan yang sama ? kenyamanan yang sama ? Apa mereka nggak kepikir dengan berjalanannya waktu orang bisa berubah.?? People change!! Better or worse itu relative.

Masihkah kau tetap sama ?? begitu yang ditanyakan Harry Mukti dalam lagunya Hujan Rindu. Menurutku sangatlah naïf jika dijawab Iya. Berbelas ato mungkin berpuluhtahun telah lewat, kedua belah pihak mantan hidup terpisah. Perjalanan waktu membentuk mereka jadi pribadi yang baru. Masihkah kau tetap sama ? Rasanya kita harus maklum kalo jawabnya tidak.

Nah trus ? Faktor apa yang membuat mereka pilih luwung balen ? prefer back to you ? kalo boleh sedikit sok tau, menurutku karena kenanganlah yang abadi. It was there. It had happened. Kenangan tidak pernah berubah.

Kenangan bahwa mereka pernah melewati masa-masa manis bersama. Kenangan bahwa mereka pernah merasa nyaman satu sama lain. Kenangan bahwa mereka pernah punya emotional bounding. Kenangan yang memberi pengaruh besar

Namun, menurutku perlu disadari, Itu dulu lho.

Kini, jika mereka memutuskan untuk luwung balen tadi. Back to you tea. Aku berharap mereka tidak hanya berdasarkan kenangan indah dan sepotong kata gombal yang disebut cinta abadi. Aku berharap mereka memang menemukan cinta yang baru, yang ternyata memang ditakdirkan Allah untuk kembali melekat pada orang yang lama. Orang yang sama.

Epilog
Aku hampir selesai berdandan. Aku tinggal memakai mascara. Aku akan pergi ke resepsi penikahan seorang tetangga yang setelah bercerai lalu akan menikah dengan pacar SMAnya yang masih single.

Walau aku mempertanyakan –maybe a litte bit cynical- dengan alasan back to you nya, tapi aku tetap menghadiri undangannya. Aku tetap datang, untuk tersenyum, menjabat tangan dan mengucapakan “Selamat ya…”.

Selamat memulai hidup yang benar-benar baru. Aku mendoakan sebuah kebahagian yang baru dengan si dia yang baru eh..lama. Baru tapi lama. Nah, Bingung kan ?
Well, Everybody deserve to have a second chance.

Wednesday, August 23, 2006

Perceraian - Sebuah Kisah Nyata

"Hai!! Apa kabar ?! " seru laki-laki itu. Dia tidak banyak berbeda dari saat kita kuliah di jurusan yang sama. Dia juga masih ramah dan rame seperti dulu." Baik..baik…"kataku sambil berjabat tangan. Kami tersenyum lebar. Tertawa-tawa. Suatu kejutan kita-aku dan Aim- ketemu dia dan keluarga di mall. "Kenalkan istri dan anakku nih " katanya lagi.
Aku menjabat tangan mereka, tersenyum tulus.
Laki-laki itu kakak kelasku saat kuliah. Dan perempuan yang diperkenalkan sebagai istrinya adalah istri barunya . Anak itu-cewe abg kira-kira 11 tahun- adalah anak dari istri barunya, dari perkawinan yang terdahulu. Dia memang duda yang menikah lagi dengan janda beranak satu.

Kami ketemu di timezone Pondok Indah Mall. Sambil menemani aim bermain aku mengawasi mereka dari jauh. Sebuah keluarga baru yang sedang menikmati aneka games di time zone. Laki-laki itu kelihatan sayang banget pada anak perempuan abg itu. Hm, Aku menghela nafas panjang. Teringat seorang perempuan lain, dan seorang gadis cilik lain

Sebelumnya aku beberapa kali bertemu perempuan itu. Bersama putri tunggalnya tentu saja. Masih kecil, paling lima tahun. Saat belanja di Carrefour lebak bulus. Saat berobat ke rumah sakit pondok indah. Saat jalan-jalan di mall pondok Indah juga pernah.

Perempuan itu biasanya cipika-cipiki-mencium pipiku kanan kiri. Tanda keakraban. Walau beda jurusan , dia adik kelasku di IPB. Kami berbasa-basi sebentar. Lalu kemudian melambai untuk berpisah. Ada perasaan perih saat melihat gadis cilik yang bersamanya. Aku kenal ayahnya. Laki-laki kakak kelasku saat kuliah yang kuceritakan didepan. Mantan suami perempuan itu.

Perceraian. Memang pedih untuk diceritakan. Tapi ini realitas hidup lho.Suka tidak suka. Inilah kenyataan. Kenyataan bahwa ada –mungkin banyak- laki-laki yang terpaksa meninggalkan anak darah dagingnya sendiri untuk menikah lagi, setelah bercerai. Laki-laki yang kemudian lebih banyak menhabiskan waktu bersama anak tiri dibandingkan anak kandungnya.

Just curious. Rindukah temanku itu pada gadis cilik nya ? Kalaupun iya, pasti rindu yang sangat menyiksa. Saat dia menikmati timezone dengan keluarga barunya. Terlintaskan dibenaknya siapa yang menemani gadis ciliknya bermain ke time zone ? Ugh !! kenapa sih hatiku perih? Aku kan cuma orang lain.

Dunia berputar. Waktu berjalan. Kita semua terus melangkah maju. Aku yakin perceraian itu telah mereka putuskan baik-baik. Aku cuma orang lain yang tidak berkepentingan dengan kehidupan pribadi mereka. aku Cuma orang lain yang bisa berharap, semoga laki-laki itu berbehagia dengan keluarga barunya. Semoga perempuan itu berbahagia sebagai single parent, bersama gadis ciliknya. Aku cuma bisa berharap, berdoa, agar Allah memberikan yang terbaik buat mereka.

Pada akhirnya, aku memang cuma bisa berharap, semoga gadis cilik yang orangtuanya bercerai itu akan selalu baik-baik saja. Allah melindunginya.

Tuesday, August 22, 2006

Perceraian - Sebuah Kebimbangan

Seorang teman baru saja berpisah. Dia curhat. Dia masih ingin punya harapan suatu saat bisa kembali. Demi anak-anak. Berpisah adalah pilihan yang diambil saat ini dalam keadaan terdesak.

Demi anak-anak. Alasan yang umum terlontar. Tapi apa iya anak-anak itu mau dijadikan alasan ?? Mau dijadikan penambal perkawinan yang sudah tidak harmonis ? menurutku belum tentu.

Anak-anak butuh lingkungan yang sehat untuk bertumbuh. Buat apa mama papa tetap bersama kalau cuma saling memaki ? Buat apa ayah bunda tetap serumah kalo nggak saling ngomong? Buat apa bapak dan Ibu mempertahankan perkawinan , kalo tak lagi saling cinta ? Anak-anak butuh lingkungan yang lebih sehat untuk berkembang.

Bercerai memang sakit, tapi kalo boleh sedikit sok tau, ini akan lebih baik dari pada kebingungan panjang anak-anak. Mengapa Mama dan Papa terus bertengkar? Mengapa Ayah dan Bunda tak bertukar sapa? Mengapa Bapak dan Ibu tak lagi saling cinta ? Anak-anak akan melihat banyak kebencian. Anak-anak akan melihat banyak ketidakperdulian. Anak-anak akan menjadi saksi perkawinan yang dipaksakan utuh. Adilkah buat mereka ? apakah ini yang diinginkan mereka ? Menurutku tidak.

Jadi ? Aku pernah membaca seorang psikolog menulis "Jangan jadikan anak-anak alasan untuk mempertahankan perkawinan." Aku setuju itu.
Bertahanlah karena memang Papa masih layak dipertahankan Mama. Bertahanlah karena memang Ayah masih bisa memaafkan Bunda. Bertahanlah karena Bapak memang masih cinta pada Ibu. Vice Versa!! Berhentilah saling marah. Berhentilah saling tidak perduli. Jujurlah pada diri sendiri masih adakah cinta ?

Cinta yang tidak dipaksakan for the sake of Children. Cinta yang tidak dikompromikan demi anak-anak. Yang dibutuhkan adalah cinta yang masih bisa melekatkan Papa-mama, Ayah -Bunda, Bapak-Ibu. Demi mereka sendiri bukan demi anak-anak atau orang lain dan alasan lain.

Anak-anak akan tumbuh bahagia dengan orangtua yang saling mencintai dengan alasan memang mereka masih cinta satu sama lain. Anak-anak akan merasa bersalah jika ternyata orangtua memaksakan saling cinta demi mereka. Anak-anak itu tak akan sanggup membayar airmata yang tumpah, menebus kebencian yang tak berakhir ? No!! mereka tidak mungkin bertanggungjawab atas itu semua.

