Wednesday, October 15, 2008

Sepotong Kebahagiaan , Sebuah Reuni..

Pernah, kutanya pada Erfan “apa iya orang yang senang pergi reuni, adalah orang yang lebih bahagia di masa lalunya dibanding kehidupannya kini?”

Erfan tertawa enteng. “ Yo ora nuuu..sing betul..orang yang datang reuni adalah orang yang bahagia dengan masa lalunya dan bahagia dengan dengan kehidupannya kini”

Diskusi soal reuni, ketemu lagi dengan teman teman lama. Hangout bareng, kongkow kongkow, mengobrol panjang dengan teman teman jaman kuliah kami dulu, memang tidak bisa dipisahkan dengan sosok seorang Erfan. Aku dan Erfan kuliah bareng tapi nyaris nggak kenal each others. Setelah lulus justru kami dekat karena kami punya hobby yang sama. Senang datang reuni.

Aku nyengir mendengar jawaban Erfan. Dia emang diplomatis. Optimis. Namun kutahu pasti bahagia meang bukan milik komunitas, bahagia sangat pribadi sifatnya. Person to person is different.

Aku melamun.Menerawang panjang, mencari jawab mengapa aku senang datang reuni? Sedang kutau tak semua orang merasa begitu. Datang reuni butuh effort, perlu menyisihkan waktu, mengorbankan kebersamaan dengan keluarga. Apakah hasil yang didapat sebanding?? Adakah sedikit margin keuntungan yang didapat?

Lha kalo semua pake itungan matematis. Pendekatan Profit dan Loss tentu saja jatuhnya loss. Rugi, Buang buang waktu. Sayang tenaga. Emang nggak ada kerjaan lain yang lebih penting? Tapi hey? Reuni memang tidak akan pernah align dengan kenyataan bahwa kita adalah orang dewasa dengan seabreg tugas dan segunung kewajibab yang diberikan kehidupan.

Menurutku pergi reuni memang harus dimaknai dengan hati. Bagiku, reuni itu seperti katup pengaman. yang menjaga kita tidak meledak ditengah tekanan berat keseharian . yang member sedikit variasi pada rutinitas harian yang monoton. Agar tidak jatuh bosan dot com. Karena saat reuni kita bisa tertawa bersama teman teman lama, mengenang bersama masa muda yang penuh warna. Melupakan sejenak-sebentar-sekejap- kehidupan dewasa kini yang pastinya lebih challanging, stressfull, hard and tough dibanding masa muda dulu.

Mungkin sebagian Anda mencibir, Ah, itu kan karena kamu punya masa muda yang luarbiasa, dan kamu rindu untuk kembali. Well, tidak juga. Hidupku kini juga luarbiasa kok, dan aku tidak rindu untuk kembali pada kehidupan lalu. Hidup terus berjalan dan semua ada pada masanya bukan?

Betul, aku bahagia akan masa mudaku dulu, dan seperti kata Erfan didepan, aku juga bahagia akan kehidupanku kini. Karena disini, didalam ingatan aku menyimpan manis kenangan akan masa mudaku, dan disini didalam hati aku menyimpan kehangatan persahabatan dengan teman teman lamaku. Semua itu kudapat karena aku rajin datang reuni. Semua itu membantu ku melewati hujan badai, pasang surut, panas getir jalan hidupku. Aku tidak pernah merasa sendiri. Aku selalu bersyukur untuk itu. Dan aku merasa bahagia saat aku masih mampu mengucap syukur, Alhamdulillah.

Thursday, October 09, 2008

Mamma-Mia -The Movie

Melihat extra dari film Mamma-Mia! di HBO bikin aku ngebet. Pengin Nonton. Berhubung film ini bukan konsumsi anak anak, aku jadi merayu adikku untuk menemani pergi menonton. Memberiku pengalaman perdana menonton di Bliz Megaplex – Grand Indonesia. Aku berasa sedikit ndeso memang

Satu opini: sangat Menghibur. Dengan rentang usia 4 tahun dengan adik bungsuku itu, kami sangat familiar dengan lagu lagu ABBA yang popular saat kami muda. Ini memang film musical, minim dialog, alur cerita dibangun base on lirik lagu lagu yang dinyanyikan sepanjang film.

Kisah tentang seorang gadis yang senang bersenandung akan
I have a dream, a song to sing
To help me cope with anything
If you see the wonder of a fairy tale
You can take the future even if you fail

Tentang manis kisah cinta jaman dulu yang didendangkan
I can still recall our last summer
I still see it all
Walks along the Seine, laughing in the rain
Our last summer
Memories that remain

Soal betapa getir mengakui bahwa kita pecundang melalui lagu
I don't wanna talk
About things we've gone through
Though it's hurting me
Now it's history
The winner takes it all
The loser's standing small

Semua lagu terasa begitu pas terpintal rapi membangun jalinan cerita, tentang seorang gadis yang ingin ayahnya hadir dihari pernikahannya, dan berikutnya mengalir kisah yang tak biasa. Tentang kedatangan tiga laki laki laki sekaligus, para mantan pacar masa muda Ibunya, yang semua merasa sebagai ayahnya.Nah lho??

Dengan pemandangan alam pantai dan laut yang indah, koreografi tarian yang apik, lagu lagu yang familiar di kuping membuat film ini segar dan tidak membosankan , 90 menit rasanya kurang!!

Saat gundah, sedih, bete datang dihati, film ini bisa jadi hiburan yang menyenangkan.Highly recommen..

Laskar Pelangi - The Movie

Banyak Film dibuat base on novel. Namun tidak semua bisa setia pada cerita aslinya. Film Ayat Ayat Cinta yang fenomenal pun melenceng dari bukunya, terutama di bagian menjelang ending, dan itu menurutku sangat disayangkan karena jadi Raam Punjabi bangeed-sebelas duabelas dengan mutu sinetron di layar gelas kita.

Walau tetap sih angkat topi-saluuut- buat Hanung Bramantyo dan team untuk kerja kerasnya mewujudakan novel itu ke layar lebar-dan laris!! itu kerja keras yang luarbiasa.

Kalo pembandingan Novel ps I love you dan filmnya, bagus novelnya. Jika Buku spiderwick dan filmnyanya, bagus filmnya. Untuk Laskar Pelangi, bisa dibilang seperti Harry Potter. Sama-sama bagus.

Menurutku tantangan terbesar mengangkat buku ini ke layar lebar adalah karena novelnya berisi monolog panjang yang cerdas dan memikat, yang memang menjadi daya tarik utama buku ini. Andrea Hirata pelit membangun dialog antar tokohnya, karena asyik bercerita tentang detail banyak hal. Sedang sebuah film butuh dialog antar tokoh agar tidak membosankan. Namun luar biasa-ditangan seorang Riri Reza-film Laskar Pelangi bisa begitu menarik. Its very touching you know. Mbrebes mili. Menguras airmata. Hiks. Baik buku dan Filmnya masing masing jadi punya daya tarik tersendiri.

Aku sempat tertegun saat datang ke Citos21, 45 menit sebelum film mulai dan ternyata sudah sold out. Beli tiket jam tayang berikutnya yang berarti musti tunggu 45 menit plus 120 menit membuat anak anak bete. Tapi gimana lagi? Itupun sudah dapat duduk, dua row dari depan! Wow..padahal ini hari pertama tayang di jaringan cinema21, kupikir belum banyak yang ngeh. Rupanya-seperti juga film Harry Potter-banyak orang sudah menunggu film itu dirilis. Akankah sebagus bukunya yang best seller?

