Sunday, February 25, 2007

Jangan Pernah Berubah - Sebuah Reuni

“Jangan pernah berubah “begitu kata Erfan.


Saat itu dia menangapi komentarku soal kelakuan Edwin “Kita tuh dah pada tua , tapi kok kelakuan masih kayak jaman kuliah dulu sih?”


Saat reuni @citos minggu lalu, Aku, Mulat, Edwin dan Erfan memang datang paling dini. Tepat waktu. Kami ngumpul di satu sudut nyaman @bilie chick café.

“Jangan pernah berubah lah..saat ngumpul ma teman teman lama gini..nggak perlu jaim. Cape!! tiap hari udah jaim” sambung Erfan lagi. Aku menatap Erfan baik baik. Well, emang reuni, hang out bareng temen lama gini adalah saat menyenangkan untuk berbagi tawa, berbagi kenangan masa muda. Escape from daily routine or could be life’s pain. Jangan pernah berubah, begitu harapan Erfan.

Aku nyengir. “Jangan pernah berubah? kayaknya ngingetin gue sama sesuatu deh?” tanyaku mengoda. Erfan merespon cepat. “Marchel. Favorit gue.”

Aku mengangguk. Aku juga ingat lagu itu. Lagu yang pernah kukirim ke 1212 sebagai NSP gift buat Erfan

Jangan pernah berubah..selamanya kan kujaga dirimu
Seperti kapas putih dihatiku..tak kan kubuat noda..

Berikutnya Dahnial datang disusul Andi. Djarot datang kemudian. Seru!! Semua orang tertawa mendengar joke Andi dan Dahnial. Ledek ledekan terus digelar. Ugh!! Kita emang nggak berubah. Masih aja seperti jaman kuliah dulu dan dulu. Becanda. Tertawa. Cela celaan. Semua problem dan kepahitan hidup seakan menguap pergi.

Kalis datang paling akhir. Padahal dia bintang tamu utama reuni kami kali ini. Ledek ledekan semakin seru!! “Mas minta daftar menunya dong..buat temen kita yang baru graduation nih” Kami terbahak. Kalis cuma nyengir.

Aku yang duduk disebelah Kalis bilang “ Ayo dong Lis..sharing ..sharing..” kataku menyemangati Kalis buat angkat bicara. Kalis masih seperti yang kukenal dulu dan dulu. Pelan berbicara dan santun dalam berkata kata. Dia berbagi cerita soal kehidupannya di sumedang.

Seriuskah kami menyimak ? Nggak tuh..Danial dan Andi semakin gencar meledek. Kami terbahak bersama. Senang rasanya melihat Kalis bisa kembali tertawa bareng ditengah tengah kami. Jam sembilan Djarot pamit duluan pulang. Bye Djarot…take care..

Satu jam kemudian berlalu cepat. Kami tak bosan bosannya saling meledek dan becanda. Berbagi tawa, sharing tentang kini dan kenangan masa muda. Jam sepuluh segera tiba. Makan malam sudah tandas. Bill sudah dibayar. Namun malam belum larut buat citos. Kami merasa sayang untuk berpisah pulang.

Aku kembali menatap Erfan. Jangan pernah berubah, Uhm, kayaknya susah deh Fan. People change. I do believe in that. Mungkin lebih tepat. Apapun, bagaimanapun kita berubah.. perasaan ini… kebersamaan ini jangan lah pernah berubah.

Mulur beberapa menit dari pukul sepuluh. Reuni kami usai. Kini saat nya back to the daily routine or could be life’s pain. Pergi reuni memang selalu menyenangkan. Mengingatkan diriku bahwa aku selalu punya teman dan sahabat yang saling perduli.

Erfan mengantarku sampai mobil. Untungnya parkir mobil kami dekat. Kami berjabat tangan. Aku memandangnya lekat lekat. Membatin, Perasaan ini. Persahabatan ini. Jangan pernah berubah Fan..coz I think everything just fine. Kami saling melambai.

Today is Erfan Birthday… Uhm, Happy Birthday Fan…

Saturday, February 24, 2007

A Mother of Two

Dokter Bambang memandangku gusar “Kenapa Ibu nggak konsultasi dulu kalo mau pergi perjalanan dinas?. Keluar negeri lagi!”

“Maaf dok..saya pikir biasa saja, toh ini kehamilan saya yang kedua” saat itu-enam tahun lalu- kehamilanku memang masih dua bulan, aku masih langsing dan belum seperti perempuan hamil.

Dokter Bambang menggeleng.” solusio plasenta…janin Ibu tidak lagi aktif….harus bedrest... Malam ini juga.!! " Aku tercekat. Solusio plasenta artinya pelepasan ari ari dari dinding rahim.

Uhm, di hari hari terakhir aku dinas di Singapore aku memang mengalami pendarahan. Yang tidak kuduga, ternyata sangat fatal. Solusio plasenta bisa berakhir dengan kematian janin. Untung aku mengalami solusio plasenta ringan.

Dua minggu kemudian aku habiskan di lantai 3 RSPI. Ugh bosan!! Aku udah kayak lurah disana. Semua suster kenal padaku. Seminggu berikutnya aku habiskan bedrest dirumah. Bosan bosan bosan!! Namun aku memang harus menebus keteledoranku karena pergi ke Singapore tanpa persetujuan dokter Bambang.

HEBOH. Satu kata itu yang bisa mengambarkan sembilan bulan proses mengandunng Aim.

Setelah masalah solusio plasenta teratasi. Berikutnya dokter Bambang kembali mengejutkanku “dari USG terakhir ada indikasi hydrocepalus. Saya kirim USG di RSCM ya..supaya lebih akurat… " Selama menunggu jadwal ke RSCM aku cuma bisa menangis dan menangis. Hydrocepalus adalah hal yang mengerikan. Walau Ayah lebih tabah dan tawakal akan apapun yang bakal terjadi, namun aku terus saja menangis dan menangis

Untung saja, USG di RSCM yang diyakini lebih akurat hasilnya mengembirakan. Calon bayiku yang saat itu berumur 3 bulan dalam kandungan normal dan baik baik saja. Syukurlah…

Selesaikan ? Belum!! Saat aku sudah kembali sibuk dengan urusan promotion, launching, special event, aku mengalamai gejala pre-eklamsia. Muka dan jari jari tanganku bengkak. Aku bergegas menemui dokter Bambang. Tensiku normal. Aku cuma kelebihan asupan garam. Aku lalu diwajibkan diet dari garam. Walau berat, aku mematuhinya, semua ini demi anakku…

Berakhirkan? Belum juga. Saat aku suda hamil tua. Dokter Bambang kembali mewanti wanti “solusio plasenta bisa terulang saat sudah hamil besar..”

“bagaimana saya tahu bayi saya baik baik saja?” tanyaku cemas. Hey aku sudah mengandung delapan bulan. Aku tidak mau kehilangan bayiku. Aku sudah menyayanginya!! “Setiap jam Ibu harus hitung berapa kali dia bergerak. Kalo dibawah standard. Ibu harus cepat cepat kerumah sakit."

Saking kuatirnya aku lalu meminta jadwal praktek dokter Bambang di tempat lain. RS Asih, RSP Pertamina, SOS-Cilandak, Klinik Retna..semua!! Aku lalu membuat kartu pasien disana, in case something happen, catatan kehamilanku sudah tersedia disitu.

Selanjutnya, ditengah kesibukanku meeting, koordinasi, presentasi. Aku selalu menyempatkan diri menghitung berapa kali bayiku bergerak dalam satu jam. Ugh!! Ini hal yang membuatku cemas you know…

Satu kali pernah. Aku merasa bayiku tak lagi bergerak. Aku panik!! Karena saat itu hari minggu. dokter Bambang tidak praktek, Ayah mengantarku ke bu Bidan dekat rumah. Untungnya bu Bidan itu bisa menenangkanku. “Ini masih kedengaran kok detak jantungnya, kalo nggak bergerak..lagi males aja kali” hiburnya. Aku sangat berterimakasih pada bu Bidan tetanggaku itu. Dia benar. Sampai dirumah bayiku bergerak gerak lagi. Ah, kamu membuat Bunda cemas sayang…

Usaikan ? Belum juga tuh. Saat aku sudah dirumah untuk cuti melahirkan, dua minggu sebelum prediksi tanggal kelahiran. Aku kembali panik. Jam dua malam bayiku tak lagi bergerak. Ayah udah nggak tahan meliatku begitu paranoid. Kami meluncur ke RSPI dini hari menjelang subuh.. Aku sudah menangis dan menangis sepanjang perjalanan...

Suster lantai 3 RSPI bilang bayiku oke, tapi dokter Bambang menyuruhku stay dirumah sakit. Hari hari berikutnya aku habiskan di RSPI dengan kecemasan panjang. Bisa bertahankah bayiku?? Menjelang satu minggu berakhir dokter Bambang memutuskan untuk operasi caesar. Bayiku itu, anak keduaku, akhirnya lahir seminggu lebih dini. Kelahiran itu terjadi tanggal hari ini-persis enam tahun lalu.

Well, mengandung dan melahirkan Aim..adalah kehebohan terpanjang dalam hidupku. Namun aku senang aku bahagia. Allah mempercayaiku mempunyai satu anak lagi. Satu anak yang membuat hidupku berikutnya jadi lebih lengkap. Satu anak yang membuat hidupku selanjutnya jadi lebih berwarna. Hey!! I’m a mother of two …and its great!!

Friday, February 16, 2007

Asrama Haji Pondok Gede – Sebuah Akhir Perjalanan.

Pesawat Garuda kami mendarat dengan mulus di Sukarno Hatta jam lima sore. Meleset tujuh jam dari jadwal semula. Uhm, mudah mudahan nggak pake ceremony lagi, batinku.

Pintu pesawat dibuka, seorang perwakilan dari depag masuk dan mengucapkan selamat datang di tanah air. Kemudian seorang dari depag juga memimpin doa bersama. Yang aku heran, kenapa bapak itu menangis saat berdoa?

Well, kami adalah kloter haji regular yang pertama mendarat di Jakarta. Mungkin petugas dari depag itu teringat dan menyesali akan masalah catering di armina. Ah, sutralah. Untung acara ceremony diadakan dipesawat, jadi bisa cepat kelar.

Seperti yang sudah kami duga, kedatangan kami sudah disambut oleh banyak wartawan. Dengan adanya masalah catering armina kemarin , pastilah wartawan ingin mendengar dari kami sendiri bagaimana kondisi sebenarnya. Maklum kami kloter pertama haji regular yang mendarat di Jakarta.

Beberapa teman diwawancarai, uhm, untunglah semua itu tak berlama lama. Kami ingin segera sampai rumah. Dengan sepuluh bis kami dibawa ke pondok gede. Dua buah truk berjalan di depan kami berisi koper-koper besar jamaah. Uhm, welcome back to Jakarta.

Saat bis masuk halaman parkir asrama haji pondok gede banyak banget orang melambai lambai sampai pagar pembatas asrama. Ugh!! Tak sabar rasanya untuk segera bertemu dengan orang orang tercinta. Dengan cepat aku bisa melihat Bram dan Bapak dihalaman asrama…aku segera turun dari bis…aku menangis saat memeluk Bram..aku menangis saat memeluk Bapak…Haru dan senang tumpang tindih dihati..

Rupanya hanya Bapak dan Bram yang bisa masuk ke halaman asrama. Iqbal-Aim dan keluarga yang lain cuma bisa menunggu di tempat parkir. Setelah urusan koper semua beres, dengan memakai porter kami menuju mobil diparkir.

Waaaaah bahagianya bisa bertemu anak anak kembali!! Iqbal memelukku erat erat. Seakan tak ingin lepas. Kami menangis bersama. Aim ikut-ikutan juga memeluk, tapi dia tidak menangis. Ah Aim, Bunda kangen sayang…Berikutnya aku ganti memeluk Mamah. Kami menangis bersama...