Anak-anak itu, terlalu innocent jika harus menjadi penambal sebuah perkawinan yang tidak lagi harmonis. Jika Perceraian jadi pilihan akhir. Relakan saja. Ikhlaskan. Allah akan selalu melindungi anak-anak itu. Walau pada akhirnya memang mereka cuma memiliki single parent.

Perceraian adalah bagian dari rahasia Allah tentang Jodoh, Maut dan Rejeki.

Just The Way You're

Aku dan seorang teman di IPMI ngobrol dikelas sebelum kuliah mulai. Aku cerita soal konser Lionel Richie yang kutonton bulan lalu. Kami jadi membahas banyak lagi-lagu lama. Temenku itu- seorang cowo single yang 6 tahun lebih muda dari aku bilang gini “Mbak, gue paling suka lagu Love you just the way you are. Pas banget sama gue ma cewe gue!!”Aku tertegun.

Hey !! kamu belum menikah. Kamu belum mengerti love you just the way you are- mencintaimu apa adanya- bukan hal yang sederhana. Tapi saat itu aku nggak minat sharing sama dia. Aku malas kalo dibilang sinis. Jadi ? Sutralah :-) kami lalu membahas hal lain.Market Stucture. Oligopoly. Monopolistic. All about Managerial Economic :-)

Saat aku masih kuliah di Bogor, seorang sahabat yang berkepribadian unik bilang gini. “Aku memang seperti ini! Terima aja apa adanya!!”
Aku menatapnya lekat-lekat. Berusaha menebak yang tersirat. Aku menerterjemahkan ucapannya sebagai …mau syukur…nggak mau ya udah!!

Aku ingat saat itu aku membatin dalam hati “hm ya udah, nikah aja sama nyokap lu” Well, menurutku memang cuma seorang Ibu yang bisa love you jsu the way you are.

Dua orang menikah karena merasa nyaman satu sama lain. Betul. Itu modal dasar. love you Just the way you’re ? belum tentu.

Tidak ada seorang pun di dunia ini perfect. Dua orang yang sama-sama imperfect menikah. Hidup bersama. Sharing banyak hal. Tetap minta diterima Just the way you’re ? rasanya impossible.

Namanya sharing. Berbagi. Bersama. Pasti ada gesek. Pasti ada friksi. Dan lalu ada pihak yang minta dimengerti for the sake of just the way you're tadi? Dengan alasan itu, dia tidak mau berubah? Rasanya itu egois.

Seperti pisau menajamkan pisau. Saling mengasah.Supaya dua-duanya tajam. Bermanfaat. Berguna. Itulah pentingnya saling memperbaiki. Tidak nyaman? Memang.... Tidak merasa diterima apa adanya? Memang.... Tapi jika kedua belah pihak mengerti bahwa ini demi kepentingan hubungan mereka dan anak-anak-misalnya. Mereka akan mau berubah. Menyesuaikan diri satu sama lain.

Seperti menyusun kepingan puzzle yang tidak pas. Jika sudah diputar kiri kanan, dibolak balik. Tidak pas juga. Perlu diadakan koreksi. Revisi. Dipotong. Dibubut. Dikikir. Apapun itu. Supaya puzzle bisa fit di tempatnya. Rumit? Memang !! Tidak mudah ? Memang !! Dan pastinya menguras emosi. But I took this as a challenge :-)

Aku sudah menjalaninya. 12 jalan 13 tahun bersama ayah.
Sorry ya, Aku kok nggak percaya pada love you just the way you’re . Menurutku (again) cuma seorang ibu yang bisa love you just the way you’re tea. Aku tau karena sekarang aku merasakan hal itu pada anak-anakku. Senakal apapun mereka . Apapun yang mereka perbuat.
I always love u just the way you’re, son…

Monday, August 21, 2006

Gue Banget !!

Ayah punya kaos favorit yang dibeli di Joger –Bali. Awalnya kaos itu dipakai kemana-mana, karena terlalu sering di cuci pake makanya jadi belel. Akhinrya kaos itu cuman dipakai dirumah. Tetap aja pake, cuci, kering dan dipake lagi. Apa sih menariknya kaos itu buat ayah?

Khas Kaos Joger. Kata-kata di Kaos itu memang lucu. Bunyinya
Kalau Bisa, Pakailah Selalu Istri Cap Macan.Hangat, Galak Dan Romantis. Dapat menyebabkan penyakit luar maupun dalam bacalah aturan pakainya

Dibagian punggung kaos tertulis
Aturan pakai:
Pertama-tama kami ucapkan kepada anda yang telah memilih istri cap macan. Kalo bisa pakailah “product ini “ maximal sehari tiga kali. Tentu saja sesudah makan dan tidur secukupnya. Kocoknya perut dan syarafnya dengan lelucon atau kata-kata yang manis sebelum dipakai. Jangan disakiti baik pagi, siang maupun malam.Jagalah kebersihan (terutama) diri anda sendiri, karena "product“ ini sangat sensitive terhadap bau-bauan. Simpan di tempat yang tidak terlalu dingin atau panas. Kalau temperature “product ini" meningkat melebihi 39 derajat celcius, bawalah ke dokter terdekat! Pakai dan sayangilah “product ini” seperti anda menyayangi diri anda sendiri. Untuk service maupun konsultasi silahkan hubungi Mr. Joger-Bali

Banyak orang tertawa geli membacanya :-D
Istri Cap Macan. Istri yang Hangat, Galak dan Romantis, emang gue banget!! :-D

Sunday, August 20, 2006

The Boy Next Door

Aku punya sepupu cowo jago main gitar klasik. Dia sering ikut konser. Saat aku SMA dia sudah kuliah di Trisakti. Karena dialah aku pengin belajar gitar Jadi saat aku ulang tahun ke enambelas, aku minta dibelikan gitar sebagai hadiah. Bapak setuju. aku juga didukung mendaftar sekolah gitar klasik.

Guru gitarku di kursus, seorang mahasiswa IKJ. Aku memanggilannya kak Didiet. Mungkin karena aku satu-satunya cewe dikelas, dia lebih memperhatikan aku. Dia pernah bilang "Bin, tone nya yang keras dong. Jangan ragu-ragu. Masa pelan-pelan. Emang kamu mau jadi gitaris kebatinan ?" Kami sekelas tertawa.

Berbeda dengan kamar mbak Ary yang rapi, dan selalu terdengar musik manis dari radio. Kamarku yang bersebelahan persis dengan kamar mbak Ary memang kacau. Berantakan !! Mesin tik nyaris tidak pernah turun dari meja belajar. Suara yang terdengar dari kamarku adalah tak tik tik suara mesin ketik dan aku yang latihan gitar. Aku bukan cuma latihan musik klasik. Aku otodidak belajar gitar musik pop. Ngonjrang ngonjreng nggak karuan. Mbak Ary sering terganggu. Dia kerap berseru “berisik!!”. Aku nggak perduli. Biasanya aku baru berhenti berisik kalo Mamah masuk ke kamarku dan menegur “Dari tadi main gitar terus ? Kapan belajarnya?”

Bermain gitar. Menghiburku. Membantuku menerima kenyataan. Menelan kekecewaan. Atas kekaguman yang tak terbalas pada the boy next door. Seorang cowo di kelas sebelah. Kelas Maya dan Liza :-(

Bermain Gitar. Inspired me. Walau aku tidak juga sejago sepupuku bermain gitar, tapi aku makin produktif menulis cerpen. Aku justru lebih sering menulis dibanding berlatih gitar. Lama-lama aku menyadari aku memang lebih berbakat menulis dibanding main gitar.Enam bulan berlalu. Aku merasa tidak banyak kemajuan dalam bermain gitar. Aku lalu berhenti sekolah gitar. Bosan!

Berikutnya aku lebih banyak menulis cerpen. Kadang sampai larut malam aku masih juga berisik mengetik. Mbak Ary masih sering berseru “Berisik!” . Mamah lalu turun tangan menegurku "Dari tadi ngetik terus. Kapan tidurnya ?” Biasanya aku menawar “Tanggung Mah!!” Aku nggak ingin ideku menguap kalo kutinggal tidur, dan aku terus saja mengetik. Tak tik tik Berisik!! Berisik!!