Sepuluh orang anak local Belitong tiba tiba ngetop. Setelah melalui proses casting yang ketat, mereka mendadak jadi bintang utama film ini. Walau ada Sepuluh anak, cerita lebih focus pada tida anak utama : Ikal-yang merupakan personifikasi dari Andrea Hirata-himself, sang genius Lintang dan seniman cilik nyentrik Mahar

Pilihan produser yang pintar, karena sangat terlihat mereka memang pas untuk peran peran di buku itu . Tubuh yang ceking dan hitam khas anak kepulauan yang kaya akan hasil tambang, mungkin sulit ditemukan jika casting diadakan diantara anak anak yang biasa main film metropolitan sepeti “liburan seru” or even “petualangan sherina” atau “untuk Rena”. Sebagai actor dadakan perlu dipuji mereka bermain bagus. Begitu menjiwai.Seakan memang itulah kisah keseharian mereka.

Jika peran anak anak tidak mengandalkan artis cilik popular. Peran orang dewasa justru bertabur bintag. Cut Mini bermain hebat sebagai bu Muslimah, yang merupakan tokoh dewasa paling penting di kisah ini. Ikranegara sebagai kepala sekolah SD Muhamadiah Gantong yang nyaris rubuh, didampingi istrinya yang diperankan Jajang C. Noor. Mathias Muchus dan Dyah Pitaloka sebagai orangtua Ikal. Alex Komang, sebagai orangtua tunggal Lintang, Robby Tumewu sebagai babah pemilik toko sinar harapan. Slamet Rahadjo Djarot sebagai penilik sekolah. Tora Sudiro sebagai guru SD PN Timah. Juga Lukman Sardi sebagai Ikal dewasa yang cuma muncul diawal dan diakhir film.

Melihat dari pilihan pemaninnya saja, menunjukan film ini digarap serius . Masih ditambah pemanis OTS “Laskar Pelangi” yang dinyanyikan Ndiji, dengan beat yang Ndiji banged. Eh?Ndiji itu konon juga bahasa jepang dari pelangi, lho..

Bukunya lebih detail dari filmnya-for sure. Lebih menyentuh, lebih seru, lebih jenaka - Namun seorang Riri Reza mampu memvisualisasikan beberapa bagian dengan penuh kejutan yang mampu memancing komentar dan emosi dari barisan penonton. Mereka hanyut dan ikut berseru..aaah..uuuuh..tertawa getir dan meneteskan air mata haru ditengah gelap ruang bioskop. Membuat filmnya punya nilai plus juga dibandingkan bukunya.

Sedikit mengutip kritik yang kubaca di Kompas Riri Reza terlalu berusaha setia pada bukunya, sehingga ada beberapa adegan yang sebetulnya kurang nyambung, dibuangpun tak terlalu berpengaruh. Well, kayaknya Riri Reza berusaha setia mati mengadaptasi buku Andrea Hirata dan tak ingin penonton kecewa sedikitpun, dengan kerjakerasnya yang luarbiasa.

Apakah ini film anak anak? Walau ditulis semua umur, menurutku film ini lebih pas ditonton dewasa, remaja, dan anak anak diatas 10 tahun yang sudah bisa memahami pesan filosofis yang sarat dimuat dalam film ini.

Ini adalah cerita tentang pahit kemiskinan, yang butuh dientaskan dengan kesempatan pendidikan yang didukung idealisme tinggi. Tentang kaum marjinal yang nyaris terabaikan namun punya semangat mengejar pelangi. Bersama sebungkah mimpi, akan sepotong cita cita untuk kehidupan yang lebih baik.

Realistis. Touching. Inspiring…bahwa kesempatan mendapat pendidikan yang setinggi tingginya adalah cara mengentaskan bangsa kita tercinta ini dari rantai kemiskinan berkepanjangan. Well, ya itu sih mungkin Pe-eR untuk para pejabat negeri ini.

Sedang bagi kita, setidaknya film ini mengingatkan untuk selalu berucap syukur, Alhamdulillah- untuk pendidikan sampai jenjang diploma, sarjana, master, doctoral yang telah kita raih– juga mengugah kita untuk sedikit perduli akan nasib pendidikan anak bangsa sendiri. Karena di tangan mereka masa depan bangsa ini ditentukan...

Ps I love You – The Novel

Udah lama beli novel ini, tapi tergeletak begitu saja di sudut kamarku. Sampai suatu hari aku tergerak membacanya, dan tidak bisa berhenti sebelum lembar terakhir, dengan berurai airmata nyaris dua ember. Hiiih. Sedih betul!!

Novel ini bercerita dengan sangat realistis, kesedihan Holly- seorang janda muda, yang pada usia tigapuluh tahun merasa begitu terpuruk, tidak punya suami, tidak punya anak, tidak punya pekerjaan, dan tidak punya tabungan. Merasa tidak punya apapun yang membuatnya bahagia. Tengelam dalam duka panjang. Berkubang bersama hujan airmata..

Suatu kejutan yang manis, bahwa ternyata sang suami –Gerry-meninggalkan sepuluh pesan yang ditulis sebelum derita tumor otak merengut nyawanya. Pesan pesan sederhana yang secara luarbiasa mampu mengembalikan semangat hidupnya, walau masih saja sering terselip sedih dihati akan kehilangan sang suami.

Ini bukan kisah tentang perempuan luarbiasa yang tangguh menghadapi kematian orang tercintanya. Bukan tentang perempuan religius yang lantas dekat dengan Tuhan untuk meminta pertolongan . Bukan tentang wonderwoman yang bisa menghandle semua masalah sendirian.

Ini kisah tetang perempuan biasa yang butuh sahabat sahabatnya yang gila untuk pergi berlibur, mabuk dan hangout ke pub untuk melupakan kesedihan. Tentang perempuan pada umumnya yang butuh dukungan keluarga untuk melewati masa masa sulit hidupnya.

Sepuluh pesan mendiang sang suami, yang dibuka dalam sepuluh bulan kedepan setelah kematiannya, adalah sebuah penghiburan bagi Holly. Surat singkat yang selalu diakhiri dengan pesan ps.I love you seakan jadi lentera, sebuah panduan mengisi hidup berikutnya. Mengembalikan warna hari-harinya.

Bagian paling menyedihkan adalah saat Holly-membaca surat yang menyuruhnya menemui Barbara disebuah travel agent. Si Barbara dengan berlinang airmata menceritakan bagaimana Gerry yang sudah sakit keras masih bersusah payah datang ke travel agent tersebut, untuk membelikan paket liburan untuk istri dan sahabat sahabatnya, karena Gerry tau, Holly membutuhkan liburan itu untuk menepis kesedihan akan kematiannya. Wow, saat bacanya terasa mengharu biru. Mberebes mili tiada henti you know..

Menguras emosi-pastinya. Banjir airmata-tentunya. Namun buku ini juga banyak bercerita tentang serunya persahabatan, hangatnya keluarga besar, Indahnya kenangan, dan pentingnya harapan untuk menciptakan kenangan kenangan baru dimasa yang akan datang. Dan utamanya tentang betapa powerfullnya sebaris pesan pendek, ps I love you…

Buku ini memang sudah difilmkan, aku juga sudah lihat. Tapi please deh, beda banged!! So? Aku sangat merekomendasikan bukunya, namun tidak filmnya.

Tuesday, September 02, 2008

Milestone of Life

Saat aku gadis cilik berusia sepuluh tahun, pernah aku bertanya, seperti apa saat aku berusia duapuluh tahun? Cantikkah? Populerkah?

Saat aku mahasiswa berumur duapuluh tahun, pernah aku bertanya seperti apakah saat aku berumur tigapuluh tahun? Sukseskah? Bahagiakah?

Saat aku menjadi Bunda beranak satu di umur tigapuluh tahun, aku bertanya..Akankah sampai aku mencapai empatpuluh tahun? Sehatkan? Panjang Umurkah?

Itu betul. Dan aku hampir tiba pada jawaban pertanyaan terakhir.