Semua keluarga bergantian memeluk. Papa dan Ibu Mertua.. Adik adik suami. Adik bungsuku, Adik iparku dan Adik-adik ipar suami. Keponakan-keponakan juga ikut !! Aku senang sekaligus heran lalu bertanya “Semua komplit ya? kalian berapa mobil?” tanyaku. “empat” jawab tante Susi “dua dari cirendeu, dua dari condet”.

Masya Allah?! Kalo sepasang jamaah yang jemput ampe empat mobil gini, no wonder asrama haji pondok gede macet total!! Setelah menunggu hampir satu jam, baru mobil kami bisa bergerak keluar. Alhamdulillah. Sepanjang perjalanan pulang aku banyak bersyukur. Bahagia rasanya bisa berkumpul lagi ditengah keluarga dengan selamat.

Epilog-Sedikit sahabat, segambreng teman teman..

Waalaikumsalam, Bu Haji.. alhamdulillah sdh kembali dgn selamat, Kabar2i blm banyak. Minggu lalu bla..bla..bla (disensor..)
Wa'laikum salam, syukurlah selamet sampe rumah bla..bla.. (disensor juga..)
Aku tersenyum membaca dua sms dari sedikit sahabat yang kupunya. Senang rasanya bisa keep in touch lagi ma mereka.

Ass, mba, udh djkt?
hai Tan, udah balik dari hajj?
Udah pulang Bin ?
Lagi istirahat ya ?
Welcome home..he..he..kangen juga neh..
Elu kapan datang?
Gimana disana Bin?
Eh, kapan sampe Bin?
Lho si mbak, kapan pulangnya ??
Selamat datang di tanah air, mbak
Wah kangen lho.. kelas marketing sepi nih tanpa mbak..
I miss you... yes, I do (weiiiks!!)
Aku tersenyum lebar meladeni banyak sms dan dering telp yang bertubi tubi. Waaah seru rasanya sudah bisa kembali ditengah segambreng teman temanku..

Tuesday, February 13, 2007

Just People….

perjalanan haji, emang seharusnya dijalani dengan khusuk dan khidmad. But people is people. just people....makanya tetap saja ada kejadian lucu yang terjadi rombongan kami. kejadian lucu yang memberi warna ceria perjalanan haji rombongan kami.

Beberapa cerita lucu sudah melengkapi tulisan tulisan sebelumnya, berikut yang masih tersisa dan sayang untuk dilewatkan…

Palu dan Pa Ali
Saat akan memasang tali jemuran di top roof, bapak bapak rombongan kami bingung. paku dan tali sih avalable tapi.."eh, siapa yang bawa palu?"
Untung ada yang bawa palu. Namun sayang kecil euy. Nggak kuat buat ngetok paku di tembok beton
"ah kalo kecil gini teh..namanya pa Ali buka pa lu" celetuk seorang bapak. well, pak Ali adalah nama bapak dirombongan kami yang sepuh, kecil dan ringkih. semua orang di top roof itu tertawa.

Sms salah kirim
"pak Ali kalo ketemu pa Eddy bawaan nya pengin nelpon mulu" begitu guyon yg beredar diantara bapak bapak. Well, emang banyak orang kalo punya masalah dengan handphone.. datang ke ayah buat minta tolong. Seperti kali itu, pak Ali bilang pada ayah
"pak Eddy kok sms saya ngga dibales ya? sampe kagak ya?
"coba saya liat" kata ayah
Ayah mengecheck disent items. lho kok dikirim ke nomor rumah? bukan no HP? ah, kali aja nomor rumah pa Ali bisa sms... positif thinking aja.. soalnya no rumah kami juga udah diset supaya bisa terima sms kok...
"pak Ali telp rumahnya bisa terima sms?"
" ya kagak..pigimane bisa telp rumah dipake sms?"
duh pak Ali?? gaptek banget deh!!
"ya pantes aja ngga dibales.. pak Ali salah kirim.. ngirimnya ke nomor rumah" kata ayah geli
"Oh? gitu ye? coba pak eddy dah yang kirimin sms ke anak saya pesannya bla..bla.bla.
Aku dan ayah bertukar pandang. Geli habiiiiz!!

Seorang Eyang Uti yang cantik
Di depan pintu kamar aku mencium bau balsem yg sangat kuat. Eh? apa Eyang dikamar sebelah sakit ya?? aku membuka pintu kamarku. Lho ? kok dikunci ?? padahal banyak sandal didepan pintu.Uhm, pastinya mereka didalam, aku lalu mengetuk "assalamualaikum..Bintari nih"

pintu dibuka sedikit "hayo masuk..buruan..ada yang lagi kerokan"
Hah?! aku bengong meliat perempuan tertua dikamar kami sedang dikerok.Masuk angin. "Masya Allah?! gue pikir Eyang di kamar sebelah yang kerokan"

"saya juga Eyang ti kok.."katanya kalem. Berikutnya perempuan tertua dikamar kami itu sering diledek sebagai Eyang. Ugh!! Eyang uti kok cantik kinclong dan umurnya 45 tahun!! kami tertawa tawa mengodanya...

Jadi dikamar kami masing masing punya julukan. Aku dibilang askar lift karena pernah marah marah di lift. Perempuan pertama dijuluki askar jemuran, karena concern ngurus ketertiban jemuran di top roof. Sedang perempuan terakhir punya julukan askar pasar seng, soalnya demen banget belanja!! He..he..komplit deh seorang Eyang uti dikawal tiga orang askar.

Salah Melambai
Pernah terjadi, aku menunggu ayah yang sedang bersiap untuk ke masjid- sambil mengobrol di kamar tetangga sebelah kanan. Ujug Ujug kok ayah udah muncul di depan pintu kamar yang memang terbuka sejak awal.

Aku melambai.dan bergegas bangun dari duduk. Tapi eit ???!! Kok istri pak somad juga bangun.? aku perhatikan lagi baik baik sosok didepan pintu...astaghfirullah al adzim. itu pak Somad!! bukan ayah!! Rupanya pak Somad menjemput istrinya yang memang berkamar disitu..

Tanpa pake kacamata gini, aku memang terkecoh, soalnya pak Somad (karu3) dan ayah (karu2) emang punya postur nyartis sama dan sebangun hi..hi..jadi malu sama bapak dan ibu Somad...udah sok akrab pake melambai segala..

Besok besok aku berusaha lebih awas. itu ayah apa pak Somad? jangan sampai ketuker!! Salah melambai mungkin lucu, kalo salah gandeng kan berabe !! Weiiiks.

Manfaat SMS
Satu malam di mekah ayah mengirim sms dari kamarnya "udah ngantuk nih... si abang masih aja ngajak diskusi temen temen"

Dengan persuasif aku bilang sama istri si Abang yang bersiap tidur di paling ujung dikamarku "mbak.. bapak bapak dah pada ngantuk... tapi Abang Mbak masih aja semangat ngobrol.. takutnya besok kesiangan bangun gitu lho"

"oh oke.. coba saya sms abang ya.." perempuan tertua dikamar kami itu lalu mengetik sms pada suaminya sambil berguman "bang.. ayo tidur.. temen2 dah pada ngantuk tuh.."

Nggak lama sms ayah datang lagi" ....thanks gorgeous... lampu dah mati nih.. kita dah mau tidur..” Dalam kamar yang gelap aku nyengir. Waaah itulah gunanya SMS ya..hi..hi..


Bodoh Berjamaah
Saat di mina, kalo sholat berjamaah kan satu imam satu sekat per rombongan 45 orang. sayangnya batas dengan rombongan sebelah cuma sebuah kain terpal yang tentu saja tembus suara.

Kalo kita perempuan sholat dalam hijab pembatas laki dan perempuan, suka confuse. eh, imam kita teh suaranya yang mana ? ini udah sujud belum? udah saatnya bangun dari sujud belum??

pernah ada satu kejadian, sebagian perempuan berimam pada imam rombongan kami, sebagian lagi terlanjur ikut imam rombongan sebelah. duh? walau seusai sholat kami banyak banyak beristighfar. tapi tetep aja geli sendiri "bodoh kok berjamaah" kata seorang dari kami. kami tertawa tawa mendengarnya.

Sejak itu, hijab selalu dibuka saat sholat, agar selain ikut suara kita juga bisa liat gerakan para bapak bapak yang lebih dekat dengan sang imam. Supaya bodoh berjamaah tidak terulang kembali.

Tentang Karu
Selama di amina, kata kata paling merdu adalah jika terdengar berita "para karu diminta ambil makanan di tenda petugas" waaah.. segera deh 4 orang karu dari rombongan kami mengambil box makanan, kue dan roti, nasi, buah,pop mie dari tenda sebelah.

Saking seringnya para karu dipanggil..mereka suka diledek.. para KARU diminta kumpul... makan KARE... ada juga yang masih menambahkan... KARO onta..Hi..hi..ayah yang jadi salah satu karu dirombongan kami cuma bisa nyengir..

Imam kabur (1)
Hari terakhir di Mina saat menunggu bis ke mekah datang, rombongan kami bersiap-siap untuk sholat dzuhur berjamaah di dalam tenda. Bapak fulan-sebut saja begitu- sudah bersiap jadi imam.

Ujug ujug ada pengumuman bahwa bis sudah datang dan menunggu di jalan depan perkemahan. Begitu dengar bahwa bis sudah siap, pak fulan bergegas mengambil tas dan ngacir keluar tenda, menuju bus. Rupanya beliau takut ketinggalan. Takut nggak kebagian tempat di bis..

lho?? kok imamnya kabur? terpaksalah bapak lain mengantikan jadi imam. cerita soal imam kabur ini rame dijadikan bahan ledekan dirombongan kami.

Imam Kabur (2)
Setelah imam yang pertama kabur. sebelum sholat dimulai imam berikutnya dicolek sama seorang bapak, salah seorang makmun "Pak, bis udah nunngu..baca suratnya yang pendek pendek aja ya..al ikhlas sama wal astri.."

Sang imam cuma bisa nyengir. Waaah… baru kali ini ada imam didikte makmum soal pilihan bacaan sholat… he..he..bapak bapak itu suka pada ketawa kalo inget kejadian itu.

Bapak HD Ali
Setelah rukun dan wajib haji dilaksanakan oleh rombongan kami. Pak Ali keliatan lebih cerah dan sehat dibanding hari hari sebelumnya. beliau sudah mau meladeni canda bapak bapak yang muda"pak ali..seneg banget nih romannya"
"walau badan saya masih di mekkah..tapi jiwa saya udah di jakarta" kata beliau sok puitis.
semua orang ketawa. trus beliau bilang gini "kalo orang orang nanti tambah huruf H didepan kalo saya ntar HD"
apaan tuh? tanya bapak teman sekamar ayah
"haji dorong.. soalnya waktu tawaf ifadha saya kan didorong pake kursi roda" kata beliau geli sendiri. duh? pak Ali... ternyata lucu banget!!

Ustad Gaul
Saat menunggu bis ke Jeddah kami mengoda pak Jumain, bapak muda yang jadi karu4 di rombongan kami.
“Pak Jumain kayaknya nggak pantes deh kalo dipanggil ustad Jumain”
“Lho jadi pantesnya apa dong?”
“Ustad Jimmy…lebih gaul gitu lho..”
Pak Jumain..eh Ustad Jimmy cuma bisa nyengir. Kami tertawa bersama. Wah..Ustad Jefri alias Uje jadi punya saingan nih..namanya ustad Jimmy hi..hi..

Piagam Sertifikat Haji
Hari terakhir di Jeddah, Bapak karom membagikan sertifikat haji. disitu tercantum nama dan tanggal berapa kami melaksanakan wukuf. Hah?! Buat apaan?? yang kami cari kan ampunan dan ridho Allah. Bukan gelar. Apalagi sertifikat haji.