Aku memang bukan gitaris musik klasik seperti sepupuku. Aku cuma seorang gitaris kebatinan yang jago menulis cerpen :-) Kalo lagi mati angin, kehabisan ide menulis, atau males belajar, walau aku nggak sekolah gitar lagi, aku masih suka gonjrang –gonjreng dengan gitarku di kamar. Dan mbak Ary tidak bosannya berseru “Berisik!!” :-D

Epilog

Aku kuliah di IPB. Aku punya cowo anak FTUI. Aku berhenti main gitar. Aku berhenti menulis cerpen. Aku melupakan, the boy next door :-)

Saturday, August 19, 2006

You're The Inspiration -by Chicago

You know our love was meant to be
The kind of love that lasts forever
And I want you here with me
From tonight until the end of time
You should know, everywhere I go
You're always on my mind,
in my heart,In my soul, baby

You're the meaning in my life
You're the inspiration
You bring feeling to my life
You're the inspiration

Wanna have you near me
I wanna have you hear me sayin'
No one needs you more than I need you
And I know, yes I know that it's plain to see
We're so in love when we're together
And I know that I need you here with me
From tonight until the end of time
You should know, everywhere I go
You're always on my mind,
in my heart,In my soul, baby

Friday, August 18, 2006

My Best Friend's Sweet Seventeen Birthday

Back to jaman gue SMA-kelas dua.
Kami bersahabat bertiga. Aku, Liza, dan Maya.Liza dan Maya sekelas. Mereka sebangku. Aku dikelas sebelahnya.Kok bisa ? Ya,Persahabatan kan tidak perduli akan kelas. Yang penting aku merasa nyaman dengan mereka.Berbagi cerita, gossip, curhat soal cowo, dan kisi-kisi soal ulangan.Well, Itulah untungnya bersahabat, tapi beda kelas.

Persahabatan kami, bukan persahabatan yang mulus memang. Karena aku pernah bertengkar hebat dengan Liza. Aku ngambek. Aku mendiamkannya berhari-hari.Liza panik. Dia meminta maaf lewat Maya. Aku nggak perduli.Dia menulis surat meminta maaf. Saat itu aku baru luluh dan memaafkannya.Maya cuma bisa geleng-geleng melihat tingkah kami.Kami bertiga kembali dekat. Maklum semua jomblo :-D

“Lu besok pergi ? tanya Maya, suatu hari di bulan Februari.
“Gue ngak ada yang nganter. Tebet jauh lho” kataku.
Liza mengundang kami ke ulangtahunya ke 17.Aku sudah cek kiri kanan, ternyata dia nggak ngundang banyak orang. Aku jadi nggak punya pilihan, mau nebeng siapa ?
“Udah bareng gue aja” ajak Maya
“lu bawa mobil ? sejak kapan lu bisa nyetir ?" Aku heran.
"Ama Nyokap gue. Nyokap gue bisa anter kalo acaranya minggu siang”
“Ya deh kalo gitu”

Tidak seperti yang kami duga. Ulang tahunnya diadakan di Panti Asuhan.Dekat dengan rumah Liza di Tebet. “kok lu nggak bilang sejak awal?” protesku. Pantes yang diundang sedikit banget. Cuma teman-teman dekat liza.
“Ntar lu –lu pada nggak mau datang” kata Liza
“untung kita nggak salah kostum” bisik Maya.Kami terbahak.

Hm ,rasanya aneh. Disaat semua orang merayakan sweet seventeen-nya dengan pesta yang meriah. Liza memilih panti asuhan. Boro-boro pake musik yang hingar-bingar. Acara syukuran ini diisi dengan makan siang bareng dan doa bersama.

Kami makan dan ngobrol. dengan penghuni panti asuhan yang lebih pantas menjadi adik-adik kami.Tak lupa Foto-foto bareng. Aku terharu. Ternyata dibalik semua kecuekan dan ketomboyan seorang Liza, dia memiliki hati yang tulus. Sweet seventeen cuman datang sekali. Dan dia memilih mensyukurinya bersama adik-adik dipanti asuhan.

Kusesali pertengkaranku dengan Liza. Aku beruntung punya sahabat kayak dia. Dari semua sweet seventeen birthday party yang pernah kuhadiri.Ulangtahun Liza adalah yang paling berkesan buatku.

Hm, miss u Liza...miss u Maya...miss both of you so much!!

Thursday, August 17, 2006

Dari Jendela SMPku

“Dari Jendela SMP”. Begitu judul novel terkenal Mira W yang aku baca saat remaja. Bukan. Aku bukan mau membahas novel itu. Aku ingin berbagi cerita yang kuingat Dari Jendela SMPku sendiri.

Si Mbok Pedagangan Asongan
Kalo aku ingat darmawisata SMP68 ke Yogyakarta, aku jadi ingat cerita lucu berikut. Saat itu banyak pedangan asongan mengelar dagangan di teras penginapan kami. Aku dan Ririn beserta guru bahasa Inggris kami sedang melihat-lihat pernik-pernik yang ditawarkan.
“Ini berapa ? tanya bu guru.
“sepuluh ribu, Bu " jawab si mbok pedangan asongan.
“expensive hah ?” tanya bu guru kepada kami. Meminta pendapat.
Belum sempat kami berkomentar, si mbok pedangan asongan yang lugu, lusuh dan medok bicaranya itu sudah menyahut “Mboten bu, niki cheap…niki sampun cheap
Our English teacher was blushing. Speechless. She didn’t expect the simbok could understood simple English . Aku dan Ririn tertawa geli.

Mengingat Tito
Aku memang ceroboh. Saat pulang sekolah, di bis aku baru sadar uangku sudah habis dikantin tadi siang. Tidak tersisa sepeserpun. Ugh!! Padahal si kondektur semakin dekat.Aku takut disuruh turun dijalan.
Dengan tebal muka aku bilang sama Tito yang saat itu ada didekatku. “Hm, Tito, bayarin gue dong. Gue lupa ngak ada duit.”
Tito ketawa. Dia membayariku. 100 perak -kalo ngak salah. Aku sangat berterimakasih.

20 tahun berlalu. Aku menerima email yang tidak biasa. Intinya,
“ini Bintari yang tinggal di komp pdk bukan? Gue Tito mudah-mudahan masih inget.”
Aku tersenyum. Jelas aku inget. Aku tidak akan pernah lupa, Tito pernah menyelamatkanku dari rasa malu. Dia pernah membayari ongkos bisku.

Aku membalas email Tito, intinya-"Ini Tito komp Batam kan ? Sohibnya Rasyidi Firdaus? ikut milis smp68 dong...Rame lho".


Si Ranking Satu.
SMP kelas satu. Dipapan tulis tercantum namaku rangking dua di kelas I-6. Aku senang. Ini lebih dari yang kuharapkan. Aku cuma di bawah Rego.
Rego berbisik . memanggil manggil "Bint..Stt...Bint!!"
Aku menoleh. Bertanya heran “kenapa ?”
Coba liat di rapor, "lu ranking berapa ?"
Aku membuka lagi buku raportku, tadi aku tidak terlalu memperhatikan ranking berapa yang tercantum disana.
"Tujuh" kataku pada Rego. Aku nggak mudeng. Lho kok beda? Apa maksudnya ? Rego tersenyum lebar. Dia bilang “Itu artinya lu ranking tujuh satu sekolah.” Saat itu memang kelas 1 sekolah kami punya beberapa kelas pararel . 8 kelas kalo nggak salah.
Wah. Ini benar-benar lebih dari yang kuharapkan!!

Penasaran, aku balik bertanya pada Rego “Jadi lu rangking berapa di raport?” Dia tertawa “Satu!!” Waduh ? ! Aku salut pada Rego yang ternyata ranking satu, untuk satu sekolah.

20 tahun berlalu. Aku baru datang di acara launching buku Harry Potter di Gramedia PIM saat kudengar seorang laki-laki berseru "Bint…Bintari”. Aku heran. Aku nggak nyangka midnight begini aku akan ketemu orang yang kukenal. Ternyata Rego. Aku nggak nyangka dia masih mengenaliku.
"Siapa yang suka Harry Potter ?" tanyaku heran. Setauku dia masih melajang.
"Gue cuma mampir, heran aja kok tengah malem ada acara. Gue barusan liat fitting restorant dibawa. Project temen gue.”
Sekarang Rego emang seorang Arsitek yang biasa handle project restaurant. Kami lalu ngobrol. Hm, Aku tetap salut pada Rego yang pernah ranking satu, untuk satu sekolah.