Walau diusiaku kini, ada yang bilang jiwa-ku seperti gadis 17 tahun, penampilanku kayak perempuan 30 tahun, tapi KTP nggak bisa membohongi kenyataan akan usiaku yang nyaris 40 tahun ini.

Kedewasaan tidak bisa diukur dari umur, karena banyak dipengaruhi pengalaman panjang yang diberikan kehidupan, dan setiap orang berbeda menjalaninya. Kedewasaan tidak bisa diliat dari sikap karena lebih banyak ditentukan oleh cara berpikir, dan setiap orang berbeda melatihnya.

Ulang tahun penting buatku, karena jadi milestone perjalanan hidupku. Pasang Surut. Manis Getir. Hujan Panas silih berganti. Datang dan pergi. Menempa Jalan Kehidupanku. Ulang tahun menjadi tolok ukur dan pembanding. Lebih baikkah aku dibanding tahun lalu, dan tahun lalu. Secara apa? Kedewasaan berpikir? Control Emosi? Tanggung Jawab? Iman dan Taqwa?

Ulang tahun jadi istimewa buatku, karena pada hari itu, banyak keluarga dan teman bersama sama mendoakan kebahagiaan untukku. Thanks so much, thank you very much.

Sunday, August 31, 2008

Si Mumun Terong

“sini aja Bu..muat kok” begitu kata petugas parkir di citos.
Dengan sigap aku segera menyelipkan Karimun-ku yang imut ditempat sempit yang ditunjuknya. Cihui!! Thats why I love this car so much. Mungil, imut, tangguh, nggak rewel, dan enaknya… gampang parkir.

Sudah 3 tahun si mumun terong-ku, begitu nama mobil karimun berwarna ungu milikku, menemani kegiatanku yang seabreg. Kuliah malam, nganter klien, hangout ma teman, belanja bulanan, shopping ke Mall, ke dokter dan rekreasi ma anak anak, pergi pulang kantor dam juga antar jemput sekolah anak.

Sudah banyak suka duka dilakoni bareng. Menembus banjir besar Jakarta. Menjalanin kemacetan dimana mana. Kunci tertinggal di dalam mobil saat di parkir kebayoran. Ujug ujug ogah distater di Kelapa gading Mall, adalah bagian dari kebersamaan kami. Juga menyerempet pagar, tiang bendera, mobil oranglain. Dicium taxi, motor dan angkot. Belum lagi beberapa kali ditilang bapak polisi berkumis baplang. Hih? Trully, I’m a terrible driver.

Sebetulnya gue masih cinta sama si mumun terong ini, tapi anak anak udah gerah dan bosan. Jadilah minggu lalu, mumpung ada yang naksir dan ternyata serius, si mumun terong dilipat, berpindah tangan ke pemilik baru. Aku cuma bisa bilang, Hiks.

Mengingat dirinya, membuatku tersenyum. Si Mumun bukan cuma mobil buatku, tapi sudah seperti lemari berjalan untukku, karena aku menyimpan banyak hal disitu, bukan cuma dongkrak dan ban serep, tapi bahan bahan dan buku kuliah yang segede bantal, berpasang sepatu kantor dan selop untuk hangout, majalah, koran, sampai dengan (maaf) softex…dan juga banyak kenangan.

Ah, dia sudah seperti seorang assisten pribadiku yang selalu menemaniku kemana saja. Tak peduli hujan, terik, malam, siang, jauh, dekat. pelan pelan ato ngebut, dia selalu setia setiap saat, Menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diriku, karenanya juga banyak disebut diblog ini

Aih, sudahlah. Setiap barang, ada masanya. Sebagaimana pada akhirnya aku harus melepas Taruna pertamaku, Hyundai mobil keduaku, kali ini aku harus merelakan si Mumun Terong pergi. Walaupun, hiks juga siiih…

Betul, naik mobil Ayah emang lebih nyaman, tapi setiap melihat Karimun lewat. Hiks, aku ingat mumun terong-ku..

Saturday, August 30, 2008

Jiwa Matahari

Yellow is my fave. Sun flower is my inspiration.
Halah! Kuning begitu? Dangdut banget…

Walau tiap tahun trend warna berubah. Koleksi warna unggulan bergeser. Mempengaruhi pilihan warna di industri dan pasar, bukan cuma cat kuku dan makeup tapi juga cat rumah dan mobil, namun kuning tetap abadi, menghuni sedikit tempat dihatiku.

Konon orange mewakili kata bahagia, sedang kuning adalah representasi dari kata cemburu, sebagaimana merah untuk marah, putih untuk suci, biru untuk laut, hijau untuk hutan dan ungu untuk janda, Hush!! Namun aku tak perduli

Bagiku, Kuning adalah untuk Matahari. Aku mencintai Matahari, sebab Matahari mencintaiku. Bisa kuingat kenangan akan masa mudaku, matahari pagi adalah pemberi semangat pergi sekolah. Matahari siang adalah teman bermain dan bersenang senang, sedang matahari senja adalah hiburan yang Indah.

Melihat Pelangi, Aku ingat Matahari yang sinarnya membiaskan Indah pelangi.Menatap Bulan, Aku ingat Matahari yang cahayanya menemani tidur sang Bumi.

Matahari Mencintaiku, dan aku mencintai Matahari.
Walau kusadari Matahari tak butuh itu. Matahari hanya tau memberi. Matahari hanya tau mencintai, tak berharap Pelangi berterimakasih, tak meminta Bulan membalas cintanya.

Ingin kumiliki Jiwa Matahari.
Hangat bersemangat dipagi hari. Riang menyenangkan disiang hari. Menebar senyum terindah yang menghibur disore hari. Tulus memberi tanpa berharap kembali.

Kutau pasti, itu tak mudah sayang. Karenanya, saat hujan datang dihati. Saat gerhana memeluk diri . Aku rindu Matahari.

Thursday, August 28, 2008

Happy is my Right.

Prolog: Saat Raker nasional bulan Maret lalu, NSM di kantor memberiku mouse pad dari merchandise motivator terkenal Adiwongso, text yang tertulis di mouse pad berwarna hitam itu adalah : Success is My Right.

Adalah Verra, seorang junior di kantor yang mengingatkan aku tentang satu hal lain, Happy is my Right. Verra yang selalu take it easy, senyam senyum, nyanyi-nyanyi, becanda dan guyon bahkan disaat yang menurutku tidaklah tepat untuk itu. Banyak sudah teguran, kecaman yang terlontar dari bibirku yang tipis sinis untuk sikapnya. Padahal kalo dipikir, dia satu satunya hiburan diantara team Brand yang jarang senyum dan most of the time bertampang masam, tepatnya seperti diriku.

Ditengah banyak hal yang bikin sakit kepala. Banyak urusan kantor yang bikin sesak didada. Senyum jadi hal yang mahal buatku. Bahagia jadi hal yang tak terpikirkan lagi. Sampai dengan Verra mengingatkan “ Happy is my right”, and that’s encourage me to strict on my decision to resign.

I try hard to enjoy my job, I love my career, I like the challenge, but somehow the reality not running as good as we plan, and drug me down. De-motivated. Frustrated. Whatever it call, and Verra remind me to the new thought “ Happy is my right”. So, daripada depresi berkepanjangan, aku memutuskan untuk quit. Bagaimanapun, aku berhak untuk bahagia.

“Mbak Bahagia? “ tanya Verra, disatu kesempatan makan malem bareng, setelah aku memutuskan resign.
Aku terdiam panjang sebelum menjawab “ Gue bahagia karena gue berusaha bersyukur”
“Kenapa Mbak terlihat ragu? Kakak Iparku selalu menjawab spontan . aku bahagia!!”

