Saturday, June 21, 2008

Kenangan Dalam Sepasang Sepatu.

Judul tadi plesetan dari resensi film sex in the city yang dimuat di Kompas minggu lalu “Cinta dalam Sepasang Manolo”. Memang aku tak pernah punya Manolo Blahnik yang katanya “better than sex”, tapi membaca resensi film itu membuatku teringat banyak sepatu yang pernah menemaniku mengarungi jalan kehidupan.

Dimulai dari jaman Imut SMP. Aku punya sebuah sepatu berjudul apple pie. Itu sepatu kets ringan, berbahan kanvas dan tipis yang punya dua warna centil dan ceria. Dan aku prefer kombinasi, Putih dan…you know what?? Kuning!! Yup. Sunshine was my inspiration and yellow was my fave. Dangdutkan? Uhm, entahlah, aku tak ingat. Tapi sepatu kuning itu adalah yang paling berkesan menemaniku mengejar bis kota, ikutan baris berbaris. Latihan pramuka dan senam pagi bareng di taman gajah cipete.

Begitu SMA, nyaris semua teman punya sepatu branded. Aku bersekolah di satu SMA negri di kebayoran yang warganya cukup borju. Tidak cukup cantik dan pintar untuk bisa terkenal disini, sebab segudang cewe cantik dan pintar bersekolah disini. How about my Shoes? Aku Cuma ingat dua, dan sayangnya rasanya emang Cuma dua sepatu itu yang menemaniku selama 3 tahun di SMA.

Kelas satu aku punya sepatu Diadora coklat muda bertali yang tingginya sampai ke mata kaki. Saat itu aku berpikir, oh? ternyata emang nyaman ya kalo pake sepatu mahal, sebab kutau Diadora coklat muda itu sebetulnya diatas kemampuan kocek Bapakku. Bapak tidak ingin aku minder di sekolah, cuma gara gara urusan sepatu. Sepatu itu bertahan dua tahun, sebelum jadi belel dan digusur oleh sebuah sepatu kets Nike warna putih dengan logo biru NIKE disampingnya, yang mengantarkanku lulus SMA.

Kuliah di Bogor. Satu hal yang di complain teman teman, kok lu kalo pake sepatu diinjek? He..he..ember..aku nggak suka pake kets saat kuliah. Ribet dengan tali talinya itu. Jadi aku punya beberapa sepatu casual yang datar, ringan dan bisa diinjek dibelakangnya. Aku prefer yang berbahan kanvas dibanding dengan yang kulit imitasi. Aku punya beberapa, putih, coklat, biru, but one of my favorite adalah sepasang sepatu hitam casual yang unik.

Sepatu itu aku beli di bogor, lupa dimana persisnya, Sepatu itu lucu, sebab dia punya aksen yang berbeda. Disebelah kanan merah, disebelah kiri hijau. Aku paling suka pake sepatu itu, saat dipadukan dengan rok panjang berbungga kuning (Halah!! yellow again??) dan T-shirt hitam yang polos didepan dan bergambar di punggung. Rasanya cihui banget, seakan udah paling keren satu kelas..

Saat sahabat sahabatku, Evelyn dan Watiek punya sepatu kembar, seakan untuk meneriakkan diri “we’re best friend”, aku cuma nyengir dan menggeleng. Budgetku terbatas. Preferenceku berbeda. jadi walau aku tidak punya sepatu yang kembar denga mereka, kami bertiga ditambah Dewi, tetap bisa tertawa, Ngerumpi, Ngerujak, Jalan jalan, makan-makan dan nginep bareng, berempat!! Suatu perwujudan nyata dari proklamasi yang tak perlu terucap, We’re best friends!!

Begitu mulai menapaki perjalanan Karier, Lebih banyak koleksi sepatu menemani hari hariku. Aku lebih punya budget. Aku lebih punya perhatian pada urusan fashionista. Banyak sepatu yang berkesan untukku. Bukan cuma sepatu hitam, yang merupakan peningsetan saat menikah dengan Ayah, yang kupakai sampai lusuh, lelah dan bosan. Masih banyak sepatu yang membuatku tersenyum mengingatnya.