Seorang Cowo Batak.
Saat pelajaran kesenian.Kami suka diminta menyanyi di depan. Ada temen sekelas dikelas satu, seorang cowo yang bangga banget kalo dia orang batak. Dia selalu nyanyi lagu daerah sumut“Erkata Bedil”. Aku ketawa geli menginggat Edwin Sebayang suka banget dan selalu semangat nyanyi lagu itu

20 tahun berlalu. Aku membaca di milis teman-teman SMP sebuah kabar duka. Istri Edwin Sebayang meninggal, bersama anaknya yang kedua. Jenazah mereka dibawa dan dimakamkan di medan. Meninggalkan Edwin dan anaknya yang pertama. Aku ikut sedih. Ku sms dia. Dia ternyata masih ingat juga padaku.

Setelah beberapa kali sms. Kami juga saling menelphon. Ngobrol. Dia ternyata lulusan S2 luar negri dan sekarang jadi ahli pasar modal. Aku tersenyum saat pagi-pagi dia mengirim sms begini "Bin, dengerin ya, gue on-air di radio X, jam 9 nanti. Jadi pembicara, ngebahas pasar modal".
Wah hebat !! Cowo batak itu sekarang udah jadi pembicara pasar modal.Horas Bang!!

Wednesday, August 16, 2006

Teman Seperjalanan

Back to jaman gue SMP.Gue punya temen. Cowo. Berpostur sedang. Putih. Sipit . Dengan rambut acak-acakan dan selalu cengar-cengir. Banyak yang bilang dia aneh. Memang dia tidak pernah terlihat bergerombol seperti umumnya cowo-cowo lain.

Herannya dia selalu gonta ganti cewe. kayaknya dia nyaris nggak pernah ditolak. Gue pernah bertanya Why ? kok bisa ?Dia bilang begini “Cewe itu kalo bilang nggak kan biasanya pake alasan. Nah alasan itu yang harus ditawar.
Gue penasaran. “emang apa aja alasannya ?”
"Ya berkisar gue belum boleh pacaran sama nyokap. Gue nggak suka ma elu, gue dah punya pacar, semua alasan bisa ditawar deh”
Wah!! Dia memang persistent.

Kami tertawa. Kami memang masih SMP saat itu. Tapi sungguh pendapatnya ini sangat berkesan buatku. Cowo memang seharusnya persistent.

Gue dan dia emang nggak sekelas. Kami cuma searah pulang. Kami teman seperjalanan. Kami naik bis yang sama. Blok M Lebak Bulus. Dengan Route Blok M-RS Fatmawati - Terogong - Pondok Indah - Lebak Bulus-Ps Jumat. Dia selalu turun duluan di Pondok Indah.

Begitu SMA kita pisah. Gue ke 6 dia ke 70. Sama-sama di Blok M sih.Sekolah kami bertetangga. Saat gue kelas 1 SMA, Bertha temen di 6 senyum-senyum mengoda dan bilang “Bin, lu dapat salam”
“Dari siapa ?”
“Willy”
Gue cuma ketawa “lu kenal dimana ?”
"Temen gereja. Lu kenal dimana ?"
“Temen SMP”

Ih, Willy norak banget pake kirim salam segala :-D
Walau nggak sering kita masih suka pulang bareng kok. Kadang –tak terduga –dia nunggu gue depan garden hall, yagn sekarang jadi Blok M Plaza. Cengar cengir seperti biasa. Lalu kita jalan bareng ke terminal bis di blok M. Yang bikin gue was was, dia nggak perduli saat itu 6 dan 70 lagi tawuran ato nggak. Kita masih suka pulang bareng.

Satu hal lain yang gue ingat. Dia kadang turun Pondok Indah kadang turun Kebayoran. Saat gue tanya kenapa ? Dia bilang “Mami di Pondok Indah. Papi di Kebayoran. Mereka bercerai”. Dia cuman cengar-cengir. Gue kasihan. Tapi gue nggak tau musti bilang apa.

Beda sekolah membuat kami jarang ketemu lagi. Lambat laun Willy menghilang dari keseharian gue. Sampai saat kelas 3 Bertha bilang gini “Bin lu dah denger ?”
“Apaan ? “
“Willy sekarang ikut terapi ketergantungan obat”
Hatiku mencelos. Willy teman pulang bareng gue!! ... yang play boy... yang broken home.
“Dimana ?” tanya gue sama Bertha
“nggak tau. ..katanya sih diluar kota. Gue juga baru tau dari temen-temen gereja “
Gue cuman tertegun lamaaaaaaaaa.Hm, Kasihan.

Tahun terus berganti. Gue udah kuliah di IPB. Gue sedang libur semester. Gue jalan sendiri di Blok M Plaza. Surprise ! Gue ketemu Willy. Dia masih cengar-cengir seperti dulu. Kurus banget !! Postur khas pecandu narkotik. Dia mengakui bahwa dia masih ikut terapi narkoba. Dia nggak kuliah.

Kami ngobrol. Mengupdate kabar, dan itulah pertemuan terakhir gue sama Willy. Gue nggak pernah dengar lagi tentangnya.

Sekarang, gue cukup sering datang reuni SMP di citos. Tapi Willy tidak pernah ada.
Tidak ada yang pernah tau dia dimana. Tak ada yang perduli dia dimana :-(

Monday, August 14, 2006

Pelajaran dari sebuah Anting-Anting

Saat Dian lahir. Bram berumur dua tahun. Aku empat dan Mbak Ary lima. Kami melihat ke dalam box di rumah sakit dengan antusias. Ini hari adik baru kami pulang kerumah.
Suster bertanya “Sudah sedia anting-anting, Pak ?“
Bapakku bilang “Sebentar”
Bapak lalu berlutut dan bilang pada mbak Ary “Nduk, anting-antingnya kasih adik dulu ya ? Nanti Bapak ganti”

Mbak Ary mengangguk. Anting-anting mbak Ary segera berpindah ke tangan suster, untuk dipakaikan kepada adik kecil kami yang baru lahir. Aku dan mbak Ary saat itu memang masih memakai anting-anting emas berbentuk sederhana. Bulat, tipis dan pipih seperti anting-anting bayi.Aku tidak tau apakah Bapak tidak sempat membeli anting-anting baru buat Dian, atau memang belum ada budgetnya.

Yang aku ingat, berikutnya kami bertiga selalu mempunyai anting-anting yang sama. Saat SD dan SMP kami memakai anting-anting emas dengan bentuk yang serupa. Saat remaja sampai kuliah kami memakai giwang dengan model yang sama.Setelah menikah. Baru kami memiliki giwang yang berbeda, sesuai preferensi masing-masing.

Well, buatku anting-anting Mbak Ary adalah kenangan, saat Bapak mengajari kami semua untuk mengalah dan sayang kepada adik-adik. Menjadi sulung memang menjadi kesayangan Bapak, tapi itu juga berarti harus siap mengalah, dan menjadi teladan bagi kami adik-adiknya.

Hm, miss u sis…

Mensyukuri Sebuah Pelukan

Prolog
Tahun lalu. Sabtu itu aku ke condet. Tidak seperti biasanya aku langsung nyelonong ke belakang. Ke rumah Bram. Dia lagi santai-santai baca koran. Bercelana pendek seperti biasa. Kupeluk dia erat-erat. Menangis. Bram heran "Hei ? Kenapa ? udahlah..gue baik-baik aja.”
Aku berucap syukur. Karena hari seninnya baru saja aku merasa aku tidak akan dapat lagi melihatnya, memeluknya seperti sekarang. Aku merasa sangat beruntung. Masih punya kesempatan untuk bisa memeluknya.

Senin itu. Seminggu sebelumnya. Dalam perjalanan menjemput sulungku pulang sekolah, Bapakku menephon ke handphone, suaranya terdengar prihatin dan sayup-sayup kudengar mamahku menangis.

”Bin....., Bram kecelakaan, kondisinya kritis, hubungi no ini, dan tolong cari dia di rumahsakit mana, catet ya no telpnya....” pandangan ku langsung berputar, aku berusaha tetap fokus di kemudi mobil. ’Pak, aku lagi nyetir, aku coba parkir dan nanti telp Bapak lagi.......”

Dalam seratus meter kedepan aku berusaha menepikan mobil, dan menelphon kembali ke rumah orangtuaku. Bapakku menyambut. Kali ini lebih detail, Katanya barusan ada telp ke condet – rumah ortuku- mengabarkan bahwa putra pak Sardjono kecelakaan, dan karena pak Sardjono cuma punya satu putra dan 3 putri, Bapakku langsung berpikir bahwa Bram, adikku persis, yang dimaksud orang tersebut. Lagipula Bram dan keluarganya memang tinggal bertetangga dengan orangtuaku.