Banyak guyon yang terucap "udah terima aja.. lumayan bisa buat lampiran CV" Ada juga yang bilang.." coba liat halaman belakangnya deh. .ada nilainya.. wukuf berapa.. tawaf berapa.. lulus apa ngga..." hi..hi...walau geli masing masing kami menerima juga piagam itu. ah, ada ada aja deh..

Monday, February 12, 2007

Semua lillahi ta’ala...

"ah..aku pindah samping bu Prapto aja ah..." begitu kata seorang perempuan muda, teman serombongan yang pergi berhaji sendiri, saat kami sudah di business class, dalam cabin pesawat.

Hey?! Whats wrong dengan bu Prapto ? sampai harus ditemani ?? Uhm, prihatin lah. Soalnya saat sampai di Jeddah, pak Prapto suaminya justru harus dirawat dirumah sakit. Gulanya yang rata -rata 200, kali itu mencapai 590!! Segeralah pak Prapto (58 th) yang nyaris tak sadarkan diri dilarikan ke rumah sakit di Jeddah. Sebagai istri, bu Prapto ingin tinggal untuk menunggu sang suami, tapi rumah sakit menolak.

Pak Prapto sih jadi tangungan rumah sakit. Gratis. Karena semua jamaah memang dicover asuransi. Tapi bu Prapto tidak bisa tinggal. Beliau harus pulang ketanah air bersama rombongan. Pak Prapto akan disusulkan dengan kloter berikutnya. Dokumen dan passport pak Prapto segera diberikan ke rumah sakit.

Selama di airport, bu Prapto banyak sharing sama diriku. Karena kita duduk berdekatan. Berbagi karpet bersama. Yang heran, bu Prapto bisa bercerita dengan tabah, sedang aku justru berkaca kaca. Duh Ibu ? Hebat bener sih ?? Beliau bisa begitu tabah..

Aku lebih banyak speechless... mendengar riwayat penyakit pak Prapto. Bagaimana ribetnya mengatur pola makan beliau di Mekkah. Bagaimana sulitnya mereka menghadapi sortage food saat di Armina... Waaah..aku tambah berkaca kaca. Aku mengucap banyak syukur- Alhamdulillah- selama ini Ayah baik baik saja. Tidak pernah sakit yang serius.

Ah, Aku benar benar salut dengan ketabahan bu Prapto. Meninggalkan suami jauh dari tanah air, dengan kondisi begitu memprihatinkan bukan hal yang mudah. Bu Prapto bisa begitu kuat karena beliau memasrahkan semua pada Allah. Semua lillahi ta’ala...

Uhm, bu Prapto telah memberiku teladan berharga, bagaimana menyikapi saat suami tercinta-bapak dari buah hati tersayang- terbaring sakit. Setelah usaha sudah diupayakan, hasil akhir hanya pada Allah. Hanya kepada Allah kita berserah diri. Hanya pada Allah kita bertawakal.Semua lillahi ta’ala...

Saat di cabin pesawat. Aku mengeser posisi duduk. Menyender dipundak ayah. Merem. Merasa nyaman. Uhm, aku bersyukur alhamdulillah selama ini Allah memberikan limpahan kesehatan pada suamiku. Justru aku-bunda pujaan hati anak anak ayah (ehm..ehm.. begitu ayah suka bilang)- yang sering sakit dan bolak balik masuk rumah sakit. Namun aku tau, setelah semua usaha di upayakan... aku mengerti Ayah juga memasrahkan hasil akhir pada Allah. Semua lillahi ta’ala...

Ah, andai aku bisa seperti mereka. Seperti bu Prapto. Seperti Ayah. Uhm, aku memang masih harus banyak belajar.

Rombongan kami prihatin. Rombongan kami merasa tidak lengkap tanpa pak Prapto. Sing tabah ya, Bu... cepat sembuh ya, Pak...

Epilog - Kunjungan ke Rumah Sakit

Sebagai sesama karu, Ayah (karu2) dekat dengan pak Prapto (karu1). Makanya saat mendengar pak Prapto dirawat di Rumah Sakit Fatmawati, begitu sampai di Jakarta sepulang dari tanah suci - kami menengoknya.

Seneng liat pak Prapto sudah bisa berkumpul kembali dengan keluarga. Walau masih lemas beliau bercerita pengalamannya dirawat di rumah sakit Jeddah. Sendirian. Lack of cash. Lack of cloth. Alhamdulillah pak Prapto bisa melewatinya.

"Aku ki malah bingung..sakwise tekan asrama haji kok anak anak dan semua yang njemput wis podo nangis..apa Bapak udah nggak ada ?? Lho kok malah wis nangis disik...?? yo aku dadi melu nangis tho Mbak..." kata bu Prapto dengan medok. Aku berkaca kaca mendengarnya...

"kabeh tamu sing teko nang omah, akeh.. tur podo nangis tekoke Bapak.. wah.. wah.. aku dadi tambah bingung kae... pokoke prihatin tenan Mbak" Aku berkaca kaca membayangkannya..

Aku dan ayah bertukar pandang. Aku masih berkaca kaca. Well, saat suami atau istri terbaring sakit. Memang bukan hal yang gampang dijalani. Namun jika kita tawakal, memasrahkan semua hasil akhir pada Allah. Apapun itu. Bagaimanapun itu. Insya Allah kita bisa tabah melewatinya..... uhm, I love you honey..

Sunday, February 11, 2007

Airport Jeddah – Sebuah Penantian Panjang

Walau jadwal penerbangan kami masih jam 19.30. Namun jam 11 kami sudah harus check out dan diantar ke bandara.
Dibandara Jeddah kami khusus ditempatkan di terminal haji, yang berbeda dengan terminal penerbangan regular.

Kondisi disana sangatlah crowded. Kebanyakan jamaah duduk duduk dan berbaring di lantai ruang tunggu, menunggu pesawat datang.

Sebetulnya sih oke aja, tak ada gengsi tak ada malu. Nggak perlu jaim deh, toh semua orang begitu. Hanya saja terminal yang nyaris tak berdinding dan punya atap berbentuk atap tenda tidak bisa menahan dinginnya angin yang berhembus keras. Walau cukup makan, aku tetap merasa kedinginan.

Berjam jam berlalu tanpa kepastian. Katanya pesawat kami delay, uhm namun tidak ada kepastian delay berapa lama. Sampai kapan kami harus menunggu begini? Sejak tiba di Bandara jam satu siang, kloter kami baru dipanggil untuk antri di gate jam 11 malam !!

Kehebohan dimulai. Antrian segera mengular.Semua perempuan diminta di depan. Laki laki dibelakang.
Sebetulnya kalo semua jamaah patuh, satu tangan membawa travel bag dan tangan satunya membawa jirigen zam zam yang dibagikan dibandara, rasanya kondisi tak akan seribet ini.

Namun aku melihat banyak jamaah membawa lebih dari kemampuannya. Masya Allah!! Satu orang bisa 4-7 bawaan!! Aku sudah tidak perduli dengan orang-orang yang menyerobot antrian. Sungguh, aku sudah cape!!

Setelah pemeriksaan passport dan check body yang makan waktu lama… kami diminta naik kelantai tiga untuk mencapai pintu pesawat. Waduh?!! Jamaah yang jinjingannya banyak kan rata rata pake troly lipat, dan mereka sangat kerepotan saat naik tangga. Akhirnya dibuat jalur khusus jamaah yang hanya menjinjing tas, agar tidak terhambat jamaah yang ribet dengan trolinya.

Aku beruntung dengan hanya menjinjing tas dan jirigen zam zam aku bisa sampai agak depan digate lantai tiga. Gate tidak juga dibuka. Padahal jamaah dari bawah terus mendesak. Kerumunan depan gate sudah begitu sesak.

Namun yang membuatku kecewa-nggak habis pikir-saat crew darat airport jeddah yang berdiri depan gate menyuruh kami turun “Please go back to first floor..the bus will pick you up there".
What?!! Kami sudah kelelahan naik tangga dengan membawa tas yang berat. Masak disuruh turun lagi? Aku protes keras “Now way!! There is no space to go back.” Dia seharusnya liat dong. Kondisi sudah begini rapat!

Please tell people behind you to go back..there will enough space
“just tell ‘em by your self!!" seruku sebal.

Banyak wajah heran, banyak wajah tak percaya. Mungkin belum semuanya ngeh kalo kita diminta turun lagi. Laki laki muda arab itu mengulangi kata katanya “Please go back to first floor..the bus will ick you up there." Tak seorangpun bergeming. Antara bingung dan tak percaya. Come on... we tired already!! Batinku kesal.

Dia lalu menunjuk mukaku…”You!! tell ‘em in your language “ Walau sebal, aku bilang baik baik pada kerumunan perempuan disitu “Ibu Ibu kita diminta turun ke lantai satu, nanti paka bus kepesawatnya.” Langsung terdengan banyak protes dan orang beristigfar…
Masya Allah!!
Dzolim…

Ini keterlaluan…
Tega betul sih?
nggak mau ah…
Astaghfirullah al adzim!!
Tak seorangpun bergerak dari kerumunan. “You see..” kataku sengit pada laki laki arab crew darat didepan gate itu. Laki laki itu keliatannya frustasi melihat kami tak juga mau turun. Dia berseru “Hajjah.. Hajjah…are you want to go home or not?”

Ugh!! Udah deh. Kalo dia udah ngancam gitu kita nggak punya pilihan lain. Seorang Ibu dari KBIH Dian Mahri dengan sabar bilang “ayo ibu ibu kita ngalah.. kalo nggak diturutin ini nggak akan selesai.”

Kehebohan ditangga berulang kembali. Apalagi buat perempuan perempuan yang bawa barang banyak pake troli. Turun tiga lantai bukan hal yang gampang!! Sampai dibawah- Masya Allah-ternyata ujian kesabaran belum selesai!!

Aku betul betul jengkel saat kami diminta naik lagi keatas. Bus dicancel, sudah disiapkan belalai menuju pesawat dari gate dilantai tiga. Astaghfirullah al adzim. Mengapa kami diperlakukan semena mena begini ??

Kehebohan ditangga terjadi untuk kesekian kalinya. Aku yang cuma menjinjing travel bag dan jirigen zam zam segera sampai diatas bersama sedikit perempuan yang lain. Aku langsung protes keras pada crew darat yang tadi menyuruh kami turun “come on!! please be professional !! well planning!!..you can NOT treat us like this!!” Laki laki arab itu diam tak merespon. Hah!! Dengan kesal aku segera berlalu menuju belalai pesawat.

Crew cabin pesawat Garuda seperti memaklumi kelelahan kami yang sudah nyaris 10 jam menunggu kedinginan. Kami segera dibantu menaikkan tas. Setelah duduk di business class aku baru merasakan bahwa aku mual. Asam lambungku mendesak naik. Segera kusambar kantong kecil di belakang tempat duduk pesawat, lalu muntah. Astaghfirullah al adzim. Aku memang terlalu capek dan emosi dibawah tadi.

Gubraaak, seoarang perempuan dkelas ekonomi pingsan kelelahan. Para Pramugari sibuk menolongnya. Setelah sadar perempuan itu menangis keras. Uhm no wonder. Buat naik pesawat aja , ternyata butuh perjuangan panjang. Setelah kehebohan dibelakang usai, aku memanggil pramugari, segelas teh manis hangat membuatku lebih baik.

Setelah tiga jam berlalu pesawat baru penuh terisi. Jam dua malam kami baru terbang setelah tujuh jam lebih terlambat dari jadwal di tiket. Kami menunggu 13 jam sejak tiba dibandara sampai dengar pesawat take off. Ini benar benar hal yang menguras energi dan emosi. Aku memilih tidur sepanjang perjalanan. Wajah anak anak dan keluarga, sudah begitu dekat didepan mata...