Aku penah punya sepatu yang cantik. Model Pantofel dengan hak tinggi favorite ku. Hitam berpita.Sayang, baru dipake beberapa kali pita sepatuku hilang satu. Lemnya lepas. Udah dicari kemana ajah. Nggak ketemu. Hah!! Dengan rasa menyesal yang menyesakkan dada, terpaksa sepatu itu digudangkan.

Sepatu lain yang berkesan adalah sepasang Boot hitam. I love that shoes so much. Sebab praktis. Ngga ribet. Dan nyaman. Memang tidak feminim, makanya sering aku pakai bersama blus pendek dan sebuah rompi. Yang sangat pas untuk hari hari sibuk dan melelahkan menjelang budget tahunan meeting. Kalo lagi pengin “gaya” sepatu itu aku pake bersama rok panjang biru tua (untung kali ini ngga kuning), dengan atasan gelap berlengan pendek dan kalung panjang, Udah deh, siap untuk tebar pesona, meeting di luar kantor. Psst, aku ingat, sepatu itu juga jadi andalanku saat aku ada workshop di Singapore, dan ikut mengantarku menyusuri orchard road yang menawarkan surga berbelanja.

Aku tidak pendek dan tidak tinggi, tidak langsing dan tidak gendut, makanya aku suka pake high heels,. Tapi ini yang membuat dokter kandunganku mengamuk, aku nyaris keguguran gara gara hamil muda tapi masih pake sepatu berhak. Sebuah sepatu sandal, bertali, tipis, trepes datar, dan jujur saja, elek pisan-menurutku, menemani kehamilan keduaku, sambil tetap sibuk mempersiapkan promosi, bikin proposal , koordinasi, meeting dan presentasi . Meski jelek, sepatu itu telah banyak sekali berjasa menjaga kehamilanku.

Walau adikku yang cantik, apik dan modis, memuji perubahan penampilanku yang drastis disbanding saat kuliah. Tetap saja aku suka matigaya dibanding teman teman sekantorku. Makanya satu hari di awal September, saat aku ulang tahun, mereka memberiku, sebuah stiletto Linea Pelle coklat yang berhak runcing dan tinggi. Aduh? Ngeri kali pakenya. Asistenku bilang “ Bubin, nggak akan pake. Dia nggak akan suka”. Tapi demi rasa terimakasih kepada mereka, aku pake stiletto itu ke kantor dihari jumat. Tidak nyaman memang, uggh, tampil gaya memang butuh pengorbanan you know.

How about now? Dari banyak koleksi sepatu, stiletto, selop, sandal yang kupunya. Aku paling suka my Peach Ever Best shoes, Sepatu pantofel berpita samping, berhak tinggi dengan warna feminim yang unik. Aku suka pakai saat harus presentasi di kampus maupun di kantor, Memberikan kesan professional yang tidak selalu harus hitam. plain dan membosankan. Sepatu itu nyaman, dan seakan bisa menyelipkan sugesti, bahwa semua akan baik baik saja. Eh? Kayak Jimat kali Ya??

So? Lets put your favorite shoes on…Manolo Blahnik, Guess, Sammy choo, Vinci, Hush Puppies, Wimo, Marie Claire, Yongki, Edward Forrer, whatever itu..trus nonton bareng Sex and the City yuks! Can’t wait to see you on theater then…

Wednesday, June 18, 2008

Gamang di malam tak berbintang..

Bunda Gamang. Halah! Kegamangan yang sudah basi.