Katanya kondisi Bram kritis karena mobilnya hancur diseruduk truk dan butuh di support alat seharga 29 juta untuk mempertahankan kehidupannya, biaya tersebut harus ditransfer dalam tempo waktu 30 menit atau Bram tidak akan tertolong, penelphon meninggalkan no telp. Bapak meminta aku agar menghubungi no tersebut untuk menyatakan kami sanggup membayar dan minta aku membantu mencari info keberadaan Bram.

Waktu aku tanya "Bapak sudah telp hp Bram?’ terdengar suara sedih Bapakku ”lha piye tho nduk ? Bram nggak sadarkan diri” .Bayangan adikku dalam kondisi kritis membuat pandanganku kembali berputar, teringat istrinya, anaknya....

Masih di tepi jalan aku berusaha menelphon no tersebut dengan gemetar, ternyata voice mail!! Aku cuma bisa memaki sialan! Kutelp Ayah untuk mengoper tugas yang diberikan Bapak barusan. Aku telp istri Bram di kantor, waktu kutanya soal Bram, dia terdengar bingung. Aku mengkhawatirkan kondisinya yang sedang hamil tua sehingga aku sudahi telp tanpa berkata apa-apa.

Berikutnya kutelp Dian adik bungsuku. Dia terkejut dan menangis histeris, aku tambah bingung Ikut menangis. Untunglah disela-sela isaknya dia berkata “Bun, coba di cek, jangan-jangan ini penipuan”.

Seperti diguyur air es aku tersadar kemungkinan itu. Sebelumya aku pernah baca info modus penipuan ini beredar di net. Segera kuputus telp Dian, lalu berusaha menghubungi no Bram dengan penuh h2c (harap-harap cemas).Menunggu sepenggal lagu SO7 berakhir rasanya lamaaaaaaa sekali…sampai akhirnya kudengar suara yang kukenal baik, Bram menjawab “Halo ?”

“Bram ?! lu nggak pa pa ??!!” tanyaku nyaris berteriak. “Ngak pa pa” jawabnya innocent. Segera kuceritakan berita yang datang ke condet soal dirinya. “oh pantes, tadi ada orang telp, bilang no hpku disalahgunakan orang dan polisi minta no hp ku dimatikan sementara, mungkin supaya aku nggak bisa di telp ya…” katanya kalem.

Duh!! Dia tidak tau kepanikan dan hujan tangis yang terjadi di condet. Akhirnya aku cuma berpesan “Coba telp condet. bilang lu baek-baek. Mamah nangis terus tuh. Telp juga Yanti, dia pasti bingung tadi gue telp tanpa bilang apa-apa”.

Sampai lima menit berikutnya aku masih terduduk lemas dibelakang kemudi, dalam mobil yang terparkir di trotoar sempit pinggir jalan, melayani telp yang datang dari Dian dan Ayah. Berucap syukur bahwa berita buruk ini hanya tipuan orang yang tega membuat teror kepada orang yang sudah lanjut usia seperti orang tua kami, demi -untung-untungan- mendapatkan uang. Walaupun –alhamdullilah- tidak sampai tertipu untuk mentrasfer uang, tapi kebohongan yang disampaikan membuat orangtua kami sangat shock.

Epilog
Beberapa bulan kemudian. Aku melintas disebuah kantor polisi. Di depan pagar tergantung spanduk kuning dengan tulisan yang cukup menyolok…"JANGAN mudah percaya jika ada berita keluarga anda mengalami kecelakaan dan diminta mentransfer bla..bla..bla…"
Well, rupanya modus penipuan ini sudah meluas sehingga polisi pun berusaha membuat warganya waspada.
Rasanya sulit untuk percaya bahwa keluarga kami pernah mengalaminya sendiri.

Sunday, August 13, 2006

Sharing About "Jilbab" With Sisters.

"wah jebule nganggo jilbab iku hukume wajib lho..." begitu yang aku bilang pada mbak Ary dan Dian saat kami berkumpul dirumah untuk liburan semester. Dian masih di SMA.

Aku lalu sharing apa yang aku dapatkan dari kuliah agamaku di IPB. Saat itu kuliah agama di IPB memang begitu powerful membuka hati banyak perempuan untuk berjilbab.

Bagaimana dengan mbak Ary, Aku dan Dian?

Saat itu mbak Ary cukup keras membantah. Dia tidak sependapat. Aku maklum.Aku bisa mengerti.Ketika kuliah di Hukum Undip Semarang, mbak Ary memang punya beberapa sahabat yang beda agama. Berjilbab adalah suatu hal yang jauh dari pikiran.

Tapi aku juga maklum. Bisa mengerti. Saat wisuda mbak Ary memutuskan berjilbab. Ketika itu dia sudah punya calon suami, cowo palembang super religius, anak FT Undip yang dikenalnya saat KKN.

Mereka menikah beberapa bulan kemudian.Mbak Ary menikah memakai baju pengantin berjilbab.Sampai kini dia berjilbab mengikuti aturan yang benar.Jilbab panjang dan gamis yang longgar.

And then, bagaimana dengan Aku dan Dian?

Pada awalnya Dian yang modis memang allergy dengan perempuan berjilbab.Kuno.Gak modis,dan nggak menarik. Namun sejalan dengan pasang surut kehidupan, Dian memutuskan berjilbab setelah beberapa tahun menikah. Dia berjilbab namun tetap modis.

Hm,sekarang tinggal,bagaimana dengan Aku ?

Well ini pertanyaan yang sulit dijawab. Walau aku yang pertama sharing bahwa berjilbab itu wajib hukumnya.Justru aku sendiri yang belum melaksanakan.Bukan berarti Ayah tidak meng-encourage tapi aku sendiri belum merasa siap.

Aku ingat teman-teman perempuan di kantorku yang selalu modis, glamour dan concern akan penampilan.Aku ingat teman-teman perempuanku yang merokok dan tertawa keras saat hangout bareng.Aku bagian dari mereka.Aku seperti mereka.

Entah kapan aku siap untuk berjilbab.

Epilog-another Sharing about “Jilbab” with sister
Saat itu aku punya tetangga anak ipb juga. 6 tahun lebih tua dariku. Kak Uji sulung. Dia juga yang pertama sharing ke kak Iza yang kuliah di UI bahwa berjilbab itu wajib . Aku memang suka ngobrol dengan mereka. Aku kenal baik karena kedua perempuan itu adalah kakak dari temanku Rasyidi.

Sekarang,kondisi mereka sama seperti kami bersaudara. Kak Iza sudah berjilbab sejak masih di UI, sedang kak Uji - sama seperti aku, yang anak ipb, yang pertama sharing bahwa berjilbab itu wajib hukumnya- justru belum melaksanakannya.

Hm, aku yakin-sama seperti aku- kak Uji punya alasan pribadi untuk itu.

Friday, August 11, 2006

Perceraian - Sebuah Konsep

Dulu, jika aku menangis, dengan alasan yang sulit disharing-Iqbal memelukku erat-erat. “Bunda jangan nangis” pintanya. Saat itu dia baru berumur 5 tahunan.
“Kenapa ?” tanyaku heran.
“Iqbal takut Bunda pergi dan tidak kembali”bisiknya.Aku terdiam. Aku hanya bisa memeluknya penuh haru.Secara intuisi dia tahu apa yang terjadi. Aku mencoba bertahan. Aku beradaptasi. Aku tetap tinggal.

Sekarang diusianya yang hampir 11 tahun, dia pasti pernah mendengar kata bercerai. Dari Infotaiment di Teve. Cerita tentang Saudara, Tetangga, Teman dari Ayah/Bunda. Orang tua temannya pun ada yang bercerai.

Bercerai bukan lagi kata yang asing. Kami tidak ingin Iqbal bertanya-tanya dan mempunyai presepsi yang salah,tentang perceraian. Karena konsep ini bukan bagian dari pelajaran sekolah, adalah tugas kami menjelaskannya.

Pada satu kesempatan makan malam bareng di pizza HUT. Ayah dan Bunda menjelaskan Iqbal tentang konsep perceraian. Kami tekankan bahwa jika pasangan orang tua memilih berpisah dengan berbagai alasan. Alasan yang mungkin tidak dapat dimengerti oleh anak-anak, atau oranglain sekalipun.Tidak berarti mereka tidak menyayangi anak-anak mereka. Walau mereka tidak lagi hidup serumah, tapi orangtua itu tetap akan menyayangi anak-anak mereka. Dalam wujud yang sulit dijelaskan.