Pandanganku menerawang jauh sebelum menjawab “Pastinya kakak iparmu lebih pandai bersukur dibanding gue, Banyak hal dalam hidup ini berjalan tidak seperti yang gue mau, kalo inget itu sedih juga sih. Tapi sungguh terlalu kalo gue tidak bersyukur dengan apa yang gue masih punya sekarang. Dan gue bahagia untuk itu..

Happy is my right. Happy is everybody right. Makanya disaat seorang Verra yang selalu ceria merasa terpuruk. Giliranku untuk mengingatkannya, selain urusan pekerjaan-banyak hal didunia ini yang patut disyukuri, keluarga, kesehatan, dan kehidupan itu sendiri, yang insya-Allah bisa menyadarkan diri bahwa sesungguhnya kita bisa merasa bahagia dengan apa yang kita punya kini.

Bahagia, tidak ditentukan oleh orang lain, begitu kata seorang sahabat. Kita yang menentukan kebahagiaan kita sendiri. Well ya, thanks for sharing with me. At least sekarang aku bisa lebih bersyukur punya beberapa sahabat, dan segudang teman yang selalu saling mengingatkan tentang hakikat kebahagiaan, Alhamdulillah.

Monday, August 11, 2008

Keep Your Dream Alive

Prolog : Gue check diblog gue ini, kalo gue nulis tentang Erfan, pasti soal reuni, kopidarat, bubar bareng. Hih, basi ya? Kali ini pengin nulis sesuatu yang lain ah..

“Oleh oleh itu bukan soal apa dan berapa harganya, tapi soal Ingetnya” begitu kata Erfan, tiga tahun lalu saat memberiku oleh oleh sepotong kaos dari Amrik. Aku mengangguk cepat.. Setuju!! Makanya aku tak lupa memberinya coklat sepulangku dari Singapore.

Makanya terselip rasa senang dihati saat bulan lalu kuterima sms dari Erfan “ Udah jam makan siang ya? Disini masih pagi.. pemandangannya bagus..kayak di film Robinhood” . Begitu kurang lebih isi sms yang dikirim Erfan dari UK. Ugh!! Aku membalas dengan setitik rasa cemburu, hih rasanya gue deh yang pengin jalan jalan liat Eropa. Apalagi musim Spring menjelang Summer begini, pasti lagi cantik cantiknya, uuuhmm…bikin sirik aja deeh !!

Erfan tau mimpiku itu. Mungkin itulah yang membuatnya ingat diriku, walau dia berada jauuuuh di London sana. Membuatnya mengetik sms di satu pagi sepi yang kubaca sambil nyengir di siang hari panas terik Jakarta. Sedikit besar kepala. eh? dia inget gue lho. Padahal gue yakin dia sibuk dengan jadwal bisnis trip-nya yang padat.

Walau kami bertetangga- lokasi kantor maksudnya,-karena sama sama sok sibuk, baru minggu lalu kita bisa ketemu buat makan siang bareng. Ngobrol sih nggak jauh dari urusan kerjaan, jualan, target. Omset. Sales dan renik reniknya. Bedanya Erfan di B2B industry, sedang aku di B2C. tapi tetep asik ajah tuh

Berangkat dijemput, makan siang ditraktir, balik kantor dianter, waaah enak betul? Udah gitu masih dikasih oleh oleh dari UK lagi. Sebuah hiasan dinding kecil, berisi relief London bridge. Bagus. Aku memasangnya didinding rumah, dan mematri pesan Erfan dikepalaku “Keep Your Dream Alive”.

Aku menghela nafas panjaaaang. Berusaha melepaskan semua sumpek, segala perih, banyak sedih, tentang kondisi karirku saat ini. Namun ah, sudahlah, masih banyak hal yang harus disyukuri, antara lain tentang kupunya seorang teman seperti Erfan.

Thanks so much, Fan. Doakan saja, aku diberikan kelebihan rejeki dan kesempatan untuk mewujudkan mimpi itu. Well, Smoga sukses selalu menyertai perjalanan karir, kita semua.

Tuesday, August 05, 2008

Teladan Sebuah Potret Kehidupan

Dalam perjalan ke kantor Radiodalam, hampir setiap pagi aku melewati kawasan elite Pondok Indah. Ada satu pemandangan yang mengusik hatiku. Didekat PIM2, sebelum bengkel Suzuki, menjelang Wisma pondok Indah, aku sering melihat sepasang bapak dan Ibu tua duduk menunggui sebuah gerobak. Apa Isinya? Beberapa Papan cucian. Disitu ada signage : dijual papan cucian

Hari gene jual papan cucian? Di kawasan exclusive Pondok Indah pula. Siapa yang mau beli? Pasti itu yang terlintas dalam pikiran semua orang. Yang aku kagum bapak dan Ibu tua itu tetap telaten menunggui gerobak dagangannya, mananti rejeki Allah datang bersama terjualnya papan cucian itu.

Aku miris. Berapa pendapatan mereka? Pastinya tak seberapa. Tapi aku merasa mereka pasti ulet, mereka sabar dan tabah. Percaya, bahwa berapapun itu, Rejeki adalah urusan Allah


Seharusnya aku mencontoh, aku percaya aku yakin hal yang sama saat memutuskan untuk resign akhir bulan ini. Walau banyak suara suara menyayangkan, menyesalkan, mengangapku emosional, tanpa perhitungan, tidak berpikir strategies, meninggalkan posisi senior manager begitu saja, tanpa perduli kelanjutan karirku berikutnya

Gamangkah aku? tentu saja. Dengan usia yang tak lagi muda. Dengan ketatnya persaingan di dunia kerja. Dengan standard salary yang biasa kuperoleh kini. Mencari pekerjaan baru, bukan hal yang mudah.

Cemaskah aku? Ya iyalah…walau kutahu seharusnya tidak. Seharusnya aku meneladani potret kehidupan yang kulihat pagi hari di satu sudut pondok indah. Seharusnya aku yakin, seharusnya aku percaya bahwa urusan rejeki ada ditangan Allah.

Seperti halnya rahasia besar Allah tentang Jodoh dan Mati, seharusnya aku percaya Allah punya rencana rejeki lain untukku. Seharusnya aku yakin semua ini yang terbaik untukku. Aku berusaha yakin, aku berusaha percaya. Smoga Bapakku, begitu juga.

Aku berusaha menepiskan rasa gusar dan cemas, bersama semangat hari baru yang diberikan matahari pagi yang mengintip dalam kaca jendela mobilku.

Friday, July 11, 2008

Happy Birthday, Honey..

“Lu kayaknya kena kutuk deh” Kata cowo disebelahku, saat kami bertiga menonton BKST-Bengkel Kreasi Seni Teknik di kampus depok, nyaris dua puluh tahun yang lalu

“Kenapa?” tanyaku innocent

“Soalnya lu mau jadi cewe-nya Eddy” begitu kata Sauqi, cowo yang duduk disebelahku tadi. Kami bertiga terbahak. Aku-Eddy dan Sauqi yang merupakan sahabat Eddy saat kuliah di FTUI

Sungguh, sampe sekarangpun gue ngga habis pikir, kenapa gue bisa termehek mehek pada cowok dekil tengil belagu anak FTUI itu. Kayaknya Sauqi benar, gue kenak kutuk #halah# buktinya aku dan Eddy kini menikah dan telah mengarungi hampir limabelas tahun hidup bersama.

Bergulirnya sang waktu menjadi saksi banyak perubahan, walau tak lagi dekil, namun ayah tetap belagu dan tengil, Ups!! diusia yang empat puluh tiga tahun ini, Ayah tak pernah merasa tua dan tetap semangat, menjalani banyak hal yang diberikan kehidupan.

Happy Birthday, Honey,
Wish you all the best..
We love you!!

"Gue nggak suka dipangggil Honey" protes Ayah
"Kenapa?" Everything should have a reason, I think
"Kayak perempuan!!" serunya lagi
Aku terbahak. Whatever you say, Honey...