Antara pengin resign dan bertahan dikantor yang sekarang. Satu makan malam bareng Abang di rumah, Bunda mereview perjalanan karir Bunda Bersama Abang.
“Bunda kayaknya ganti ganti kantor mulu deh”
“Menurut Abang kenapa?”
“Karena Bunda pembosan”
Seratus-you really know me, batinku

”Emang Abang tau Bunda pertama kali kerja dimana?”
“Di kuningan “ jawab abang lalu menyebut sebuah merk cosmetic Import.
“Salah”
“Lho kok?”
“Iya salah, sebelumnya, sebelum abang lahir, waktu Bunda masih gadis, Bunda pernah kerja di PT LA” kata Bunda menyebut perusahaan komunikasi data, under Telkom group.
“Masa? Bukannya itu kantor pertama Ayah?”
“Iya, Ayah Engineer di Gambir, Bunda part time di Thamrin, Cuma sebentar paling tiga bulan, Cuma ngisi waktu sebelum dapat yang permanen”

“Abang Inget, dulu abang suka nangis kalo Bunda tinggal ngantor”
Duh? Aku jadi inget masa masa itu. Setahun setelah menikah, dan belum hamil juga, Aku memang break bekerja. Istirahat total dua tahun. Setahun menjalani kehamilan, Setahun lagi mengasuh Abang. Makanya Abang sangat lengket dengan Bunda karena saat itu memang Bunda full time Mother.

Saat ada kesempatan back to work, Bunda menyambutnya dengan meninggalkan Abang yang belum disapih. Padahal dia ogah minum susu pake botol. No wonder kalo Bunda pulang kerja, belum buka sepatu, belum taruh tas, Abang langsung memanjat Bunda, kayak manjat pohon gitu lho, minta ASI. Duh? repotlah kalo inget masa masa itu. Untung persis dua tahun Abang berhasil disapih. Hih!! Malu atuh, Udah gede lagi Bang..

Setelah tujuh tahun berkantor di kuningan, Bunda pindah ke sebuah perusahaan consumer good di Thamrin., Dua tahun disana, Bunda give up. Bunda resign. Bunda ingat, Bunda ngga pernah lupa. Suatu kejutan, Abang tidak menyambut dengan antusias keputusan Bunda. “Abang senang Bunda bekerja”. Terselip getir dihati menyadari kenyataan, Bahwa Bang perduli dengan pekerjaan Bunda. Bahwa Adalah kebanggaan buat Abang mempunyai Ibu perempuan bekerja.

Dua tahun berikutnya status Bunda pengacara..means pengangguran banyak acara. Dipenghujung tahun kedua kuliah MM-Alhamdulillah-Bunda bisa back to work diusia yang tidak lagi muda.

Makanya, Bunda sekarang gamang antara pengin resign dan bertahan dikantor yang sekarang sudah satu tahun terakhir Bunda jalani.
Halah! Kalo udah rejeki, pasti nggak kemana, break aja dulu
Ya, tapi berikutnya umurku kan tak lagi muda untuk berkompetisi.
Pengalaman panjang dan lulus MM kan punya nilai jual lebih
Ya, tapi udah males kalo musti ngantor jauh jauh
Yo wis, mulai hunting kerjaan baru dong
Mana sempat? Kerjaan kantor aja rasanya ngga kelar kelar.

Jadi? Bunda masih saja gamang. Perdebatan dalam pikiran. Pertentangan dalam batin menemani pengembaraan Bunda menjalani malam panjang tak berbintang. Halah!!

Sunday, June 15, 2008

Mata, jendela hati

Kata orang Mata adalah jendela hati

Jadi inget pernah terjadi seorang teman kuliah bertemu teman SMPnya, yang ternyata temanku saat SD “ Lu kenal Bintari?”
“Yang matanya belo? Kenal dong”

Duh? Aku jadi ketawa sendiri. Temanku masa kecilku itu benar. Aku punya mata yang lebar dan besar. Dipayungi alis hitam lebat yang kuwarisi dari Bapak, dan sepasang bulu mata lentik panjang yang diturunkan oleh Mamah, dan kini dimiliki anak anakku. Banyak yang bilang (ehm) aku punya mata yang Indah. Itulah kenapa , walau harus, tapi aku malas pake kacamata. Halah!