Saturday, February 10, 2007

Jeddah – Sebuah Kota Transit

“You know what ??All the luggages already jejer di lorong kamar kita!!” kata seorang teman sekamar antusias. Tak lama datang petugas dari perusahaan cargo yang menimbang koper jamaah agar sejak awal sudah ketauan mana yang over dari 35 kg.

Hal ini untuk mengantisipasi supaya nggak repot nantinya di bandara. Untung satu rombongan kami tidak ada yang overweight. Koper koper besar itu berangkat H-1 darihari terakhir kami di Mekkah, dan langsung di kirim ke airport King Abdul Aziz-Jeddah.

Pada hari H-setelah tawaf wada kami harus menunggu berjam jam di lobby dan tepi jalan depan maktab tanpa kepastian-uhm, again and again. Seorang Bapak sampai marah-marah hebat “Kami ini manusia, bukan kambing!! Jangan perlakukan begini!!” Nah Lho?!

Menunggu berjam jam tanpa kepastian adalah hal yang sering harus dijalani selama perjalanan haji. Kalo saat itu aku nggak ikutan complain, itu karena aku sudah tidak perduli!! Bodo amat lah…

Akhirnya menjelang dzuhur berangkat juga ke Jeddah. Sepanjang perjalanan aku lebih banyak diam. Ingatan akan banyak pengalaman di Madinah, Mekkah dan Armina melintas cepat.. Uhm… I‘ll miss it…. I’m very sure I’m gonna miss it…

Alhamdulillah, sesampainya di Jeddah kami ditempatkan di hotel bintang empat bernama Hotel Al-Adzar. Aku tidur sekamat berdelapan. Ah, sudahlah, toh cuma buat semalam.

Seusai magrib kami dijemput seorang teman dari adik ayah yang pernah bekerja di Jeddah. Mereka membawa kami berputar putar kota Jeddah dimalam hari.





Pastinya mampir pertokoan paling terkenal disitu yang disebut Balad.Dibanding Mekkah dan Madinah yang so peaceful , Jeddah memang lebih punya daya tarik duniawi. Gemerlap kota internasional.

Kami juga melintasi masjid qhisash, dimana tempat dieksekusinya hukum pancung, wow...

Kami mampir sebentar di Juga masjid terapung , yang maksudnya masjid yang menjorok kelaut merah. Saat melewati Ikea, mereka menawari kami mampir, tapi aku menolak..uhm..sulit menghindari godaan belanja di Ikea. Aku cukup realistis. Tak ada lagi tempa tersisa di travel bag jinjing kami.

Besoknya, sebetulnya jadwal ziarah rombongan kami untuk melihat lihat kota Jeddah. Namun karena sudah merasa cukup tadi malam, kami memutuskan tidak ikut. Agak siang dengan naik taxi kami-aku, ayah dan kakak tertua di kamarku- merencanakan mampir ke balad, namun kami kecele.Weeeiiiiks!! Ternyata balad tutup.

Oh, rupanya kalo hari jumat seperti saat itu, toko toko di disana baru buka setelah ashar. Kan ada sholat Jumat. Ya sutra, dengan naik taxi yang sama kami berputar putar sendiri di kota Jeddah. Lalu sedikit berfoto foto di tepi laut merah.

Jam 10.30 Hpku berdering “udah dekat belum ? kita sudah siap siap mau chek out” kata teman sekamar.
“Oh ya..ya..ini lagi on the way balik ke hotel”. Dalam limableas menit taxi kami sudah sampai di hotel..

Friday, February 09, 2007

Tawaf Wada- Perpisahan Pada Baitullah

Hari terakhir di Mekkah, tiba saatnya melaksanakan tawaf wada. Sebagai ritual perpisahan pada baitullah. Setelah shalat subuh kami bersiap. Ini adalah tawaf yang terakhir, kami ingin melaksanakan sebaik mungkin.

Kami tawaf di pelataran kabah yang begitu sesak. Putaran berjalan lambat. Jarak antar manusia begitu dekat. Aroma beragam manusia berbaur jadi satu. Namun aku mengabaikannya.

Aku memandangi kabah sambil terus berdzikir. Aku memandangi kabah yang entah kapan aku bisa kunjungi lagi. Aku memandangi kabah dengan berkaca kaca… Subhanallahi wal-hamdu lillahi wa la ilaha illallahu wallahu akbar….

Saat melewati multazam. Aku tak sia siakan kesempatan dan menit menit terakhirku kali ini untuk berdoa di depan kabah. Air mataku menetes deras menyadari aku yang sombong, aku yang sering lalai, aku yang sering berbuat dosa, berjalan mengitari kabah sambil berdoa... Memohon banyak hal….well, mungkin terlalu banyak hal....

Jadi, apapun problemmu…. bisikanlah… apapun keinginanmu… sampaikanlah… apapun harapanmu …. sebutkanlah… apapun permohonanmu… ucapkanlah… percayalah... saat tawaf di depan kabah… Allah terasa begitu dekat... you know...

Setelah tawaf berakhir, kami sholat dua rakaat lalu berdoa seperti yang ada di buku panduan doa, yang berakhir dengan kata kata berikut:

…..Ya Allah janganlah engkau jadikan waktu ini masa terakhi bagiku dengan rumah-Mu. Sekiranya Engkau jadikan bagiku masa terakhir, maka gantilah surga untukku, dengan rahmatmu, Wahai Tuhan yang maha pengasih dari segala yang pengasih.Amin. ya rabbal-alamin.

Haru dan sedih tumpang tindih dihati. Rasanya sayang meninggalkan baitullah dengan begitu banyak pengalaman yang berkesan. Rasanya sayang meninggalkan tanah suci yang telah mengoreskan banyak pelajaran berharga. Rasanya sayang meninggalkan semua kedamaian dan kedekatan dengan Allah yang begitu sering kurasakan disini.

Nyaris 40 hari di tanah suci sebetulnya bukan waktu yang pendek. Namun 40 hari di tanah suci ini rasanya cepat sekali berlalu. Banyak hal dalam 40 hari ini yang terus akan lekat dalam ingatanku. Tentang betapa banyak nikmat yang kudapat. Tentang betapa banyak pengalaman berharga yang kujalani. Tentang betapa tentram dan damainya saat saat beribadah disini. Tentang semua hal... yang akan membuatku rindu untuk kembali...

Uhm, it’s a great journey… you know… I'll miss it.. I’m sure .... I’m gonna miss it…

Thursday, February 08, 2007

Tawaf Ifadha dan Sai- Sebuah Akhir Ritual Haji

Tawaf Ifadha adalah salah satu rukun haji. Makanya aku merasa belum tenang sebelum melaksanakan. Akhirnya saaat tiba di mekkah-kami istirahat dan cari makan dulu. Menjelang magrib baru kami menuju Harom untuk Tawaf dan Sai.

Suasana masjidil haram penuh sesak. Walau banyak jamaah yang sudah tanazul, banyak juga yang saat itu masih di mina, tapi suasana di masjidil haram sangatlah padat. Berdesak-desak an terjadi dimana-mana. Dihalaman. Di pintu. Apalagi di lokasi tawaf...

Seusai shalat Isya-sebelum memulai tawaf kami mensurvey dulu. Uhm, dimana sekiranya yang kami bisa melakukan tawaf. Pelataran kabah terlalu rapat. Berdesakan dan nyaris tak bergerak -saking lambatnya. Lantai dua kayaknya oke nih...

Jam delapan kami mulai tawaf. Kondisi begitu sesak!! Walau bibir membaca dzikir, namun sulit banget buat khusuk. Tawaf di lantai dua yang punya jarak tempuh sekitar 800 meter sekali putar aja berjalan lambat.

Yang sulit, kita yang sedang tawaf suka banget ketabrak kursi roda dari belakang… Allahu Akbar!! Sakit you now..!! Lho kok ? Uhm, setahuku kan ada jalur khusus kursi roda, jalan melingkar berpagar yang persis dibibir lantai dua, yang dibuat pas buat satu kursi roda. Kenapa bisa keluar jalur gini ??

Aku melongok kesana. Masya Allah !! Ibarat jalur bus way- jalur kursi roda itu macet total. Berhenti grek!! Waaah pantes pada pindah jalur ke jalur orang berjalan. Setelah tiga putaran kami memutuskan pindah ke lantai tiga..

Lantai tiga. Walau kursi roda tidak sebanyak di lantai dua, tantangan bertawaf di lantai tiga adalah anginya dingiiiin banget. Setelah dua putaran kami berhenti dulu mengambil nafas. Dilantai tiga putarannya berasa jauuuuh banget. Satu putaran 1000 meter.

Uhm, baru lima putaran nih. Kami melongok ke bawah, eh dilantai satu – dilingkaran luar pelataran kabah yang biasa dipake sholat, rada mendingan kosong tuh. Dengan naik tangga kami pindah kelantai satu. Putaran sih tetap jauh, tapi bergerak lebih cepat daripada yang dipelataran kabah. Hari udah malem tapi masih saja berdesakan.

Kami selesai tawaf pukul 10.30. Alhamdulillah selesai juga. walau butuh dua setengah jam untuk tujuh putaran mengelilingi kabah. Dengan jarak lintasan total +/- 7 km. Tiga lantai, semuanya dijalani.

Kami lalu sholat sunnah dua rakaat. Kemudian aku duduk selonjor dilantai masjid. Meluruskan kaki yang senut senut. Mengoleskan counter pain..cape!! Apalagi sejak di Mina telapak kakiku memang lecet. Pake kaos kaki dua lapis tidak terlalu menolong. Rasa perih tetap menyiksa.

“Ayo kita sai” ajak Ayah.
“Kalo besok aja gimana ?” tanyaku dengan nafas pendek pendek...duh? Capek banget!!
“besok pasti lebih penuh sama yang nafal akhir. Ayolah.. sai pendek kok” Ayah insist.
“uhm, berapa kilo?” ugh!! Otakku mampet!! Nggak bisa mikir!!
“nggak sampe tiga kilo. Lempar jumrah delapan kilo aja kuat. Masak tiga kilo lagi aja pake ditunda ?"
Mendengar "cuma" tiga kilo, aku jadi bersemangat. Aku bangun dan bersiap untuk sai.

Dilantai satu jamaah sangat padat. Sai berjalan timik timik. Kaki tak lagi bisa melangkah tapi diseret pelan mengikuti arus . Waah ? Nyaris nggak bergerak!!

Kami akhirnya memilih sai di lantai dua. Walau tetap berdesakan tapi tidak sepadat di lantai satu. Dilantai dua kursi roda tetap luber keluar jalur khusus yang disediakan ditengah lintasan sai.


Aku lebih semangat saat sai dibanding tawaf. Aku melupakan lecet kakiku. Aku mengabaikan kelelahanku. Kondisi begitu padat, sangat tidak mungkin sai sambil membaca buku panduan doa. Dengan bergandeng tangan-bukan sok mesra tapi takut ilang, saking penuhnya-Kami melafalkan dzikir dan doa doa sepanjang safa dan marwah pulang pergi. Semakin mendekati perjalanan ke tujuh, aku semakin antusias. Rukun dan wajib Haji kami akan segera terpenuhi.

Sai berakhir di bukit Marwah, lalu kami berdoa menghadap kabah sesuai buku panduan, yang artinya adalah (dikutip dari buku tuntunan doa dan dzikir ibadah haji-depag 2006)

Ya Allah ya Tuhan kami, terimalah amalan kami, berilah perlindungan kami, maafkanlah kesalahan kami dan berilah pertolongan kepada kami untuk taat dan bersyukur kepada-Mu. Janganlah Engkau jadikan kami bergantung selain kepada-Mu. Matikanlah kami dalam Iman dan Islam secara sempurna dalam keridha-an Mu.

Ya Allah rahmatilah kami sehingga mampu meninggalkan segala kejahatan selama hidup kami, dan rahmatilah kami sehingga tidak berbuat hal yang tidak berguna. Karuniakanlah kami sikap pandang yang baik terhadap apa apa yang membuat-Mu ridha terhadap kami. Wahai Tuhan yang maha pengasih dari segala yang pengasih.