Iqbal mencoba mencerna penjelasan kami. Keliatannya dia belum sepenuhnya mengerti.Apakah topik ini terlalu dini untuk usianya ? Sekelebat ingatan melintas. Tentang seorang teman yang perkawinannya diambang perceraian. Apakah anak-anak mereka sudah dipersiapkan dengan konsep ini ? just curious.. Bagaimana ya respon anak-anak itu ?

Aku bertanya tanpa basa-basi. Straight to the point.
“ Kalo terjadi apa-apa sama Ayah Bunda. Iqbal pilih ikut siapa?”
“Kok cuma Abang yang ditanya ? Aim nggak?” Iqbal berusaha ngeles.Aku menoleh ke Aim yang lagi sibuk makan garlic bread dengan lahap. Tak perduli dengan percakapan kami bertiga.

“Aim masih kecil. Dia nggak akan ngerti” kataku.Iqbal menatap Ayah& Bunda bergantian. Aku menanti jawab dengan harap-harap cemas. Iqbal Terlihat ragu.

Akhirnya dia berkata “Maunya ikut Bunda sih….tapi Iqbal bingung ah…. Soalnya gaji Ayah kan lebih gede dari gaji Bunda, kayaknya lebih enak ikut Ayah deh".Bunda dan Ayah tertawa. “Dasar cowo matre!!” seru Bunda

“makanya Ayah Bunda jangan bercerai dong !!” seru Iqbal lagi.Hm, Berkata “Ya” atau “Tidak” sama saja memastikan ketidakpastian. Aku terdiam. Aku memilih tidak merespon.

“Udah deh, mending sekarang makan pizzanya nih” kata Ayah menyodorkan piring dan mengakhiri diskusi berat yang membutuhkan kedewasaan berpikir ini. Dengan diskusi ini Bunda harapkan Iqbal menyadari sejak dini bahwa kehidupan selalu mempunyai dua sisi. Mulai hal yang sederhana seperti baik-buruk, Kaya-miskin. Tua-Muda, juga hal yang rumit seperti Bahagia-Sedih., Lahir-Mati, Menang-Kalah, juga Menikah-Bercerai.

Dan itu berarti diantara keputus-asa-an…masih ada kata yang disebut Harapan. Harapan untuk bisa menjadi Suami yang lebih baik, Istri yang lebih baik, -and of course- orangtua yang lebih baik,dari hari ke hari..

....Tonight the light of love is in your eyes
But will you still love me tomorrow ?

Begitu bunyi sepotong tembang lawas. Aku menarik nafas panjang.
Well, only time will tell…..

Thursday, August 10, 2006

Another Chance to Change

Entah dari mana datangnya. Minggu lalu aku menemukan kembali diaryku saat aku SMA. Wow it had been a long-long time ago. Diary itu nyaris berumur 20 tahun!! Penasaran, aku membacanya sepintas.

Aku nyengir. Ampun!! Betapa innocentnya aku dulu. Aku tertawa. Gila !! betapa noraknya gue dulu. Ck..ck..masa sih gue dulu seperti itu ??

People Change. Begitu orang bilang. Seorang sahabat menambahkan it might be a slow or swift one . No wonder saat reuni SMP seorang teman heran menyadari aku begitu ceriwis. “Seinget gue lu dulu pendiem dan serius”. Seorang teman lain yang satu SMP dan lanjut ke SMA yang sama denganku mengklarifikasi. “Ya… tapi di SMA dia rame kok…tetep serius, tapi rame!!”. Aku tersenyum mengingatnya.

Aku kembali membaca diary lamaku. Kali ini aku membacanya dengan sungguh sungguh. Aku takjub dengan tulisanku sendiri. Sederhana tapi berisi banyak hal detail. Wow. Padahal saat setelah bekerja , aku tidak lagi perduli soal detail . Assistenku yang mengurusnya. Wah, Ternyata aku berubah banyak.

Aku berubah. Kusadari itu. Aku sadar aku bisa berubah.

Tapi betul aku masih saja suka ceroboh , dan careless, pada diriku dan barang-barang milikku sendiri. Tapi itu bukan berarti aku tidak bersyukur atas diriku dan barang-barang itu.

Aku cuma butuh kesempatan. Butuh lebih banyak waktu untuk berubah. Aku juga ingin jadi pribadi yang lebih baik. Menjadi teladan yang lebih baik buat anak-anak kita. So Honey...please don’t get mad to me all the time. Just give me another chance to change...
Airmataku bergulir. Sedih. Hm, Aku tidak yakin, aku seburuk yang telah terucap.

Wednesday, August 09, 2006

The True Diamond

“Gorgeous, you deserve to have that ring“
Begitu kata Ayah ketika kami berhenti sejenak depan Frank and Co Jewelry Pondok Indah Mall. Mengamati koleksi belian terbaru yang dipajang di window display.Aku menggeleng. Tak berminat. Aku tidak suka pake perhiasan.

Aku lebih suka pake assories yang biasa dijual di Metro atau SOGO.Banyak Design. Banyak warna. Banyak pilihan. Murah Meriah Jika bosan atau rusak, dengan enteng aku tinggal membuangnya.Toh aku punya banyak Stock. Pemakaiannya bisa disesuaikan penampilanku. Juga dengan mood ku :)

Speaking about diamond.
Seorang senior di kantor yang selalu memakai koleksi berliannya kemanapun dia pergi, berkata “ Memakai berlian berarti memberi penghargaan terhadap diri kita sendiri. Sebanding dengan jerih payah dan kerja keras kita selama ini"
Oh, begitu ya ? no wonder dia selalu pake branded item, untuk semua business attire- nya.Penampilan mengesankan memang. Tapi?! Duh ? berat diongkos nggak sih ??

Back to Diamond and me.
Akhirnya Ayah membelikanku cincin berlian. Sebagai hadiah ulangtahun pernikahan kami ke sepuluh, Desember 2003. Aku memakainya ke kantor. Semua yang melihat berkomentar bagus. Apalagi waktu kubilang ini hadiah our anniversary, semua perempuan itu tercekat. Mereka langsung ingat slogan de beers yang terkenal “diamond is forever”

Wow how sweet….how lucky you are…mereka bilang begitu. Malah ada temanku yang mengeluh, andai saja suaminya punya perhatian yang besar seperti Ayah. Aku cuma tersenyum dan bilang thanks.

Ini tidak berlangsung lama. Aku cuma memakainya sebulan. Aku tidak menyukai perhiasan, remember? Ribet !! Jadi sampai kini cincin berlian itu hanya duduk manis dalam box perhiasan di lemari kamar. Bersama-sama cincin emas belah rotan, cicin kawinku. Bukan aku tidak menghargai berlian itu. Justru karena aku sangat sayang dan takut hilang-aku suka ceroboh dengan barang-barangku-makanya lebih baik kusimpan saja. Aku tidak perduli apakah penampilanku jadi kurang mengesankan tanpanya.

Bagiku, cincin berlian itu adalah kenang-kenangan akan sepuluh tahun penuh suka dan duka yang pernah kami jalani bersama. Besar harapanku untuk tetap bisa menjalani sepuluh tahun berikutnya, dan berikutnya , berikutnya lagi…

Cincin Berlian hadiah anniversary itu memang tersimpan di laci lemari kamar. Ah, Itu kan cuma perlambang. Berlian sesungguhnya adalah anak-anak kami. Yang–insyaAllah-akan selalu menemani hari-hari kami untuk sepuluh tahun berikutnya, dan berikutnya, berikutnya lagi….

Tuesday, August 08, 2006

Cincin Emas Belah Rotan

Back to jaman gue masih ngantor di dekat bunderan HI.
"Kok lu nggak pake cincin kawin? Biar dikira masih single ya?! Begitu kata seorang laki-laki teman sekantorku. Glek!! Aku tertegun sesaat. ih usil banget sih ?! Tapi aku lalu berusaha tertawa “Dengan penampilan yang kayak emak-emak gini. Apa iya masih ada yang berpikir gue single ?!” begitu jawabku enteng.

Berbeda dengan kantor pertamaku yang majoritas perempuan. Kantor keduaku ini memang didominasi laki-laki. Hampir semua laki-laki teman sekantorku itu adalah Family Man. Mereka memakai cincin kawin di jari manis tangan kanannya. Seberapa penting sih pake cincin kawin?