Eits!! Itu bukan cuma gombal gombalan banyak cowo yang pernah mengagumi sepanjang masa mudaku,lho. Tapi ada teman sekantor Bapak, dan seorang Ibu kerabat jauh disalatiga pernah bilang
“Matamu Bagus, Nak. Andai kamu jadi menantuku”
“Kowe wis nduwe pacar Nduk? Aku nduwe cah lanang sing musti seneng ndelok matamu
Aku cuma bisa tersenyum geli. Speechless juga mendadak dilamar Ibu ibu sepuh begitu. Membuat aku teringat almarhum nenekku. Ketika aku datang berlibur ke salatiga, beliau pernah memandangku lekat lekat, tersenyum hangat dan bilang “Nduk, kamu punya mata yang berkerlip seperti bintang…” Wow. Aku terkesan. Dengan duabelas putra dan putri yang beliau miliki. Dengan beberapa puluh cucu yang beliau punya. Aku senang simbah salatiga-begitu kami menyebutnya-masih sempat memuji mataku.

Well ya, sepantasnya aku senang. Seharusnya aku bersyukur dikaruniai mata yang Indah. Banyak orang setuju akan itu. Akan tetapi tidak banyak orang yang tau bahwa mata ini sering menangis.

Aku sendiri benci. Aku sendiri sering tak mengerti. Mengapa aku sering menangis. Terbuat dari apakah mata indah ini sehingga mudah sekali basah? Gampang sekali hujan? Ugggh..berlebihankan kalo aku meminta, memohon, berharap punya mata yang lebih tabah??

Kembali kepada kata orang diatas. Mata itu jendela hati. Jika hatiku mendung, gerimis menetes dari mataku . Jika hatiku dilandai badai, hujan airmata turun membanjiri hariku…

Walau Aku banyak punya pilihan eye cream yang mampu menghilangkan kantong mata karena kurang tidur, sembab karena kebanyakan menangis. Tapi itu semua cuma pertolongan semu. Sebab aku tau, yang seharusnya di take care adalah hatiku, bukan mataku. Mata cuma jendela hati, jadi seharusnya kupintakan, kumohon sebuah hati yang lebih tabah.

Well ya, sepantasnya aku senang. Seharusnya aku bersyukur dikaruniai mata yang Indah. Dan kini kupintakan pada-Nya, sebuah hati yang lebih sabar, ikhlas dan tabah. Doakan saja

Semoga matahari selalu bersinar di angkasa dan dihatiku...

Sunday, June 01, 2008

Senyum buat Matahari

Lu deg deg-an nggak Steve?” tanya ku pada Steve dengan innocent.
”Ngga Bubin. Lebih deg deg-an waktu mo married” jawab Steve enteng.Kami terbahak .“Tuh denger Adhi, Reza, Willy…Lebih deg degan pemberkatan di gereja” kataku meledek para lajang dalam kelompok kami.

Jakarta pagi itu masih berkutat dengan kemacetan saat kami sudah bersiap di lantai dua sebuah kantor di Kuningan. Jumat pagi itu pagi istimewa, pagi yang sudah begitu dinantikan sejak lama dan akhirnya datang juga. Pagi itu kami akan presentasi di depan client kami, sebuah NGO internasional yang berkantor di kuningan, sebagai syarat kelulusan dari Business School yang sudah kami tekuni bersama dua tahun terakhir.

Semua orang berusaha serileks mungkin. Berbagi jokes. Berfoto bareng. Namun tetap saja waktu terasa lama saat kami menunggu kedatangan Operation Director WWF yang akan menilai hasil dari project kami. Semua orang bergantian mengechek jam, melihat handphone, dan melirik timer di laptop sambil melatih persiapan presentasi. Uggh..senewen!!

Akhirnya datang juga. Dengan menebar senyum lebar, Seorang bapak ditengah usia 40 tahun menyapa kami ” Good Morning Guys..Sorry I’m Late”. Terlambat satu jam. Menunggu lebih lama dari yang seharusnya. Bukan hal yang menyenangkan buat kami yang semalaman kurang tidur demi mempersiapkan presentasi ini , lalu masih harus bergulat dengan kemacetan pagi Jakarta.

Willy segera take the floor. Dengan pembawaan yang calm-khas miliknya-dia membuka presentasi kami, In English Off course-sebab cuma bahasa itu yang dipakai selama dua tahun di IPMI business School. Aku berikutnya. Sharing hasil dari responden kami tentang bagaimana presepsi mereka soal bekerja di WWF. Lebih baik dari saat roleplay semalam, presentasiku berjalan mulus. Tanpa tersendat lack of vocab. Tanpa kepleset pronunciation. Hah!!