Saturday, June 21, 2008

Kenangan Dalam Sepasang Sepatu.

Judul tadi plesetan dari resensi film sex in the city yang dimuat di Kompas minggu lalu “Cinta dalam Sepasang Manolo”. Memang aku tak pernah punya Manolo Blahnik yang katanya “better than sex”, tapi membaca resensi film itu membuatku teringat banyak sepatu yang pernah menemaniku mengarungi jalan kehidupan.

Dimulai dari jaman Imut SMP. Aku punya sebuah sepatu berjudul apple pie. Itu sepatu kets ringan, berbahan kanvas dan tipis yang punya dua warna centil dan ceria. Dan aku prefer kombinasi, Putih dan…you know what?? Kuning!! Yup. Sunshine was my inspiration and yellow was my fave. Dangdutkan? Uhm, entahlah, aku tak ingat. Tapi sepatu kuning itu adalah yang paling berkesan menemaniku mengejar bis kota, ikutan baris berbaris. Latihan pramuka dan senam pagi bareng di taman gajah cipete.

Begitu SMA, nyaris semua teman punya sepatu branded. Aku bersekolah di satu SMA negri di kebayoran yang warganya cukup borju. Tidak cukup cantik dan pintar untuk bisa terkenal disini, sebab segudang cewe cantik dan pintar bersekolah disini. How about my Shoes? Aku Cuma ingat dua, dan sayangnya rasanya emang Cuma dua sepatu itu yang menemaniku selama 3 tahun di SMA.

Kelas satu aku punya sepatu Diadora coklat muda bertali yang tingginya sampai ke mata kaki. Saat itu aku berpikir, oh? ternyata emang nyaman ya kalo pake sepatu mahal, sebab kutau Diadora coklat muda itu sebetulnya diatas kemampuan kocek Bapakku. Bapak tidak ingin aku minder di sekolah, cuma gara gara urusan sepatu. Sepatu itu bertahan dua tahun, sebelum jadi belel dan digusur oleh sebuah sepatu kets Nike warna putih dengan logo biru NIKE disampingnya, yang mengantarkanku lulus SMA.

Kuliah di Bogor. Satu hal yang di complain teman teman, kok lu kalo pake sepatu diinjek? He..he..ember..aku nggak suka pake kets saat kuliah. Ribet dengan tali talinya itu. Jadi aku punya beberapa sepatu casual yang datar, ringan dan bisa diinjek dibelakangnya. Aku prefer yang berbahan kanvas dibanding dengan yang kulit imitasi. Aku punya beberapa, putih, coklat, biru, but one of my favorite adalah sepasang sepatu hitam casual yang unik.

Sepatu itu aku beli di bogor, lupa dimana persisnya, Sepatu itu lucu, sebab dia punya aksen yang berbeda. Disebelah kanan merah, disebelah kiri hijau. Aku paling suka pake sepatu itu, saat dipadukan dengan rok panjang berbungga kuning (Halah!! yellow again??) dan T-shirt hitam yang polos didepan dan bergambar di punggung. Rasanya cihui banget, seakan udah paling keren satu kelas..

Saat sahabat sahabatku, Evelyn dan Watiek punya sepatu kembar, seakan untuk meneriakkan diri “we’re best friend”, aku cuma nyengir dan menggeleng. Budgetku terbatas. Preferenceku berbeda. jadi walau aku tidak punya sepatu yang kembar denga mereka, kami bertiga ditambah Dewi, tetap bisa tertawa, Ngerumpi, Ngerujak, Jalan jalan, makan-makan dan nginep bareng, berempat!! Suatu perwujudan nyata dari proklamasi yang tak perlu terucap, We’re best friends!!

Begitu mulai menapaki perjalanan Karier, Lebih banyak koleksi sepatu menemani hari hariku. Aku lebih punya budget. Aku lebih punya perhatian pada urusan fashionista. Banyak sepatu yang berkesan untukku. Bukan cuma sepatu hitam, yang merupakan peningsetan saat menikah dengan Ayah, yang kupakai sampai lusuh, lelah dan bosan. Masih banyak sepatu yang membuatku tersenyum mengingatnya.

Aku penah punya sepatu yang cantik. Model Pantofel dengan hak tinggi favorite ku. Hitam berpita.Sayang, baru dipake beberapa kali pita sepatuku hilang satu. Lemnya lepas. Udah dicari kemana ajah. Nggak ketemu. Hah!! Dengan rasa menyesal yang menyesakkan dada, terpaksa sepatu itu digudangkan.

Sepatu lain yang berkesan adalah sepasang Boot hitam. I love that shoes so much. Sebab praktis. Ngga ribet. Dan nyaman. Memang tidak feminim, makanya sering aku pakai bersama blus pendek dan sebuah rompi. Yang sangat pas untuk hari hari sibuk dan melelahkan menjelang budget tahunan meeting. Kalo lagi pengin “gaya” sepatu itu aku pake bersama rok panjang biru tua (untung kali ini ngga kuning), dengan atasan gelap berlengan pendek dan kalung panjang, Udah deh, siap untuk tebar pesona, meeting di luar kantor. Psst, aku ingat, sepatu itu juga jadi andalanku saat aku ada workshop di Singapore, dan ikut mengantarku menyusuri orchard road yang menawarkan surga berbelanja.

Aku tidak pendek dan tidak tinggi, tidak langsing dan tidak gendut, makanya aku suka pake high heels,. Tapi ini yang membuat dokter kandunganku mengamuk, aku nyaris keguguran gara gara hamil muda tapi masih pake sepatu berhak. Sebuah sepatu sandal, bertali, tipis, trepes datar, dan jujur saja, elek pisan-menurutku, menemani kehamilan keduaku, sambil tetap sibuk mempersiapkan promosi, bikin proposal , koordinasi, meeting dan presentasi . Meski jelek, sepatu itu telah banyak sekali berjasa menjaga kehamilanku.

Walau adikku yang cantik, apik dan modis, memuji perubahan penampilanku yang drastis disbanding saat kuliah. Tetap saja aku suka matigaya dibanding teman teman sekantorku. Makanya satu hari di awal September, saat aku ulang tahun, mereka memberiku, sebuah stiletto Linea Pelle coklat yang berhak runcing dan tinggi. Aduh? Ngeri kali pakenya. Asistenku bilang “ Bubin, nggak akan pake. Dia nggak akan suka”. Tapi demi rasa terimakasih kepada mereka, aku pake stiletto itu ke kantor dihari jumat. Tidak nyaman memang, uggh, tampil gaya memang butuh pengorbanan you know.

How about now? Dari banyak koleksi sepatu, stiletto, selop, sandal yang kupunya. Aku paling suka my Peach Ever Best shoes, Sepatu pantofel berpita samping, berhak tinggi dengan warna feminim yang unik. Aku suka pakai saat harus presentasi di kampus maupun di kantor, Memberikan kesan professional yang tidak selalu harus hitam. plain dan membosankan. Sepatu itu nyaman, dan seakan bisa menyelipkan sugesti, bahwa semua akan baik baik saja. Eh? Kayak Jimat kali Ya??

So? Lets put your favorite shoes on…Manolo Blahnik, Guess, Sammy choo, Vinci, Hush Puppies, Wimo, Marie Claire, Yongki, Edward Forrer, whatever itu..trus nonton bareng Sex and the City yuks! Can’t wait to see you on theater then…

Wednesday, June 18, 2008

Gamang di malam tak berbintang..

Bunda Gamang. Halah! Kegamangan yang sudah basi.