Aku jadi ingat cerita seorang perempuan teman di kantorku yang pertama, dia bilang gini sama suaminya “Pa, aku bosen nih pake cincin ini” sambil memperlihatkan cincin kawin berlian miliknya. “Trus ? suamimu bilang apa ?” tanya kami.
“Hush!! Bagaimana pun juga itu cincin yang dibekati pendeta saat kita menikah” begitu kata temanku menirukan ucapan suaminya.
“Ah bilang aja lu minta dibeliin yang lebih bagus “ kata kami mengoda.
“he..he..ya sih”kata temanku itu.Kami tertawa
Diberkati pendeta. Hm, suatu alasan yang masuk akal.

Aku lalu ingat adik perempuanku. Dia apes. Angkot yang dinaikinya dirampok oleh orang-orang bersenjata pisau di daerah karet. Dia kehilangan beberapa perhiasan. Yang paling disesali adalah cincin kawin beliannya ikut dirampas.
Hm, sayang sekali memang, karena cincin kawin tidak pernah bisa tergantikan.

Back to me and my wedding ring
Aku juga jadi ingat cerita Eddy dan teman sekantornya yang pertama
"Selamat ya Ed, gue dengar lu tuker cincin"
Eddy menjawab "thanks"
“Tapi mana cincin nya ?” tanya teman perempuannya itu heran melihat Eddy nggak pake cincin. Eddy becanda “lha gue kan…tuker cincin …sama beras!!” Mereka tertawa.
“laki-laki nggak boleh pake perhiasan emas”begitu yang diyakini Eddy. Jadi sejak kita tunangan lalu menikah, cincin emas belah rotan itu hanya tersimpan di laci lemari.

Aku sendiri sempat memakainya beberapa tahun. Tapi sebetulnya ribet. Karena aku tidak betah memakainya sepanjang hari. Sebelum berangkat ke kantor aku pakai, setelah pulang aku lepas lagi. Suatu rutinitas yang sama dengan arlojiku.

Saat aku hamil Aim aku kelebihan asupan garam, jari kaki dan tanganku bengkak. Cincin kawin itu tidak lagi muat. Aku menyimpannya di laci lemari kamar. Sejak saat itu cincin itu sudah tak pernah kupakai lagi.

Aku bukan mencela laki-laki yang memakai cincin kawin sebagai laki-laki yang ISTI– ikatan suami takut istri. Tapi aku juga tidak menilai jika laki-laki memakai cincin kawinnya akan lebih baik, karena berarti dia memiliki commitment perkawinan yang lebih baik. No, tidak seperti itu. Tidak selalu seperti itu.

Bagiku memakai cincin kawin atau tidak adalah preference. Seperti halnya pilihan laki-laki untuk memakai kemeja putih arrow ke kantor setiap hari sepanjang minggu atau sebaliknya memakai kemeja kuning, tosca, beige, terracotta, dari beragam merk secara bergantian.

Yang menurutku penting adalah sebuah kejujuran. Jika orang bertanya status, sebaiknya dijawab jujur. Apapun itu. Married or single.

Aku dan Eddy sama-sama suka chatt di net. Walau chatt room adalah tempat dimana orang bisa menjadi apa saja dan siapa saja. Tapi kami selalu jujur soal status. Walau teman chatt kami di net tidak bisa melihat apakah kami memakai cincin kawin atau tidak, tapi kami selalu jujur bahwa kami menikah.

Menjadi single mungkin penuh dengan kebebasan-aku nggak tau persis krn aku menikah muda- tapi aku yakin menjadi perempuan menikah tetap pilihan yang terbaik. Aku selalu jujur akan hal itu, walau aku tidak memakai cincin emas belah rotan, cincin kawinku :-)

Sunday, August 06, 2006

Nggo Pek Nggo

Kalo ada yang bertanya, Aku dan Ayah awalnya kenal dimana? Kita selalu bilang sambil tertawa geli. Nggo pek nggo. Apaan tuh ?? Nggo pek nggo maksudnya tonggo opek tonggo. Tetangga dapat tetangga. :-D

Jumpa pertama
“Adiknya Aryani ya ?” begitu cowo itu bilang.
Saat itu sore menjelang magrib. aku baru saja turun dari bis, pulang dari dokter gigi. Aku memang punya masalah gigi yang akut.
Aku tidak tau nama cowo itu. Aku cuma kenal tampangnya, kita tinggal satu komplek.Tepatnya, sejak diterima kuliah di depok dia tinggal dirumah Pak Sugiarto. Mbak Ary menyebutnya dengan "keponakannya pak Sugiarto”. Pak Sugiarto adalah atasan Bapak di kantor depdikbud.
Aku mengangguk. “Tumben naik bis ? motornya kemana ? "tanyaku heran. Setauku dia kemana-mana naik vespa.

“Gue habis kecelakaan hebat.Motor ringsek. Gue seminggu dirumah sakit. Ini juga jalan masih pincang.”Begitu dia bilang. Hm ya. Aku ingat mbak Ary pernah cerita sebelumnya, tapi aku nggak terlalu ngeh cowo mana yang dimaksud.

Saat itu Cirendeu masih daerah antah berantah. Pemberhentian bis letaknya setengah kilometer dari gerbang komplek. Akhirnya kami jalan bareng menuju komplek. Sambil ngobrol. Lalu berpisah di ujung jalan komplek.

Cerita cewe : Anak FTUI
Sudah lama Kakakku yang aktif di kegiatan remaja masjid komplek pernah bercerita tentang cowo itu. Menurut kakakku cowo itu terlalu idealis dan banyak omong. Sering mengkritik jalannya kegiatan remaja masjid di komplek kami. Mbak Ary pernah bilang “Belagu banget! Sok tau dan sok pinter”
Aku cuma tertawa. Aku nggak perduli. Lha wong kenal juga nggak!

Tapi setelah ketemu magrib itu. Aku punya kesan tersediri. Dia bukan hanya talkative, tapi juga humoris. Becandanya Lucu banget !! Belakangan aku juga tau dia bukan cuma sok pinter. Dia memang pinter kok :-) No wonder. Cowo bernama Eddy itu, emang anak FTUI.

Cerita cowo : The Sardjono
Keluarga Sardjono punya 3 anak perempuan. Gue cuma kenal dengan si sulung yang pendiam. Banyak yang bilang si bungsu paling cantik. Tapi gue kok penasaran justru sama di tengah yang pernah jalan bareng saat itu.

Padahal dulu di awal-awal gue pindah ke cirendeu, gue sudah sering liat dia. Masih berseragam SMP. Item dan nggak menarik blas, karena dia selalu pasang tampang jutek kalo lewat pulang sekolah lalu digodain temen-temen yang suka nongkrong di pos siskamling.

Setelah kelas 3 SMA ternyata dia cakep juga euy. Dan setelah ngobrol pendek saat itu gue punya kesan -Bintari- si tengah dari 3 cewe kakak beradik The Sardjono- tidak secuek penampilannya. Dia menyenangkan diajak ngobrol.

Pak Sardjono baik sama gue sejak gue mulai hunting si tengah. Gue suka main catur, ngobrol dan pergi kemana-mana sama pak Sardjono. Gue sudah seperti anak sendiri di rumah mereka.

Kalo Aku tidak sakit gigi-lalu ke dokter gigi-mungkin aku tidak pernah kenal cowo itu
Kalo gue nggak kecelakaan motor-lalu terpaksa naik bis-mungkin gue nggak pernah kenal dengan cewe itu.
Semua memang sudah seperti takdir.

Singkat cerita. Kami pacaran. Kami tunangan. Kami menikah. Kami punya anak dua. Kami bahagia. Hidup Nggo pek Nggo !!

Saturday, August 05, 2006

Labbaik Allahumma Labbaik - Manasik Pertama

Datang juga panggilan untuk manasik pertama. Aku meng-sms seorang teman yang sudah berhaji beberapa tahun sebelumnya “Mulat, kalo manasik, kudu pake jilbab nggak ?”
Mulat menjawab “untuk pantasnya sih pake Bin”
Aku segera membongkar lemariku. Memilah-milah jilbab yang pantas. Walau sehari-hari aku tidak berjilbab. Aku memiliki beberapa jilbab yang biasa kupakai ke pengajian di masjid Pondok Indah atau sholat Ied. Sesampainya di lokasi manasik, untung aku nggak salah kostum. Semua perempuan disana berjilbab. Untung aku juga berjilbab :-D

Labbaik Allahumma Labbaik. Labbaikka la syarikala labbaik...