Kami bergantian menyeleaikan 40 slide yang telah disiapkan, Steve mengakhiri dengan conclusion and recommendation. Mr. Dedi tetap antusias sepanjang presentasi. Hati kami berdebar. Saatnya Q&A. Berdoa dan berharap, smoga tidak terlalu sulit

Pak Dedi was nice. He didn’t give us hard time. He asked and we answer it the best as we can base on our survey and analysis.. Then he fill in the evaluation form from IPMI academic, and give us that paper in the sealed envelope. Finally he give us a big smile and said “ You guys do a good job. Well done”

Kelegaan yang luar biasa menghari biru dalam hatiku. Walau aku sadari ini bukan hasil maksimal dari team kami, tapi mengningat persiapan yag begitu mepet dan kejaran dari Mr Raj untuk segera prsentasi, aku tau kita sudah berusaha sebaik mungkin. Semua gugup, perasaan tertekan, ketegangan, segera menguap dari wajah wajah lelah kami. Semua orang tersenyum senang saat kami foto bersama. Say Cheeese..Klick!!

Makan siang bareng di Belagio-Kuningan jadi agenda bareng kami siang itu ”Gue seneng deh, jumat malem bisa dugem, tanpa mikir sabtu masih kudu bikin tugas” kata Reza spontan. Kami terbahak bersama, walau tetap terselip sedikit rasa penasaran . Eh? WWF kasih nilai apa ya?? Untuk membuka amplop dengan paksa, jelas kami tidak berani, bisa bisa Mr Raj yang sangat idealis mengurangi nilai kami, kan gawat. Akhirnya kami sepakat harus ada yang mengantar amplop yang ujug ujug penting itu ke akademik dan menunggu sampai nilai itu dibuka.

Reza tidak bisa menghindar. Dengan rumah yang hanya berjarak duaratus meter dari kampus, dia mengemban tugas istimewa itu.”Lu bawa mobil Za?” tanyaku. Selama ini Reza lebih sering nebeng aku kalo pulang dari kampus.
”Ngga Mbak. dipake Adik. Tadi naik ojeg”.
”ya udah gue anter kekampus, ntar gue drop pulang” kataku enteng. Aku toh pake supir anyway. Sepanjang jalan kuningan-kalibata kami lebih banyak diam. Ngantuk banget!!

Aku menunggu di lobby, Reza naik ke bagian akademik dilantai-3, dalam lima belas menit kedepan dia turun dengan berita ” A minus, Mbak” Aku mengedrop Reza dirumah, lalu meng SMS teman teman soal A minus tea. Beragam respon kudapat, Anyhow..apapun hasilnya kita bersyukur telah melewati pagi itu.

Pagi yang menjadi titik akhir perjuangan mengejar jam kuliah malam tanpa telat, mengerjakan paper ditengah lelahnya tekanan kerjaan kantor, tetap semangat sepanjang weekend untuk diskusi tugas. Alhamdulillah!! Berakhir sudah. Ucapkan sayonara pada segudang havard business case yang harus dicerna. Say goodbye pada seabreg quiz yang sering bikin melintir- saking susahnya. Sampaikan selamat tinggal pada diskusi kelas yang sering bikin perut mendadak mules.. hah! Kiss goodbye now...

Kini, saatnya berhenti sejenak. Break. Pause. Sebentar saja..sebelum lanjut mengapai tantangan berikutnya. Well, Hidup ini memang tak pernah mudah sayang..selama bumi masih berputar, disanalah matahari harus dikejar....dengan semangat baru..dengan harapan baru...

Senja datang bersama sms pendek dari Hari ” Big Congratulation!!”
Aku nyengir mengingat Hari. Kerja keras dan jerih payah selama ini seakan terbayar lunas, dengan banyak ucapan selamat yang kubaca di layar handphoneku. Membuat pagi berikutnya, dari balik kemudi mobil -aku tersenyum pada matahari..