Antara pengin resign dan bertahan dikantor yang sekarang. Satu makan malam bareng Abang di rumah, Bunda mereview perjalanan karir Bunda Bersama Abang.
“Bunda kayaknya ganti ganti kantor mulu deh”
“Menurut Abang kenapa?”
“Karena Bunda pembosan”
Seratus-you really know me, batinku

”Emang Abang tau Bunda pertama kali kerja dimana?”
“Di kuningan “ jawab abang lalu menyebut sebuah merk cosmetic Import.
“Salah”
“Lho kok?”
“Iya salah, sebelumnya, sebelum abang lahir, waktu Bunda masih gadis, Bunda pernah kerja di PT LA” kata Bunda menyebut perusahaan komunikasi data, under Telkom group.
“Masa? Bukannya itu kantor pertama Ayah?”
“Iya, Ayah Engineer di Gambir, Bunda part time di Thamrin, Cuma sebentar paling tiga bulan, Cuma ngisi waktu sebelum dapat yang permanen”

“Abang Inget, dulu abang suka nangis kalo Bunda tinggal ngantor”
Duh? Aku jadi inget masa masa itu. Setahun setelah menikah, dan belum hamil juga, Aku memang break bekerja. Istirahat total dua tahun. Setahun menjalani kehamilan, Setahun lagi mengasuh Abang. Makanya Abang sangat lengket dengan Bunda karena saat itu memang Bunda full time Mother.

Saat ada kesempatan back to work, Bunda menyambutnya dengan meninggalkan Abang yang belum disapih. Padahal dia ogah minum susu pake botol. No wonder kalo Bunda pulang kerja, belum buka sepatu, belum taruh tas, Abang langsung memanjat Bunda, kayak manjat pohon gitu lho, minta ASI. Duh? repotlah kalo inget masa masa itu. Untung persis dua tahun Abang berhasil disapih. Hih!! Malu atuh, Udah gede lagi Bang..

Setelah tujuh tahun berkantor di kuningan, Bunda pindah ke sebuah perusahaan consumer good di Thamrin., Dua tahun disana, Bunda give up. Bunda resign. Bunda ingat, Bunda ngga pernah lupa. Suatu kejutan, Abang tidak menyambut dengan antusias keputusan Bunda. “Abang senang Bunda bekerja”. Terselip getir dihati menyadari kenyataan, Bahwa Bang perduli dengan pekerjaan Bunda. Bahwa Adalah kebanggaan buat Abang mempunyai Ibu perempuan bekerja.

Dua tahun berikutnya status Bunda pengacara..means pengangguran banyak acara. Dipenghujung tahun kedua kuliah MM-Alhamdulillah-Bunda bisa back to work diusia yang tidak lagi muda.

Makanya, Bunda sekarang gamang antara pengin resign dan bertahan dikantor yang sekarang sudah satu tahun terakhir Bunda jalani.
Halah! Kalo udah rejeki, pasti nggak kemana, break aja dulu
Ya, tapi berikutnya umurku kan tak lagi muda untuk berkompetisi.
Pengalaman panjang dan lulus MM kan punya nilai jual lebih
Ya, tapi udah males kalo musti ngantor jauh jauh
Yo wis, mulai hunting kerjaan baru dong
Mana sempat? Kerjaan kantor aja rasanya ngga kelar kelar.

Jadi? Bunda masih saja gamang. Perdebatan dalam pikiran. Pertentangan dalam batin menemani pengembaraan Bunda menjalani malam panjang tak berbintang. Halah!!

Sunday, June 15, 2008

Mata, jendela hati

Kata orang Mata adalah jendela hati

Jadi inget pernah terjadi seorang teman kuliah bertemu teman SMPnya, yang ternyata temanku saat SD “ Lu kenal Bintari?”
“Yang matanya belo? Kenal dong”

Duh? Aku jadi ketawa sendiri. Temanku masa kecilku itu benar. Aku punya mata yang lebar dan besar. Dipayungi alis hitam lebat yang kuwarisi dari Bapak, dan sepasang bulu mata lentik panjang yang diturunkan oleh Mamah, dan kini dimiliki anak anakku. Banyak yang bilang (ehm) aku punya mata yang Indah. Itulah kenapa , walau harus, tapi aku malas pake kacamata. Halah!

Eits!! Itu bukan cuma gombal gombalan banyak cowo yang pernah mengagumi sepanjang masa mudaku,lho. Tapi ada teman sekantor Bapak, dan seorang Ibu kerabat jauh disalatiga pernah bilang
“Matamu Bagus, Nak. Andai kamu jadi menantuku”
“Kowe wis nduwe pacar Nduk? Aku nduwe cah lanang sing musti seneng ndelok matamu
Aku cuma bisa tersenyum geli. Speechless juga mendadak dilamar Ibu ibu sepuh begitu. Membuat aku teringat almarhum nenekku. Ketika aku datang berlibur ke salatiga, beliau pernah memandangku lekat lekat, tersenyum hangat dan bilang “Nduk, kamu punya mata yang berkerlip seperti bintang…” Wow. Aku terkesan. Dengan duabelas putra dan putri yang beliau miliki. Dengan beberapa puluh cucu yang beliau punya. Aku senang simbah salatiga-begitu kami menyebutnya-masih sempat memuji mataku.

Well ya, sepantasnya aku senang. Seharusnya aku bersyukur dikaruniai mata yang Indah. Banyak orang setuju akan itu. Akan tetapi tidak banyak orang yang tau bahwa mata ini sering menangis.

Aku sendiri benci. Aku sendiri sering tak mengerti. Mengapa aku sering menangis. Terbuat dari apakah mata indah ini sehingga mudah sekali basah? Gampang sekali hujan? Ugggh..berlebihankan kalo aku meminta, memohon, berharap punya mata yang lebih tabah??

Kembali kepada kata orang diatas. Mata itu jendela hati. Jika hatiku mendung, gerimis menetes dari mataku . Jika hatiku dilandai badai, hujan airmata turun membanjiri hariku…

Walau Aku banyak punya pilihan eye cream yang mampu menghilangkan kantong mata karena kurang tidur, sembab karena kebanyakan menangis. Tapi itu semua cuma pertolongan semu. Sebab aku tau, yang seharusnya di take care adalah hatiku, bukan mataku. Mata cuma jendela hati, jadi seharusnya kupintakan, kumohon sebuah hati yang lebih tabah.

Well ya, sepantasnya aku senang. Seharusnya aku bersyukur dikaruniai mata yang Indah. Dan kini kupintakan pada-Nya, sebuah hati yang lebih sabar, ikhlas dan tabah. Doakan saja

Semoga matahari selalu bersinar di angkasa dan dihatiku...

Sunday, June 01, 2008

Senyum buat Matahari

Lu deg deg-an nggak Steve?” tanya ku pada Steve dengan innocent.
”Ngga Bubin. Lebih deg deg-an waktu mo married” jawab Steve enteng.Kami terbahak .“Tuh denger Adhi, Reza, Willy…Lebih deg degan pemberkatan di gereja” kataku meledek para lajang dalam kelompok kami.

Jakarta pagi itu masih berkutat dengan kemacetan saat kami sudah bersiap di lantai dua sebuah kantor di Kuningan. Jumat pagi itu pagi istimewa, pagi yang sudah begitu dinantikan sejak lama dan akhirnya datang juga. Pagi itu kami akan presentasi di depan client kami, sebuah NGO internasional yang berkantor di kuningan, sebagai syarat kelulusan dari Business School yang sudah kami tekuni bersama dua tahun terakhir.

Semua orang berusaha serileks mungkin. Berbagi jokes. Berfoto bareng. Namun tetap saja waktu terasa lama saat kami menunggu kedatangan Operation Director WWF yang akan menilai hasil dari project kami. Semua orang bergantian mengechek jam, melihat handphone, dan melirik timer di laptop sambil melatih persiapan presentasi. Uggh..senewen!!