Ritual selanjutnya adalah memotong sedikit rambut sebagai syarat tahalul akhir. Di pintu keluar bukit marwa, kami celingak celinguk. Uhm minta tolong siapa ya untuk mengunting rambut?? Bapak bapak Itu kayaknya orang orang Indonesia deh…kami mendekati mereka. Tapi kok Bapak bapak itu sedang digunting rambutnya sama seorang Ibu-kelihatannya pembimbing KBIH. Uhm, kami nggak sreg ah... kami urung untuk mendekat.

Akhirnya kami prefer mendekati sepasang suami istri Malaysia. Mereka sudah bertalalul dan bersedia membantu memotongkan sedikit rambut kami sebagai syarat bertahalul akhir. Ayah dan pakcik, aku dan makcik itu saling bersalaman dan berpelukan hangat.” Mabrur..Mabrur…” kata suami istri Malaysia itu. Kami tersenyum lebar dan berucap “Insya Allah…Thank you ...pakcik !! Thank you ..makcik!!”.

Alhamdulillah. Rukun dan wajib haji telah kami penuhi. Sungguh, lega rasanya. Adalah suatu kebahagian tersendiri bisa memenuhi kewajiban rukun Islam yang kelima

Uhm, terselip sebuah niat dihati, untuk memulai hidup yang baru. Hidup yang lebih baik. Hidup yang lebih lurus. Hidup yang lebih dekat dengan ridho-Nya.

Epilog-catatan tentang bertahalul.
Memotong sedikit rambut adalah syarat bertahalul. Seorang perempuan teman sekamar yang ilmunya bagus punya pengalaman menarik. Saat itu dia melihat beberapa bapak bapak Indonesia sedang dipotongkan rambut oleh seorang perempuan berumur -uhm keliatannya sih pembimbing KBIH.

Seorang laki laki Turki yang kebetulan lewat dan melihat kejadian itu berseru “haram..haram..” pada mereka. Merasa sebagai satu bangsa, temanku itu mendekat dan memberitahu baik baik “Ibu…tahalul ada aturannya. Perempuan tidak boleh memotong rambut laki laki.. apalagi bukan muhrim"

Ibu itu malah tertawa mengejek “ Ah, saya kan udah berapa kali haji…ngga pa pa kok..” Ya..sutralah. Temanku itu malas berbantah. Walallahualam bi shawab.

Well, jika ada orang yang berseru “haram...haram”..pada kita. Marilah kita instropeksi diri. Apakah yang salah dengan diri kita. Apakah yang salah dengan pemahaman kita selama ini. Terbukalah untuk semua input. Kita memang perlu terus belajar. Kita memang perlu terus saling mengingatkan. Semua demi kebaikan bersama.

Wednesday, February 07, 2007

Gagalnya Catering di Armina – Ujian Pemerintah Indonesia

Dua hari sebelum keberangkatan ke Arafah, tertempel pengumuman dari pemilik mahtab di dalam lift. Intinya, untuk tahun ini pengurus mahtab tidak bertanggung jawab lagi atas catering di armina seperti tahun tahun lalu. Karena pemerintah Indonesia telah menunjuk satu perusahaan catering.

Uhm, kami tidak berpikir buruk. Kami hanya tau, tahun ini ada perubahan system catering. Saat berangkat wukuf ke arafah kami tidak punya pikiran buruk bahwa perubahan sistem ini ternyata tidak berjalan mulus. Makanya kami hanya membawa sedikit roti plus keju, sedikit biscuit, dan 2 pop mie sebagai bekal..

Semua teman yang sudah berhaji bilang makanan di Armina melimpah, karena selain catering nasi box yang disediakan pemerintah melalui pengurus mahtab, banyak sekali sadakoh orang saudi berupa roti , kue, biscuit dan buah buahan. Pokoknya makanan adalah hal yang tidak perlu dipikirkan jamaah. Yang penting ibadah dan ibadah.

Setelah semalam di arafah nggak ada dapat jatah nasi, kami juga tidak mendapat infomasi yang jelas. Yang ada cuma bisik bisik. Pagi hari saat dhuha, aku begitu gemetar. Pengin makan yang rada proper-nasi maksudku-tapi yang ada dihadapanku adalah box sodakoh berisi kue kue yang belum kumakan sejak semalam.

Ayah menghampiriku dan mengingatkan , “Bun, prepare dengan kondisi terburuk. Ayah dengar bisik bisik kita nggak dapat jatah nasi. Ada masalah catering. Makan apa yang ada!! Jangan pilih pilih, ini demi kesehatan Bunda sendiri.”

Walau terkejut!! What?! Serius nih?! Aku tidak memperpanjang pembahasan dengan ayah. prioritas segera isi perut !! Dengan gemetar aku mulai makan. Aku berusaha bersyukur dengan apa yang kumiliki. Roti, keju, kurma, biscuit. Jeruk. Semua kumakan tanpa berpikir lagi soal rasa. Minum jus kotak yang manis buanget juga sangat menolong. Alhamdulillah aku merasa lebih baik. Berikut berikutnya –tanpa lagi disuruh ayah-aku selalu makan jatah box kue yang kudapat. Aku tau, ini demi kekuatan dan kesehatan diriku sendiri.

Menjelang sholat dzuhur baru ada informasi resmi dari kepala Kloter, bahw kami diminta bersabar. Ada masalah dengan catering sehingga kami diharapkan makan apa saja yang ada. Apa yang kami punya. Dari box sodakoh maupun sedikit bekal yang kami bawa dari Mekah.Masya Allah!! Ternyata bisik bisik yang didengar Ayah benar…

Beberapa sms mulai masuk dari Indonesia. Wow ?? begitu cepat masalah ini sampai ke Indo?? Rupanya banyak juga jamaah saat itu yang berprofesi wartawan atau anggota DPR mereka-lah yang men-sms ke Jakarta. Dengan cepat berita bahwa terjadi masalah catering, merebak di tanah air..

“makanan terlambat ya, Bin?" tanya Mulat.
“Bunda, apa bener sampe minum air ledeng??..” tanya Dian
”Jamaah haji kelaparan, gue liat ada beritanya di Internet…” kata Bram
“Bunda, kelaparan ya ? “ tanya Iqbal

Uhm, kelaparan sih nggak, sayang…. Alhamdulillah masih ada makanan. Tapi emang nggak enak nggak ketemu nasi. melayu is tetap melayu… you know… belum berasa makan kalo belum ketemu nasi. Sejak makan siang terakhir kami di Mekkah, 45 jam kemudian baru kami mendapat nasi box-sadakoh dari orang Saudi, saat hari kedua di Mina.

Sepulang dari armina, baru aku sempat merenungkan hal ini. Ugh!! Alangkah malunya pemerintah Indonesia. Di forum akbar internasional gini, imagenya drop. Jamaah Indonesia paling banyak, 10% dari total jamaah. Pastilah masalah ini rame dibicarakan oleh jamaah Turki, Malaysia, dan bangsa lain. Uhm, seharusnya pemerintah kita malu..

Banyak yang bilang ini ujian buat jamaah. Bisa bersabar atau tidak. Well, banyak kisah, banyak cerita yang kudengar.. Konon banyak terjadi perebutan box nasi sadakoh.. Jamaah berlari lari mengejar mobil distribusi sadakoh (ada dokumentasi pribadi yang sudah disiarkan di teve)-demi mendapatkan nasi.

Ada juga kepala kloter disandera dimintain pertanggungan jawab. Ribut berebut air panas. Sampai dengan penjarahan dapur umum mahtab 7 di Mina (teman dirombongan sempat mendokumentasi pake handycam nih) Astagfirullah al adzim!! 200 ribu lebih jamaah, memang tidak semua sama penerimaannya.

Sayang sungguh disayangkan. Seharusnya jamaah hanya memikirkan Ibadah. Namun bisa dimengerti, disaat perut menagih minta nasi-melayu is tetap melayu ..you know…konsentrasi jadi terpecah. Ibadah jadi tidak bisa semaksimal seperti yang diharapkan. Kesabaran menipis. Kesehatan dan daya tahan tubuh drop.

Sedih membayangkan nenek kakek, aki nini, simbah eyang yang berhaji bareng kami tahun ini. Kondisi ini pastinya berat untuk mereka lalui. Walau depag memberikan kompensasi 300 real/orang, namun menurutku kelalaian ini tetap tak tergantikan dengan sejumlah uang.

Tidakkah ada yang berpikir, bahwa ini justru ujian bagi pemerintah Indonesia ?? Bangsa kita terkenal korup!! Sepertinya Allah mengingatkan pemerintah kita dalam forum akbar internasional ibadah haji ini, untuk lebih mawas diri. Allah mengingatkan pemerintah kita agar berusaha jadi pemimpin yang amanah, dan peduli akan nasib rakyatnya.

Tidakkan ada yang sadari bahwa masalah ini-gagalnya catering jamaah haji Indonesia- adalah juga teguran-peringatan Allah kepada pemimpin-pemimpin bangsa kita.

Seperti juga begitu banyak bencana alam, kecelakaan moda transportasi. Tidakkah pemerintah kita aware ?? Untuk bebenah. Beberes diri. Memperbaiki kinerja...

Jadi pemimpin-pemerintah memang tidak mudah. I know that.. Jika saja pemerintah kita bisa-copy paste-meneladani kepemimpinan Rasulullah dan para sahabat untuk menjadi pemimpin yang amanah. Insya Allah... Allah akan melindungi memberikan rahmat yang lebih berlimpah kepada negeri kita tercinta ini. Marilah kita sama sama berdoa untuk punya pemimpin yang lebih baik dan amanah, dimasa yang akan datang.

Note : Foto saat Menag bertemu dengan para kepala kloter di Mekkah untuk membahas gagalnya catering ini, diambil dari web depag.

Cerita Lucu – Gelandangan Intelek

Seorang bapak dalam rombongan kami, pergi berhaji bersama istri dan mertuanya. Mereka hampir sebaya dengan kami-sekitar 40 tahun. Namun mertuanya sudah berusia 70 tahun. Sungguh sedih melihat Eyang Putri yang sudah sepuh itu terpaksa makan apa adanya sepertti kami. Beliau bawa obat jantung segepok!! Aku ngeri, duh Eyang semoga kurangnya asupan makan, tidak berpengaruh pada jantungya.

Saat mabit di muzdalifah, teman kami itu berusaha mencari nasi buat sang mertua. Dia rela ikut mengejar mobil box distribusi nasi sodakoh. Dapatkan ? Nihil!! Jumlah nasi box yang dibagi tidak sebanding dengan jumlah jamaah yang meminta.

Ketika dia kembali di tengah kami, teman teman melempar guyon. “Kita nih bisa dibilang gelandangan intelek… uang ada... pendidikan tinggi... tapi masih juga ngejar mobil sadakoh…”

Gelandangan Intelek. Geli juga kalo dengar istilah itu. Walau uang ada, tapi kalo nggak ada yang jualan.. uang tidak banyak membantu. Pendidikan tinggi, tapi kalo kebutuhan akan nasi begitu mendesak... terpaksalah rela mengejar mobil sadakoh.

Gelandangan intelek...hi..hi.. emang kata yang pas banget buat mengambarkan kondisi teman kami saat itu hi..hi..

Tuesday, February 06, 2007

Toilet di Armina -Kebaikan Hati Seorang Bibik

Pernah terjadi saat di Mekah. Seusai makan aku buru-buru menaruh priring kotor dan gelas dipantry dekat kamar mandi. Ah, ntar aja deh nyucinya, pikirku. Soalnya Ayah udah ngajak beli buah ditoko sebelah nih..

Saat kembali ke pantry untuk cuci piring.. lho kok ? udah dicuci ?? Piring dan gelasku udah bersih tersimpan di rak. Waaah ini pasti si Bibik. Aku mengetuk kamar sebelah...