Mendengar seruan itu aku terharu. Sudah sejak 2004 lalu kami mendaftar. Baru tahun ini no porsi kami masuk list untuk-insyaAllah- berangkat. Daftar yang belum berangkat masih lebih panjang, konon untuk DKI sampai 2008 sudah fullbook. Aku terharu aku punya kesempatan akhir tahun ini.

Well, aku datang manasik dengan pengetahuan yang NOL besar. Aku tidak tau banyak soal agama. Aku mengerjakan sholat, puasa dan zakat dengan ukuran standard. Mengerjakan hanya yang wajib. Sedang yang sunnah nyaris tidak pernah, lebih karena memang aku tak tau banyak. Selalu bersekolah di sekolah negri sejak SD sampai SMA dengan jam pelajaran agama yang terbatas. Membuatku hanya mengerti agama sebatas basic. Yang wajib –wajib saja.

Manasik kali ini masih general. Lebih berupa sharing pengalaman dan briefing dari pejabat depag Jakarta selatan. Dengan bahasa yang menarik, beliau-beliau bercerita tentang kondisi di mekah saat musim haji. Apa yang harus kita siapkan. Apa yang harus kita pelajari. Aku menyimak baik-baik. Antusias. Sekaligus cemas. Mampukah aku ?

Labbaik Allahumma Labbaik. Labbaikka la syarikala labbaik...

Mendengar seruan itu aku berkaca-kaca. Aku akan pergi haji dengan begitu banyak dosa dan kesalahan dimasa lalu. Aku masih di Jakarta, di aula kantor depag jaksel, keberangkatanku masih 120 hari lagi, tapi aku sudah nervous duluan. Ya Allah bimbinglah aku.

Epilog.
Mulat mengirim email, dia menulis begini:
Banyak kok bin yang berangkat haji tapi tidak tahu apa-apa mengenai agama, tapi setelah pulang, menjadi semakin baik. Itulah yang namanya haji mabrur, insyaAllah... kalau boleh sarankan, banyak shalat taubat, perbanyak istighfar, lebih lembut terhadap sesama dan mulai minta maaf ke rekan-rekan, apalagi yang mungkin pernah kita sakiti.

Duh ? Aku kembali cemas. Mampukah aku ??

Friday, August 04, 2006

Perempuan Mandiri

"Ibu pergi sendiri ?“ begitu tanya petugas di loket haji Departemen Agama Jakarta Selatan saat aku mendaftar ulang untuk berhaji.
Aku terkejut. "Lho Pak, berkas yang sebelumnya, itu punya suami saya".
Bapak itu kembali mengambil map yang masuk sebelumnya. Memeriksa dan berkata "Tidak ada dokumen yang menyebutkan bahwa Bapak dan Ibu suami istri."
Aku lemas. “kok bisa ?”
Memang aku tidak mensubmit surat nikah atau kartu keluarga. Mereka tidak memintanya .”Coba di cek lagi pak salah dimana ?”
Bapak itu dengan sabar membongkar filling cabinet. Mencari file yang terdahulu. Formulir yagn pernah di submit tahun lalu. Dia tersenyum.
“Pantes aja. Disini nggak diisi siapa muhrimnya. Makanya dokumen Bapak dan Ibu tidak berhubungan".
Aku tercekat."Jadi ? saya harus gimana ?"
“Bisa kita bereskan sekarang. Untung segera ketahuan ya Bu. Kalo sampai berpisah kloter bisa repot.”

Walau ini soal sepele. Terlewat mengisi formulir saat awal pendaftaran. Tapi aku merasa ini teguran halus untukku dari-Nya.

Aku perempuan mandiri. Banyak orang bilang begitu. Aku bukan cuma pergi sendiri untuk urusan kantor dan dinas luarkota atau luar negri. Tapi aku juga sering pergi sendiri untuk urusan pribadi. Aku dan Ayah banyak berbeda hobby, berbeda minat dan komunitas. Jadi –dengan alasan kepraktisan-kami sering pergi sendiri-sendiri. Anak-anak kadang ikut Ayah, atau ikut aku. Tergantung mood dan minat mereka. Yang kutahu. Aku dan Ayah memang jarang pergi berdua seperti layaknya suami istri lain.

Menghadiri resepsi perkawinan pun kadang kami sendiri-sendiri. Bayangkan!! Memberi restu dan mengucapkan selamat pada pasangan yang memulai hidup bersama pun kami lakukan sendiri-sendiri. Aneh memang :-)

Astagfirullah Aladzim. Kejadian ini seakan mengingatkanku untuk mengkoreksi diri. Banyak perempuan mandiri. Tapi untuk pergi haji perempuan membutuhkan muhrimnya. Aku perempuan mandiri. Tapi aku butuh Ayah untuk pergi Haji bersama. Perempuan tidak semestinya terlalu mandiri. Ini teguran halus untukku dari-Nya

Banyak yang bilang saat menunaikan Haji adalah saat untuk diingatkan , untuk ditegur atas dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kita sebelumnya. Aku berusaha berbenah. Aku harus bersiap. Untuk teguran apapun yang akan aku hadapi kelak di tanah suci. Semoga aku bisa melewatinya. Doakan ya…

Wednesday, August 02, 2006

Tentang Mati

Hanya satu jalan keluar masuk di komp ini. Sebuah gerbang diujung jembatan.Hampir setiap hari aku melewatinya. Jika ada bendera kuning dipasang di gerbang, aku selalu berhenti di pos penjaga kompleks. Bertanya perduli “ Siapa yang meninggal ?”

Saat itu, dua tahun lalu, mereka bilang “Bang Rasyidi “. Mereka menyebut nama tetanggaku. Teman mainku disaat kecil. Kami ngaji bareng, teraweh bareng, ikut lomba tujuhbelasan bareng. Pergi sekolah bareng. Kami bersekolah di SMP yang sama. Aku shock!! Nyaris tak percaya.

Walau rumahku terlerak di blok paling selatan. Aku segera membelokan mobil ke blok paling utara. Melayat ke rumah Rasyidi Firdaus. Didi-begitu aku biasa memanggilnya -meninggal mendadak tadi sore. Dia hanya mengeluh kram didada ketika masih di kantor. Saat dibawa ke rumah sakit. Jiwanya tak tertolong lagi. Sejak anak-anak Didi memang cenderung obesitas. Dia Meninggal diusia 34 tahun. Meninggalkan 3 anak, seorang balita dan 2 bayi kembar.

Istri Didi begitu tabah. Demikianpula dua kakaknya yang perempuan.Mereka tidak menangis. Justru aku yang tak kuasa menahan tangis. Almarhum meningal muda. Anak-anaknya masih kecil. Aku masih saja menangis. Mungkin satu-satunya yang menangis. Sedikit malu memang. Tapi gimana lagi ? aku bener-bener sedih. Banget!!

Aku sudah pernah melayat ke banyak tempat. Aku melihat kematian terjadi disegala usia. Tapi kesedihan yang terbesar untukku, adalah jika almarhum/almarhumah meninggal diusia produktif. meninggalkan anak-anak yang belum mandiri. Anak-anak yang masih butuh bimbingan panjang ke depan.

Melayat teman yang kehilangan anaknya juga mengoreskan kesedihan yang dalam. Kematian anak adalah hal yang berat dilakoni. Kebersamaan yang indah teregut tiba-tiba. Buah hati tercinta harus direlakan, pergi selamanya. Membayangkannya saja aku tak sanggup!!

Aku memang selalu menyempatkan diri melayat, jika ada kabar duka kudengar. Bukan sekedar menyampaikan bela sungkawa kepada yang ditinggalkan. Tetapi yang terpenting adalah ini moment yang berharga bagiku untuk belajar. Tentang keiklhlasan dalam menerima kematian.

Juga membuatku menyadari betapa sedikitnya amal ibadahku, betapa banyak dosa-dosaku. Betapa tak terduga waktu yang kumiliki untuk bertaubat. Berpikir tentang mati, membuat aku berusaha memperbaiki diri, selagi masih ada kesempatan. Sebelum malaikat maut datang menjemput. Entah kapan.Kematian adalah Rahasia Allah yang besar.

Aku sering menengok bayi teman , tetangga atau kerabat yang baru lahir.
Untuk mengingatkanku, akan datangnya kehidupan baru, yang patut disyukuri.
Aku juga menyempatkan diri melayat teman, tetangga, kerabat, kenalan yang meninggal,
untuk mengingatkanku…..tentang mati.