Akhirnya datang juga. Dengan menebar senyum lebar, Seorang bapak ditengah usia 40 tahun menyapa kami ” Good Morning Guys..Sorry I’m Late”. Terlambat satu jam. Menunggu lebih lama dari yang seharusnya. Bukan hal yang menyenangkan buat kami yang semalaman kurang tidur demi mempersiapkan presentasi ini , lalu masih harus bergulat dengan kemacetan pagi Jakarta.

Willy segera take the floor. Dengan pembawaan yang calm-khas miliknya-dia membuka presentasi kami, In English Off course-sebab cuma bahasa itu yang dipakai selama dua tahun di IPMI business School. Aku berikutnya. Sharing hasil dari responden kami tentang bagaimana presepsi mereka soal bekerja di WWF. Lebih baik dari saat roleplay semalam, presentasiku berjalan mulus. Tanpa tersendat lack of vocab. Tanpa kepleset pronunciation. Hah!!

Kami bergantian menyeleaikan 40 slide yang telah disiapkan, Steve mengakhiri dengan conclusion and recommendation. Mr. Dedi tetap antusias sepanjang presentasi. Hati kami berdebar. Saatnya Q&A. Berdoa dan berharap, smoga tidak terlalu sulit

Pak Dedi was nice. He didn’t give us hard time. He asked and we answer it the best as we can base on our survey and analysis.. Then he fill in the evaluation form from IPMI academic, and give us that paper in the sealed envelope. Finally he give us a big smile and said “ You guys do a good job. Well done”

Kelegaan yang luar biasa menghari biru dalam hatiku. Walau aku sadari ini bukan hasil maksimal dari team kami, tapi mengningat persiapan yag begitu mepet dan kejaran dari Mr Raj untuk segera prsentasi, aku tau kita sudah berusaha sebaik mungkin. Semua gugup, perasaan tertekan, ketegangan, segera menguap dari wajah wajah lelah kami. Semua orang tersenyum senang saat kami foto bersama. Say Cheeese..Klick!!

Makan siang bareng di Belagio-Kuningan jadi agenda bareng kami siang itu ”Gue seneng deh, jumat malem bisa dugem, tanpa mikir sabtu masih kudu bikin tugas” kata Reza spontan. Kami terbahak bersama, walau tetap terselip sedikit rasa penasaran . Eh? WWF kasih nilai apa ya?? Untuk membuka amplop dengan paksa, jelas kami tidak berani, bisa bisa Mr Raj yang sangat idealis mengurangi nilai kami, kan gawat. Akhirnya kami sepakat harus ada yang mengantar amplop yang ujug ujug penting itu ke akademik dan menunggu sampai nilai itu dibuka.

Reza tidak bisa menghindar. Dengan rumah yang hanya berjarak duaratus meter dari kampus, dia mengemban tugas istimewa itu.”Lu bawa mobil Za?” tanyaku. Selama ini Reza lebih sering nebeng aku kalo pulang dari kampus.
”Ngga Mbak. dipake Adik. Tadi naik ojeg”.
”ya udah gue anter kekampus, ntar gue drop pulang” kataku enteng. Aku toh pake supir anyway. Sepanjang jalan kuningan-kalibata kami lebih banyak diam. Ngantuk banget!!

Aku menunggu di lobby, Reza naik ke bagian akademik dilantai-3, dalam lima belas menit kedepan dia turun dengan berita ” A minus, Mbak” Aku mengedrop Reza dirumah, lalu meng SMS teman teman soal A minus tea. Beragam respon kudapat, Anyhow..apapun hasilnya kita bersyukur telah melewati pagi itu.

Pagi yang menjadi titik akhir perjuangan mengejar jam kuliah malam tanpa telat, mengerjakan paper ditengah lelahnya tekanan kerjaan kantor, tetap semangat sepanjang weekend untuk diskusi tugas. Alhamdulillah!! Berakhir sudah. Ucapkan sayonara pada segudang havard business case yang harus dicerna. Say goodbye pada seabreg quiz yang sering bikin melintir- saking susahnya. Sampaikan selamat tinggal pada diskusi kelas yang sering bikin perut mendadak mules.. hah! Kiss goodbye now...

Kini, saatnya berhenti sejenak. Break. Pause. Sebentar saja..sebelum lanjut mengapai tantangan berikutnya. Well, Hidup ini memang tak pernah mudah sayang..selama bumi masih berputar, disanalah matahari harus dikejar....dengan semangat baru..dengan harapan baru...

Senja datang bersama sms pendek dari Hari ” Big Congratulation!!”
Aku nyengir mengingat Hari. Kerja keras dan jerih payah selama ini seakan terbayar lunas, dengan banyak ucapan selamat yang kubaca di layar handphoneku. Membuat pagi berikutnya, dari balik kemudi mobil -aku tersenyum pada matahari..

Tuesday, March 11, 2008

From Bogor With Love

Matahari bersinar dengan malas diatas tol, mengiringi laju 406 kami ke Bogor. Sabtu kemarin kami kebogor dengan tiga agenda...satu menuruti request Aim buat nonton 4D theater di Bogor Nirwana Residence. Resensi film ”Fly me to the moon ini” dimuat di majalah Bobo terbaru, makanya Aim segera update. Anak gaul gitu lho...interestnya ngga jauh dari begituan.


Ke-dua memenuhi permintaan tante Di buat shopping di pusat tas tajur. Tiga, nengokin temen Ayah yang istrinya baru melahirkan anak ke lima. Hari gini punya anak lima? Amazing hah??

Anak anak ke BNR diantar Ayah, sedang Bunda dan tante Di prefer ke pusat tas Tajur. Sebetulnya ini bukan kunjunganku yang pertama, dulu banget aku pernah kesini-lupa sama siapa-aku cuma inget, saat itu aku nggak beli apa apa...

Kunjungan kami kini, surprise banget !! Kok udah berubah gini ya? Dulu cuma sebuah toko luas kayak gudang FO plus tempat parkir, sekarang? Wow... ada tempat makannya, factory outlet fashion dan sepatu, toilet umum, mushola, dan permainan anak anak. Untung kami cuma di drop, kalo cari parkir Ayah bete tuh, penuh banget euy..

Bagaimana koleksinya? Baguskah ? Well, seperti kunjunganku yang pertama..biasa aja. Aku menyusuri rak demi rak tanpa antusias. Aku yang terbiasa windowshopping di mall, browsing majalah fashion, update trend terkini, tidak jadi panik belanja dengan harga murah yang ditawarkan..

Sebetulnya ada ”rule of the tumb” soal belanja barang barang fashion, Jika branded dan (pastinya) mahal, pilihlah model-model klasik dengan warna netral, hitam, coklat, beige, red adalah contoh warna yang abadi, dan bertahan dari gusuran trend mode dunia yang berganti mengikuti musim spring-summer-fall-winter..

Mengingat itu aku kembali menyusuri rak display berisi ratusan tas aneka warna itu dengan lebih jeli. Eh? Ternyata ada juga yang fancy, trendy and so colorful. Dari beratus mungkin ribuan tas yang ada, aku menemukan beberapa yang kusuka. Harganya menarik..terpaksa menarik credit card maksudnya. Sampai dikasir aku jadi malu sendiri soalnya belanjaanku dua kali lebih bayak dari Dian.

Sampai di condet, Mami ikutan melihat belanjaan kami, sayang dia ngga jadi ikut ke tajur, padahal pengin banget..”Kamu ada yang minat gak? Gantiin aja satu. Aku juga merasa kebanyakan kok..” tawarku pada iparku itu.
”Yang merah boleh?”
Aku cepat mengangguk, aku sendiri udah punya tas merah branded yang klasik di rumah, yang ini memang lebih trendy..tapi ya..merah tetap merah..sami mawon

Mamah mengamati belanjaan kami ”Niiih Mah, buat Mamah” kataku mengasurkan tas pesta glamour penuh manik manik, sebab aku tau Mamah ngga punya tas yang pas buat pergi ke resepsi perkawinan. ”Oh ya..terimakasih” kata Mamah.