“Bibik..cuciin piring saya ya… sebetulnya nggak perlu repot repot bik.. tapi makasih banyak ya…” Bibik yang kumaksud, seorang perempuan 45 tahunan yang tidur di kamar sebelah. Beliau adalah pembantu rumah tangga yang dibiayai pergi haji oleh keluarga tempat dia bekerja.

“Nggak pa pa Bu… tadi sekalian saya juga pas cuci piring saya”katanya kalem. Uhm, tapi tetap aja aku nggak enak ati dan bilang sama perempuan lain yang sekamar dengan Bibik "Gue nggak enak hati , Mbak… dicuciin piring ma Bibik….”

“udahlah Mbak..nggak pa pa ...dia memang seneng berbuat baik gitu. Aku aja pernah.. baru ngerendem baju.. eh, aku pulang dari masjid bajuku satu ember dah dicucin ma dia“. Aku tertegun. Subhanallah. Baik betul ya si Bibik ??

Now… soal toilet di amina. Jika toilet di masjidil Haram dan masjid Nabawi selalu dibersihkan oleh petugas khusus. Hal itu tidak berlaku saat di armina (Arafah-Mina). Tidak ada petugas yang berkewajiban membersihkan toilet umum.

Saat akan berangkat ke Armina. Toilet umum juga jadi concernku. Namun Alhamdulillah- ternyata kondisinya tidak seburuk bayangku. Walau tidak sebagus toilet di PIM2 -of course!! Are you kidding ??-menurutku still oke lah.

Emang kondisinya gimana ?? uhm, standart sih. Memang nggak pake porselen apalagi marmer. Namun dindingnya dari bata yang di cat putih, serta lantainya dibuat dari bahan plastic yang tebal. Pintunya terbuat dari kayu ringan. Semi permanent. Kayaknya sih supaya gampang diganti dan direnov setiap musim haji tiba. STD BGT : Standart banget!! Tapi fisiknya lumayan bersih.

Yang membuatku nggak habis pikir adalah, kenapa kesadaran kebersihan jamaah begitu tipis?? Tissue bekas, Pantyliner bekas, Pembalut bekas, ditingalkan begitu saja di dalam bilik toilet. Berserakan dimana mana. Ugh!! Menjijikan you know

Aku tau dari beberapa teman yang sudah pergi haji duluan, mereka bilang kondisinya memang begitu. Berarti tiap tahun, kesadaran akan kebersihan bersama, memang tidak pernah ada.

Itulah kenapa aku nggak pernah berlama lama di dalam bilik toilet. Seperlunya saja. Dan aku selalu membuang sampah pribadiku ke tong sampah besar yang ada diluar bilik toilet. Well, kalo aku nggak bisa ngasih tau jamaah lain untuk membuang sampah pribadi itu pada tempatnya. Paling tidak aku tidak melakukan kebodohan yang sama. Come on…itu toilet umum..tanggung jawab untuk menjaga kebersihannya melekat pada kita semua.

Namun satu hal yang membuatku salut-si Bibik-perempuan baik hati dalam rombonganku itu, dengan rela dan ikhlas sering kali membersihkan beberapa bilik toilet itu dari sampah sampah pribadi itu, lalu membuangnya ketempat sampah!! Subhanallah. Berbeda dengan diriku yang cuma bisa ngomel ngomel ndiri. Beliau justru memberikan contoh nyata. Don’t complain..just do it!!

Bukan cuma sampah. Pernah ada bilik yang-entah dengan alasan apa- nggak di guyur oleh user sebelumnya.Ugh!! Jelas aja orang jijik nggak mau masuk ke bilik yang masih ada kotoran orang lain. Ini membuat antrian di bilik lain semakin parah. Melihat ini sang Bibik turun tangan. Beliau rela menguyur dan membersihkan juga sampah di bilik itu.

Aku merasa ini adalah kerelaan dan keikhlasan yang langka terjadi. Semoga Allah Swt memberikan pahala yang berlimpah kepada Bibik – perempuan bersahaja- dalam rombongan kami itu. Beliau memberiku pelajaran berharga. Don’t complain.... just do it.. Complain bring you no where, but if you do it.. you simple solve the problem…

Uhm, menurutku sih, kalo saja semua orang punya kesadaran membuang sampah pribadi di tempat sampah. Tentu kebersihan toilet umum bisa kita jaga bersama. Namun well, ternyata potret perempuan bangsa kita memang masih seperti itu.

Epilog-Bersyukur akan pilek.

Saat di amina-seperti halnya Ayah- aku cuma mandi sekali. Weiiiks!! Soalnya antrian masuk bilik toilet, emang panjang buanget!! Untuk wudhu aja aku sudah banyak bersabar diri jika diserobot.

Pastinya butuh kesabaran lebih buat ngantri mandi. Cuci muka dan sikat gigi ditempat wudhu membuatku cukup fresh. Makanya aku nggak terlalu concern soal urusan mandi. Toh disana kelembaban rendah. Dalam tenda yang ber-AC, kami tidak merasa gerah. Kami jarang berkeringat.

Begitu sampai ke Mekkah lagi, saat menunggu antrian mandi, aku baru sadar.... waaah kok nggak nyaman ya aroma tubuhku.. duh? jadi merasa bersalah nih ma temen temen yang tidur di sebelahku saat di amina. Maklum dalam tenda kan kami tidur berhimpit. Bedempet. Berdesakan kayak sarden dalam kaleng.

Aku lalu bilang gini sama temen sekamar yang waktu di mina tidur di sebelah kiriku. “Uhm, sorry ya..kalo terganggu sama aroma macem macem saat bobo sebelahku… “

Its oke..dont worry..lagian kan aku pilek. I can’t smell anything" katanya enteng. Aku nyengir. Syukurlah. Temanku itu lalu menambahkan “ You see.. ternyata pilek bisa juga jadi satu anugrah. Jadi kita nggak terganggu sama aroma orang lain saat bobo berdesakan waktu di armina.."

Aku tersenyum malu. Waaaah. Temanku itu emang hebat ya ?! If we can look on the bright side of life..Pilek aja bisa jadi hal yang patut disyukuri. Alhamdulillah.

Monday, February 05, 2007

Melempar Jumrah (2) - Tentang Tanazul

Selain aku dan Ayah-semua anggota regu kami yang lain-4 pasang suami istri -semua berangkat ke Mekkah untuk tanazul-melaksanakan Tawaf ifadah dan sai haji- sesuai sunnah Rasulullah. Namun aku dan Ayah sudah sepakat melaksanakan tawaf dan sai setelah nafar awal.

Aku menghitung orang orang yang tersisa di tenda, uhm, kayaknya hanya separo dari rombongan kami yang melakukan tanazul hari itu. Well, itulah enaknya haji mandiri. Kami diberikan kebebasan dalam melaksanakan ibadah.

Satu hari itu kami lewatkan dengan beristirahat total. Tidur. Untuk makan pun Ayah menitip beli kepada seorang teman. Walau jatah tempat tidur kami sempit, aku nyaris tidur sepanjang hari, cuma bangun untuk sholat berjamaah di tenda.

Menjelang magrib ayah heran. Kok teman teman yang pergi tanazul belum kembali?? Ayah sibuk menelphon mereka. Ternyata rombongan yang berangkat langsung ke mekkah setelah melempar jumrah baru masuk ke mina.. Mereka otw jalan kaki menuju tenda kami. Sedangkan rombongan kecil yang berangkat jam sepuluh tidak bisa dihubungi.

Setelah rombongan yang berangkat awal sampai di tenda sebelum magrib, mereka berbagi pengalaman. Idealnya jika ingin tanazul diniatkan sejak awal saat berangkat melempar jumrah.

Jadi dari tempat melempar jumrah bisa langsung berangkat ke mekah. Menghemat waktu dan tenaga ke perkemahan yang berjarak 8 km (sudah diitung pp). Dari lokasi jumrah ada petunjuk arah ke mekkah lewat "pedestrian way". Jalan shortcut-dengan jarak lebih pendek -khusus pejalan kaki. Bisa juga sih naik kendaraan umum, namun jalanya berbeda.

Pilihan jalan kaki dan naik kendaraan juga harus diputuskan sejak awal, sebab jika sudah naik kendaraan, macet dan ingin jalan kaki, jaraknya sangat jauh karena rute ini memang seharusnya ditempuh dengan kendaraan. Rombongan yang pulang on-time ini berangkat jalan kaki pulangnya naik kendaraan. Saat pulang pun diturunkan menjelang mina karena jalan ditutup saking padatnya. Makanya mereka sambung jalan kaki ke perkemahan. Untunglah sebelum magrib mereka sudah masuk mina.

Seperti yang aku khawatirkan sejak awal. Teman teman yang pergi jam sepuluh pagi, baru sampai ke tenda paling cepat jam 11 malam!!

Masuk mina dimalam hari tantangannya adalah kesulitan menemukan tenda kloter kami. Lokasi perkemahan sangat luas dan petunjuk arah sangatlah minim. Apalagi haji kali ini memang luar biasa padat, mengingat banyak yang menyakini sebagai haji akbar.

Semalam berlalu. Esoknya dini hari jam tiga, kami serombongan kembali melempar jumrah, Kali ini untuk tiga tiang, ula, wasta, Aqabah. Kami berjalan lebih santai karena sudah lebih paham dengan kondisi di sana. Alhamdulilah lancar. Kalo hari pertama kami melempar di lantai dasar. Kali itu kami melempar di lantai dua.

Siang harinya aku dan ayah mulai menikmati kegiatan di luar tenda. Antri beli sarapan, telur dadar plus kentang goreng yang dijual orang orang afrika yang ngemper pinggir jalan. Antri mandi dan melakukan aktivitas lain Yang sangat kami syukuri siang hari itu kami mendapat box nasi. Alhamdulillah, walau cuma dengan telur rebus sepotong, seneng banget bisa ketemu nasi!!

Saat ashar kami mendengar berita dari tenda petugas, terjadi kecelakaan di tempat melempar jumrah. Delapan Indonesia meninggal. Well, antara dhuha dan ashar memang waktu afdal untuk melempar jumrah. Aku bisa membayangkan betapa sesaknya disana.Inna lillahi wa innalilahi rojiun….

Semalam lagi berlalu. Hari ke tiga kami di Mina. Dini hari jam tiga kami melempar jumrah kami yang terakhir -karena rombongan kami memang sudah berniat untuk nafar awal. Saat itu kondisi masih pagi buta, tapi jumlah jamaah lebih banyak keadaan lebih sesak dari dua hari sebelumnya. Well, mungkin berita kecelakaan kemarin membuat jamaah lain prefer seperti kami, melempar saat dini hari.

Walau saat pulang ke tenda aku tertatih tatih kesakitan karena telapak kakiku lecet, empat kilo kali dua sama dengan delapan kilo, bukan jarak yang dekat you know… kami bersyukur Alhamdulillah kewajiban melempar jumrah selesai sudah.


Sampai tenda kami istirahat sebentar, sholat subuh, sholat dhuha, sarapan pop mie, beberes lalu leyeh leyeh. Sejak awal kloter kami menetapkan untuk nafar awal. Means hanya tiga hari dua malam berada di Mina, sebab jadwal kepulangan kami ke tanah air sudah begitu mepet .

Sebagian besar jamaah dari kloter lain mengambil nafar akhir yang artinya bermalam semalam lagi dan melempar jumrah sekali lagi. Tidak ada yang lebih utama antara nafar awal dan nafar akhir. Keduanya sama.

Setelah menunggu dan menunggu tanpa ada kepastian (again and again !!) akhirnya menjelang dzuhur bis-bis tiba. Walau tidak tertib perombongan sesuai instruksi para karom. Ugh!! Indonesia, kapan sih punya kesadaran tertib dan patuh pada pimpinan?? Satu kloter kami terangkut semua. Meninggalkan Mina, kembali ke Mekkah.

Melempar Jumrah (1)– Prioritas Pada Keselamatan

“Bapak ..Ibu.. Boleh melempar jumrah pagi ini… tapi pesan saya.. jangan melempar jumrah dalam kondisi perut kosong.. makan dulu..minum dulu yang hangat… kalo badan dah hangat.. baru deh lempar jumrah …” begitu pesan singkat bapak kepala kloter sesampainya kami dalam tenda di Mina.

Satu tenda di Mina sangat besar. Mungkin muat satu kloter. Untuk kenyamanan, tenda kami disekat sekat dengan terpal panjang. Satu sekat memanjang -estimasi 12 X 5 meter- untuk satu rombongan, 45 orang. Karena tempatnya pas pasan jatah tiap orang cuma sebesar satu sajadah.

Untuk keleluasaan, kami memasang hijab antara laki laki dan perempuan. Perempuan diberikan tempat sebelah dalam. Adanya hijab darurat ini -thanks buat ibu ibu yang sudah meminjamkan 4 kain panjangnya dan memberikan peniti buat “menjahit” hijab- sangat membantu kami perempuan. Untuk sekedar ganti baju dan ganti kerudung bisa dilakukan dalam tenda-dibelakang hijab of course!! Tanpa perlu ke toilet umum yang antriannya sangat panjang

Urusan memasang hijab beres. Ayah mengambil air panas di dapur umum, lalu menyeduh dua pop mie yang kami bawa dari Mekkah. Setelah kami usai makan, walau cuma pop mie- Alhamdulillah- badan terasa lebih hangat.

Jam 4 dini hari, pak karom memberikan pengumumam dengan logat betawinya yang medok “Tadi pan kepala kloter kirim utusan untuk survey tempat lempar jumrah, udah ada sms nih dari sono, katanye sekarang kosong. Kalo pada mau melempar sekarang… ayoh dah kita pade berangkat"

Mendengar kata “kosong “ aku langsung terjaga. Well, melempar jumrah adalah ritual yang cukup membuatku cemas. Mampukah aku berdesak desakan?? Hampir tiap tahun terjadi jatuh korban disana. Untung ayah juga setuju, kami bergegas mengikuti pak Karom keluar tenda.

Kami berjalan cepat dengan nafas memburu, pengin segera sampai, pengin segera menuntaskan kewajiban. Rasanya sudah jauuuuh kami sudah berjalan, kok belum juga keliatan?? Teman teman dibelakang banyak yang berseru seru “Pak karom..!! pak karom tunggu.. pelan pelan..!!“

"Ayo pak.. Ibu... buruan.. kondisi disono cepat berubah.. takutnya udah keburu penuh…!!” kata pak karom tanpa melambat. Kami yang harus mempercepat langkah.

Ugh!! Capek. Lelah. Udah nggak dipkir. Yang ada dikepala adalah bisa melaksanakan kewajiban ini dengan selamat. Melempar jumrah dalam kondisi kosong, adalah hal yang kami inginkan. Banyak yang bilang lempar jumrah aqabah dihari pertama adalah yang paling sesak.

Rupanya setelah deretan tenda tenda sepanjang satu kilometer, kami masih harus melalui terowongan mina yang panjangnya 2 km, sampai diujung terowongan rupanya tempat melempar jumrah masih sekilo lagi didepan.


Dalam kilometer terakhir suasana sudah beritu serius. Deretan ambulans. Beratus ratus tentara Saudi sudah siaga. Bersiap menghadapi kondisi darurat. Masya Allah!! Ini kan baru jam 4.30 dini hari!!

Alhamdulillah. Sampailah kami depan tiang jumrah aqabah di lantai dasar. Buru buru kami mulai melempar Bismillahi Alllahu Akbar..

Dengan membaca takbir, kami melempat satu demi satu batu yang sudah dipersiapkan. Total tujuh batu. Jika banyak yang bilang akan ada orang yang histeris saat melempar jumrah ternyata benar!! Beberapa jamaah terlihat melempar dengan sengit...

Mungkin mereka terlalu terbawa emosi teringat akan riwayat Keluarga nabi Ibrahim yang melempar batu pada setan yang mengoyahkan imannya untuk melaksanakan perintah Allah, untuk mengorbankan Ismail.


Usai melempar, aku mundur kebelakang. baru aku ngeh dengan keadaan sekeliling. Walau sudah ribuah orang disana Kondisi saat itu memang dibilang kosong, tidak semenakutkan bayanganku sebelumnya saat melihat gambar ketika tiang yang dilempar hanya berupa satu tiang tinggi (liat gambar tiang lama) yang memaksa jamaah berdesakan pada satu wilayah sempit.

Saat ini tempat melempar jumrah saat ini memang sudah dibuat lebih aman. Selain dua lantai (sedang dibangun untuk jadi empat lantai-liat gambar maketnya).



Tiang yang dilempar juga sudah diperlebar (liat gambar kanan, sekarang tiangnya elips ) Walau tetap berdesakan- Alhamdulillah-keselamatan jamaah semakin diprioritaskan.

Aku bersyukur sudah bisa melaluinya dengan mudah. Berikutnya Ayah minta tolong orang yang sudah bertahalul untuk memotong rambutnya untuk bertahalul juga Kemudian Ayah memotong sedikit rambutku. Lega, saat sudah bertahalul awal. Paling tidak kami bisa melepas baju ihram dan terbebas dari begitu banyak pantang berihram. Sebelum tahalul akhir pantang yang masih melekat hanya hubungan suami istri ..ehm..ehm :-D

Walau beberapa orang dalam rombongan kami langsung lanjut ke mekkah untuk tanazul. Namun kami prefer kembali ke tenda. Saat pulang kami melewati terowongan mina, sisi yang sebaliknya. Semenjak kecelakaan tahun 1990, terowongan mina saat ini terdiri dua tunnel dipisah untuk jamaah yang pergi dan pulang melempar.

Sampai di kemah, saatnya shalat subuh. Ayah melepas kain Ihram dan ganti baju biasa. Pukul sepuluh teman teman seregu mengajak kami untuk tanazul. Tapi ayah menolak. “Saya demam. Capek banget. Istirahat dulu”

Aku mendukung Ayah. Concernku adalah jam sepuluh baru berangkat ke mekkah terlalu beresiko. Jika belum kembali ke mina sebelum waktu magrib, bisa kena dam. Apalagi haji kali ini sangat padat , menginggat banyak yang menyakini sebagai haji akbar....

Mabit di Muzdalifah (3) Sebuah catatan tentang KBIH

Saat aku sudah berbaring di tenda di mina, seorang teman sekamar baru saja sampe dan menghampiriku “waaaah dari askar lift.. sekarang jadi askar muzdalifah juga ya…” dia mengoda. Aku tersenyum tipis.

“setelah aku dan ayah lewat, apa rombongan ungu itu masih juga nyerobot ?”
“ya iyalah….” kata temanku santai.
“trus ? kalian nggak marah ? nggak ada yang memperingatkan ??"
“uhm ada sih….pak sby dan dua ibu dari imam bonjol yang ngelarang. kaya dikau dan si ayah juga “kata temanku lagi.

Imam Bonjol adalah KBIH kedua yang tergabung dalam kloter kami. Aku bisa membayangkan pak SBY dan dua ibu dari KBIH Imam Bonjol tadi. Uhm, aku mengerti kalo mereka juga melarang. Bagaimana pun menyerobot bukanlah tindakan terpuji. Menyerobot mendzalimi orang. Dimana letak kewarasan orang orang itu?? Tidakkah mereka punya etika??

Sungguh, aku menyimpan ketidak mengertian panjang akan “rombongan ungu" KBIH dari Bogor yang tergabung dalam kloter sekian Jawa Barat itu. Siapa sih mereka ??

Karena kami satu mahtab (semacam satu RW RT gitu), akhirnya aku punya informasi lebih tentang mereka, saat mengobrol dengan teman ayah-haji mandiri-yang satu kloter dengan mereka.“emang kloter kalian sampe di muzdalifah jam berapa ?”tanyaku
“jam sebelas”
“Lho kok jam dua belas udah nyerobot antrian kita?” protesku sengit.
“Waah.. kita kan nggak. kita duduk duduk dulu, subuh baru berangkat ke Mina.”
Uhm, fair enough kalo mereka subuh baru jalan. Kenapa KBIH itu nggak bisa seperti mereka ? padahal mereka satu kloter!!

“KBIH apa sih itu ??“ tanyaku penasaran.
Teman ayah itu menyebut satu nama dan bilang “ kita juga capek satu kloter ma mereka, waktu di Mina kan jatah tenda haji mandiri diserobot. Dipake juga ma mereka.”
“trus ? kalian diem aja??”
“ya kita lapor sama kepala kloter. Males ah ribut ma mereka “
“Trus?? Apa tindakan kepala kloter?”
“Kita dicariin tenda lain. Susahlah…KBIH itu sama kepala kloter kita juga berani ngelawan kok.”

Aku makin tercengang mendengar cerita berikutnya saat temanku itu bilang KBIH itu sangat komersial. mewalikan melempar jumrah, mendorong kusi roda, semua di-duit-in. Astaghfirullah al adzim.

No wonder, saat ada penjarahan dapur umum dan penyeroboton bis mina-mekkah di mahtab 7, kebanyakan orang di mahtab 7 langsung mencibir. Halah..paling rombongan unggu dari Bogor itu!! ih, malu maluin.. you know

So begitulah. Jika memang anda memutuskan ikut KBIH. Jangan asal murah jangan asal dekat rumah. Cari tau dulu bagaimana image dan cara KBIH itu membimbing jamaah. Disana setiap KBIH punya identitas khusus yang sama. Bayangkan jika rombongan itu melakukan hal hal yang mendzolimi jamaah lain. Anda mempunyai identitas yang sama, padahal memiliki keyakinan etika yang berbeda. Tidakkah anda malu?? Tidakkah nurani anda terganggu. So please selective

Uhm, No wonder. Aku baru mengerti kenapa Depag sangat meng-encourage jamaah untuk pergi haji sebagai Haji Mandiri. Depag sendiri sudah kewalahan mengatur KBIH yang membandel. KBIH sudah begitu mengkomersilkan ibadah haji. Banyak tambahan biaya dan pemotongan living cost yang tidak pada tempatnya. Entah dimana letak nurani mereka. Wallahualam...

Aku tau tidak semua KBIH sama, yang pelayanannya memuaskan juga banyak …. makanya please selective!!

Friday, February 02, 2007

Mabit di Muzdalifah-(2) Ujian Terberatku

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji..." (QS.2:197),

Entah berapa bis sudah berlalu, akhirnya sampai juga aku pada ujung belakang palang sejajar itu . Aku mengamati baik baik. Hah?! Aku terkejut! Masya Allah!! pantes aja antrian berjalan begitu lambat. Ya ampun!!

Rupanya banyak jamaah pelan pelan menerobos palang sejajar itu dari samping!! Tentu saja mereka berada di muka antrian kami!! Tentu saja mereka keangkut bus duluan. Hah!! enak saja!! Bapak dan Ibu yang diserobot dalam antrian cuma bisa beristighfar. Mereka terlalu sabar, menurutku. Ini tidak adil. Its totally un fair!!

Aku segera melupakan rasa lelah dan kedinginanku. Sontak aku berdiri tegak dan berseru sebal “Hey!! Jangan nyerobot Bapak..Ibu..hargai kami yang udah antri !!” Walau suaraku tak seberapa latang, tapi ditengah padang yang sepi itu langsung terdengar jelas dan keras.
Seorang bapak berpakaian ihram, berkacamata dan bermasker (emang boleh menutup muka saat ihram??) malah menantangku dengan berucap “batal tuh… batal hajinya… marah marah !!”

Waaah kurang ajar!! Kali ini aku benar benar marah!! Who You ?!! Allah the God ? How dare you jugde my Hajj??!! Kemarahanku meluap. Umpatan sudah siap di ujung lidah... makian siap terucap...