Mamah senang dapat oleh oleh, Mami senang punya tas baru, Dian senang kesampean juga niat belanja tas ke Tajur. How about me? Dengan semangat ”from Bogor with love” rasanya senang jugalah..bisa membuat mereka senang...

Sunday, March 02, 2008

Obituary – Profesor Severus Snape

"I can teach you how to bottle fame, brew glory, even stopper death -- if you aren't as big a bunch of dunderheads as I usually have to teach." ( Severus Snape )

Nyesek. Begitu perasaan yang terasa setelah menamatkan buku Harry Potter yang ke tujuh. Setelah bertahun tahun setia menunggu launching bukunya, menjadi bagian dari antrian mengular demi mendapatkan ticket film Harry Potter, akhirnya kita tiba pada buku ketujuh dan terakhir- The Deathly Hallows. Semua buku Harry Potter itu seperti punya kekuatan sihir. Sekali dibaca..nggak bisa lepas sebelum tamat euy..

Eh? Tapi kenapa nyesek? Untuk sebuah buku anak anak yang umumnya happy end, buku terakhir ini terasa berat. Kenapa? Karena banyak tokoh yang populer harus mati. Kematian Sirius Black di buku kelima dan meninggalnya Dumbledore di buku ke enam, seakan enteng dibanding banyak kematian di buku ke tujuh ini.

Berawal dari Mad Eye Moody ..can you imagine? Its hard to believe..one of the tough auror itu? Sudah harus mati diawal bab buku ke tujuh. Lalu pasangan suami istri Tonks-Lumpin…Tragedi Fred yang mati muda meninggalkan George saudara kembarnya, adakah keceriaan tersisa untuknya? Masih banyak lagi sih, tapi buatku paling nyesek adalah kematian Severus Snape.

Sejak buku pertama Snape digambarkan sebagai peran antagonis yang misterius. Double agen. Kita tidak pernah tau, kepada siapa kesetiaannya diberikan. Hogwarts? Orde Phoniex? Kementrian Sihir? Atau Dia ”Yang namanya tak boleh disebut”. Jika untuk jajaran murid Hogwarts aku memilih duo kocak George dan Fred Weasly sebagai favorit. Untuk tokoh dewasa, akhirnya aku memilih Profesor Sverus Snape yang berhidung bengkok dan berambut hitam lurus berminyak.

Aku tau ini bukan pilihan populer. Sebagai mantan Death Eater, musuh bebuyutan Harry Potter, dan bahan olok olok geng populer James Potter-Sirius Black-Lumpin-Petergrew-saat sekolah bareng di Hogwarts. Guru pelajaran ”poison” yang super galak dan punya obsesi mengajar ”Defense Against the Dark Art”. Profesor Severus Snape? Hiiih...ngga banget deh...

Buku ketujuh seakan menjelaskan segalanya. Begitu juga dengan sosok misterius Snape yang ngirit omong dan selalu sinical. Jagoan Occlumency dan Legitimency, pakar vitaserum dan ramuan polijus. Patromasnya yang berbentuk rusa betina. Kepada siapakah kesetianya diberikan? Surprisely...ternyata pada Lili Potter, tetangga sekaligus teman bermainnya sejak kecil.

Sesungguhnya banyak hal yang dilakukan Snape untuk melindungi Harry, anak dari Lili yang dikasihinya, sayangnya tingkah Harry sangat mirip dengan James yang begitu menyebalkan buat Snape. Melalui pelajaran private occlumency dan legitimency Harry-tanpa sengaja, off course-bisa melihat pengalaman pahit Severus muda yang selalu jadi object keisengan James and the gang, perseteruan Severus dan James, juga kenangan indah Snape akan Lili Potter, bahkan sebelum mereka masuk Hogwarts.

Jadi? kepada siapa kesetiamu diberikan? Kusarankan lebih baik belajar occlumency, untuk melindungi isi pikiranmu, sebelum aku menerobos masuk ingatanmu dengan tongkat sihir teracung dan berseru ....Legitimency!! Ah, sosok Profesor Severus Snape telah mengajariku, banyak hal tak terduga bisa terjadi dimana saja ....with or without magic ....lumos!!

Tuesday, February 12, 2008

Proses Belajar Dua Generasi

Masih bisa kuingat dari masa kanak kanakku di tahun 70an, belum banyak buku belajar membaca yang menarik tersedia di pasaran. Karenanya Bapak membuat sendiri sebuah buku belajar membaca buat Bram.

Entah dengan alasan apa, Bapak mengajar Bram membaca sejak dini, sejak belum masuk sekolah. Masih bisa kuingat buku tulis bergaris sederhana yang digambar dan ditulis sendiri oleh Bapak. Gambar bola diikuti kata B-o-l-a...Bo-la.. gambar gelas diikuti g-e-l-a-s...ge-las. Hasilnya? Bram bisa membaca sebelum dia masuk TK. Amazing hah??

Kehidupan kini ternyata menempatkanBapak dan Bram diposisi yang bergantian. Sejak pensiun Bapak menghabiskan masa tuanya dengan mengajar filsafat dan mata kuliah dasar di sebuah akademi bahasa asing. Awalnya Bapak mengajar berbekal plastik transparency yang berisi materi kuliah. Namun kini jaman berubah cepat. OHP digusur hadirnya komputer projector. Diusia tuanya Bapak harus beradaptasi. Belajar lagi membuat presentasi bahan kuliahnya di atas powerpoint...and you know what? Kali Ini Bram yangmengajari.

Dengan kesabaran khas miliknya, Bram menemani Bapak belajar memakai laptop, dan mengetik materi kuliah dalam power point. Satu hal yang Bapak sukai dari hal ini, materi kuliahnya gampang diupdate tiap saat dibutukan. Tanpa repot. Tanpa banyak effort. Tinggal delete, copy, paste dan save. Beres!! Kami semua bangga Bapak masih mau belajar hal baru diusianya yang nyaris 70.

Makanya aku heran kalo ada yang tanya begini…
Djarot : Bin? Ngapain sih lu sekolah lagi?
Ibin (nyengir) : cari daun muda !!
Erfan : ha..ha..ha..Elu banget...

Friday, February 08, 2008

la neige au Sahara

...Si la poussière emporte tes rêves de lumière
Je serai ta lune, ton repère
Et si le soleil nous brûle, je prierai qui tu voudras
Pour que tombe la neige au Sahara

Si le désert est le seul remède à tes doutes
Femme de sel, je serai ta route
Et si la soif nous brûle, je prierai tant qu'il faudra
Pour que tombe la neige au Sahara...



Baca buku " sang pemimpi" -nya Andrea Hirata menginggatkan akan sebuah mimpi yang nyaris terlupakan bersama segudang kesibukan sekarang ..betul, pernah datang beberapa kesempatan yang nyaris mewujudkannya, sayangnya semua itu tak jua tercapai hingga kini.

Bukan mimpi yang luarbiasa memang, jika aku mau egois dengan extra budget dan sedikit waktu yang tersisa, aku bisa menjadikannya nyata dengan segera. Tapi entahlah, mungkin memang aku bukan seorang pengejar mimpi.

Mimpi itu haruslah besar, begitu yang kudengar.
entahlah, mewujudkan mimpi mimpi kecilku saja aku tak berani banyak berharap. Aku lebih nyaman menginjak bumi realitas, dibanding terbang mengapai mimpi...

Sejak masa mudaku... aku ingin melihat Paris - Perancis yang konon romantis, sampai saat ini semua itu masih jadi impian kecilku. Memang cuma mimpi kecil - tak sebesar mengharap salju turun di sahara - seperti kata Anggun C Sasmi -la neige au Sahara..