Untungnya Ayah segera memelukku dari belakang dan berbisik “Tahan! Istighfar! jangan ladeni!! Itu pasti setan yang mengoda supaya Bunda marah..” Astaghfirullah al adzim aku beristighfar. Akhirnya aku dan ayah hanya bisa berseru mengingatkan teman teman yang dalam antrian untuk siaga. Jangan mau di serobot!! Rapatkan barisan!!

Mendengar seruan kami, seorang teman sekamar yang 5 meter didepan kami baru sadar. Eh, kok nenek didepan ini nggak maju maju ? kok jarak nenek dengan orang di depannya jauh amat ?? Masya Allah!! Rupanya nenek tadi emang di"pasang” rombongan penyerobot sebagai tameng, supaya mereka leluasa masuk dari samping palang sejajar.

“Nek maju nek..” pinta temanku.Nenek itu menggeleng.Uhm, pasti dia takut sama rombongannya. Dengan sangat menyesal temanku itu merangkul sang nenek dan mendorongnya rapat kedepan. Merapat!!

Rombongan KBIH penyerobot yang memakai idenstitas warna unggu itu mulai frustasi nggak bisa nyerobot antrian lagi. Mereka malah mengecamku “Ibu yang sabar dong..”
“Sabar ? Ibu yang seharusnya sabar !! antri dari belakang !!” seruku
“Bu.. kita kan lagi ibadah ..sama sama dong “ kata mereka.
“Eh Bu!! Ibadah juga harus pake aturan. Jangan main serobot!! kataku tajam.

Dengan bahasa sunda yang kasar -rupanya mereka KBIH dari Bogor- salah satu dari mereka bilang bahwa nyerobot itu kan karena mereka cerdik. Well, mungkin mereka pikir kami tidak paham bahasa sunda. Ayah langsung membalas “nyerobot teh sanes cerdik…eta nami na dzolim

Mereka benar benar sebal dengan aku dan Ayah. Mereka hopeless untuk bisa menyerobot dalam barisan yang sangat rapat “udah deh…. ntar aja lagi.. setelah dua orang ini lewat” kata mereka menunjuk muka kami. Hah!! Bodo amat !! Kami tidak perduli.

Seperti yang kuduga, jika semua teratur- tanpa penyerobot-dalam tiga puluh menit kemudian aku sudah di atas bis. Saat itu pukul 2.00 jadi dua setengah jam waktu yang kami habiskan dalam antrian. Ugh!! Aku bener bener capek!! Lahir batin.

Didalam bis yang membawa kami ke Mina terbayang dan terngiang kembali kata kata Mamah sebelum aku berangkat “kowe sing sabar nduk… nang kono kuwi… kabeh wong ketok asline.”

Air mataku mulai menetes. Menyesal. Kenapa aku marah marah ?? kenapa aku loss control ?? Aku tau aku sadar, berbantahan adalah hal yang pantang dilakukan dalam kondisi berihram. Itu tertulis di Al Quran !! Astaghfirullah al adzim.. Astaghfirullah al adzim aku banyak banyak beristighfar.

Walau isi kepalaku bilang apa yang kulakukan adalah benar. Well, memang aku tak pernah segan menegur, melarang, mengecam, siapapun yang berani memotong antrianku di ATM. Di supermarket. Di bank. Di kasir rumah sakit. Dan banyak tempat lain. Hey!! Somebody should tell the rules!!

Namun hati kecilku tetap menyesalinya . Ini bukan antrian biasa. Ini antrian dalam ibadah mencari ridho Allah. Kalo orang lain bisa sabar dan ikhlas di serobot , kenapa aku tidak ??

kenapa aku tidak ?? pertanyaan itu terus mengejar. Ya, kenapa aku tidak bisa sabar dan ikhlas barusan ?? Airmataku terus menetes...Sabar dan ikhlas adalah ujian terberatku.

Padang muzdalifah menjadi saksi betapa aku tak bisa melewatinya dengan baik. Menyesal, aku sunguh menyesal. Astaghfirullah al adzim... Astaghfirullah al adzim aku banyak banyak beristigfar.

Bis kami sampai di mahtab 7 perkemahan di Mina. Selama di Mina, setelah kembali ke Mekkah, semalam di Jeddah sampai dengan kembali ke tanah air, aku tak putus berdoa semoga Allah berkenan menerima ibadah hajiku...

Mabit di Muzdalifah (1) Kedinginan dalam Kebisuan panjang

Pukul delapan kami tiba di muzdalifah. Dengan menjinjing travel bag dan botol air minum aku dan Ayah mencari tempat duduk diantara banyak orang yang sudah lebih dulu tiba disana. Ayah sendiri sibuk membawa travel bagnya dan sebuah ransel tempat makanan kecil kami.

Muzdalifah adalah sebuah padang yang luas. Kalopun ada bangunan dan listrik, cuma toilet umum yang antriannya begitu panjang. Masa masa haji terdahulu mabit di muzdalifah dilakukan di dalam bis. Menurut teman yang pernah berhaji tahun 90-an saat itu terjadi kemacetan bis yang luar biasa di padang muzdalifah. "Ampe hopeless, kapan sampai mina nih?" begitu kata teman itu.

Sudah beberapa tahun terakhir diatur system bis taradudi untuk para jamaah. Maksudnya jamaah secara bertahap di jemput dari tenda di Arafah. Di drop di muzdalifah beserta seluruh bawaan mereka . Bayangkan, padahal ada yang bawa ember cucian segala lho!! Makanya, semakin praktis bawaan, semakin baik deh. Dari Muzdalifah bus kembali menjemput jamaah lain dari arafah. Jadi rute bisnya Arafah-Muzdalifah pp.

Mulai pukul 12 bis menjemput kembali jamaah yang datang awal ke muzdalifah -seperti kami jam delapan terhitung awal-untuk diantar ke Mina. Setelah lewat tengah malam, rute bis menjadi Musdalifah-Mina pp. Dengan system ini walau bis yang diprovide terbatas diharapkan bisa effective dan efficient, tidak terlalu memacetkan jalan.

Saat itu kami masih dalam kondisi ihram.. Ayah masih memakai kain ihram yang hanya terdiri dari dua lembar kain tak berjahit.. So? whats the problem ?? The problem is padang muzdalifah sangat berangin dan dingiiiiiin sekali. Aku yang berpakaian lengkap ajah mengigil kedinginan. Duh, bagaimana dengan ayah ??

Kami membongkar travel bag, mengelar sajadah. Ayah kuminta berbaring supaya nggak terlalu terkena angin “Sini honey.. tiduran dibelakang pak Somad…”


Kuliat dari jauh seorang teman sekamar mengeluarkan payung, sejak di Mekkah dia memang menyuruh kami membawa payung.

Lho buat apa ?? oh rupanya bukan buat berlindung dari panas matahari , tapi buat ditaruh disamping untuk menahan hembusan angin. Aku mengikutinya. Aku meletakan payung itu disisi luar badan ayah yang berbaring, supaya paling tidak sebagian badan ayah ikut terlindungi dari angin. Kemudian aku meringkuk dibalik payung itu. Duduk sambil memeluk lutut. Tetep dingin!! Tapi Alhamdulillah lumayan- masih lebih mending dibanding tanpa payung.

Its like in the freezer ya..” kata suami temanku yang pertama mengelar payung. Aku tersenyum kecut. Well entahlah, yang jelas aku nggak pernah mengigil kedingan sampai seperti saat ini.

Satu demi satu jamur payung bermunculan. Oh, rupanya banyak yang mengikuti ide temanku tadi. Bapak kepala kloter kami mendekat ke arah kami duduk, sambil berjalan jalan beliau mengajak ngobrol kami sekilas “waaah kalo ada yang jual wedang ronde laku ini yaaa..” teman teman menimpali guyon beliau“saya pesan empat pak …” Aku speechless. Brrr. Kedinginan !!

Berikutnya dengan serius pak kepala kloter bilang “Nanti jam 11.30 bersiap ya.. kalo KBIH kloter kita udah masuk jalur antrian gerbang mahtab no 7, dibelakangnya langsung Bapak dan Ibu haji mandiri ikut antri, supaya kloter kita nggak kepecah..” Kami mengiyakan.

Aku melihat dari jauh jalur antrian yang dimaksud adalah dua buah palang sejajar sepanjang kurang lebih duapuluh meter kebelakang, lebarnya mungkin cuma dua meter, yang merupakan gate untuk keluar pagar. Tiap gate punya nomor sendiri sendiri. Kami diharapkan mengantri di gate no 7 sesuai nomer mahtab.

Menit demi menit secara berjalan lambat. Seorang Ibu (semoga Allah memberikan pahala yang berlimpah untuknya. Amin) entah dari kloter mana membagikan air panas yang dimasak dengan pemanas air elektrik yang dicolok di toilet.

Alhamdulillah aku kebagian separo gelas. Aku membuat teh manis dan air di gelas kutambah dengan air minumku sendiri. Supaya ready to drink. Aku dan Ayah berbagi satu gelas teh manis. Sungguh saat itu , satu gelas teh manis hangat terasa begitu berharga. Alhamdulilah, Lumayan buat penghangat.

Sebetulnya tidak ada amalan khusus yang dikerjakan saat mabit di musdalifah, kita hanya diminta mengumpulkan batu untuk melempar jumrah. Umumnya kegiatan mabit berikutnya dilewati dengan berdzikir. Tapi sungguh saat itu sudah tak sanggup!!

Aku begitu kedinginan. Aku tak kuasa melakukan apapun. Banyak orang memilih berusaha tidur seperti ayah. Dalam diam aku cuma bisa mengingil kedinginan. Kondisiku saat itu benar benar down, kedinginan dan kurang asupan makanan.

Menit demi menit lewat. Jam demi jam berlalu. Rasanya luaaaama buanget!! Alhamdulillah, akhirnya pukul 11.30 tiba. Kami melihat jamaah berseragam hijau tua dari rombongan KBIH yang satu kloter dengan kami mulai mengantri dipalang yang dimaksud. Kami berberes dan bergegas ikut mengantri.

Jarakku dengan ujung palang paling belakang tidak jauh. Paling lima meter. Aku berhitung, jika kapasitas bis 60 orang, aku estimasikan aku bisa ikut bis ke tiga dan keempat. Sabar Bin..sabar…sebentar lagi..sebentar lagi kita kan terbebas dari dingin yang menyiksa ini.

Jam dua belas bis mulai datang. Aku mulai berharap bisa segera pergi. Namun aku heran, sudah bis keempat, mengapa antrian berjalan begitu lambat ?? Cuma maju semester -dua meter. Lho trus kapan sampainya ini ?? Aku mulai goyah, tak lagi kuat berdiri, Ayah menyuruhku duduk diatas travel bag sambil mengantri.

Dalam duduk diamku, aku mengigil kedinginan. Dalam duduk diamku aku tak putus berdoa…. Ya Allah mengapa begini berat ?? Ya Allah berilah aku kekuatan…Ya Allah berilah aku kemudahan…

Ingin sekali rasanya aku menangis, namun kutahan airmata ku baik baik. Tak seorang pun disitu terlihat mengeluh dan menangis. Aku merasa malu jika menangis. Aku merasa tak pandai bersyukur jika aku sampai menangis....

Gubraaak!! Beberapa meter dibelakangku seorang perempuan pingsan. Begitulah, tak seorang pun mengeluh sampai batas terakhir. Uhm, ingin sekali rasanya keluar dari barisan. Give up!!. Terserah deh mo ke angkut ke mina jam berapa. Tapi melihat panjangnya barisan yang mencapai ratusan meter di belakang, hatiku ciut juga.

Akhirnya aku kembali terbenam dalam kebisuan panjang. Duduk gemetar kedinginan. Ya Allah berilah aku kekuatan… Ya Allah berilah aku kemudahan…