Sunday, August 31, 2008

Si Mumun Terong

“sini aja Bu..muat kok” begitu kata petugas parkir di citos.
Dengan sigap aku segera menyelipkan Karimun-ku yang imut ditempat sempit yang ditunjuknya. Cihui!! Thats why I love this car so much. Mungil, imut, tangguh, nggak rewel, dan enaknya… gampang parkir.

Sudah 3 tahun si mumun terong-ku, begitu nama mobil karimun berwarna ungu milikku, menemani kegiatanku yang seabreg. Kuliah malam, nganter klien, hangout ma teman, belanja bulanan, shopping ke Mall, ke dokter dan rekreasi ma anak anak, pergi pulang kantor dam juga antar jemput sekolah anak.

Sudah banyak suka duka dilakoni bareng. Menembus banjir besar Jakarta. Menjalanin kemacetan dimana mana. Kunci tertinggal di dalam mobil saat di parkir kebayoran. Ujug ujug ogah distater di Kelapa gading Mall, adalah bagian dari kebersamaan kami. Juga menyerempet pagar, tiang bendera, mobil oranglain. Dicium taxi, motor dan angkot. Belum lagi beberapa kali ditilang bapak polisi berkumis baplang. Hih? Trully, I’m a terrible driver.

Sebetulnya gue masih cinta sama si mumun terong ini, tapi anak anak udah gerah dan bosan. Jadilah minggu lalu, mumpung ada yang naksir dan ternyata serius, si mumun terong dilipat, berpindah tangan ke pemilik baru. Aku cuma bisa bilang, Hiks.

Mengingat dirinya, membuatku tersenyum. Si Mumun bukan cuma mobil buatku, tapi sudah seperti lemari berjalan untukku, karena aku menyimpan banyak hal disitu, bukan cuma dongkrak dan ban serep, tapi bahan bahan dan buku kuliah yang segede bantal, berpasang sepatu kantor dan selop untuk hangout, majalah, koran, sampai dengan (maaf) softex…dan juga banyak kenangan.

Ah, dia sudah seperti seorang assisten pribadiku yang selalu menemaniku kemana saja. Tak peduli hujan, terik, malam, siang, jauh, dekat. pelan pelan ato ngebut, dia selalu setia setiap saat, Menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diriku, karenanya juga banyak disebut diblog ini

Aih, sudahlah. Setiap barang, ada masanya. Sebagaimana pada akhirnya aku harus melepas Taruna pertamaku, Hyundai mobil keduaku, kali ini aku harus merelakan si Mumun Terong pergi. Walaupun, hiks juga siiih…

Betul, naik mobil Ayah emang lebih nyaman, tapi setiap melihat Karimun lewat. Hiks, aku ingat mumun terong-ku..

Saturday, August 30, 2008

Jiwa Matahari

Yellow is my fave. Sun flower is my inspiration.
Halah! Kuning begitu? Dangdut banget…

Walau tiap tahun trend warna berubah. Koleksi warna unggulan bergeser. Mempengaruhi pilihan warna di industri dan pasar, bukan cuma cat kuku dan makeup tapi juga cat rumah dan mobil, namun kuning tetap abadi, menghuni sedikit tempat dihatiku.

Konon orange mewakili kata bahagia, sedang kuning adalah representasi dari kata cemburu, sebagaimana merah untuk marah, putih untuk suci, biru untuk laut, hijau untuk hutan dan ungu untuk janda, Hush!! Namun aku tak perduli

Bagiku, Kuning adalah untuk Matahari. Aku mencintai Matahari, sebab Matahari mencintaiku. Bisa kuingat kenangan akan masa mudaku, matahari pagi adalah pemberi semangat pergi sekolah. Matahari siang adalah teman bermain dan bersenang senang, sedang matahari senja adalah hiburan yang Indah.

Melihat Pelangi, Aku ingat Matahari yang sinarnya membiaskan Indah pelangi.Menatap Bulan, Aku ingat Matahari yang cahayanya menemani tidur sang Bumi.

Matahari Mencintaiku, dan aku mencintai Matahari.
Walau kusadari Matahari tak butuh itu. Matahari hanya tau memberi. Matahari hanya tau mencintai, tak berharap Pelangi berterimakasih, tak meminta Bulan membalas cintanya.

Ingin kumiliki Jiwa Matahari.
Hangat bersemangat dipagi hari. Riang menyenangkan disiang hari. Menebar senyum terindah yang menghibur disore hari. Tulus memberi tanpa berharap kembali.

Kutau pasti, itu tak mudah sayang. Karenanya, saat hujan datang dihati. Saat gerhana memeluk diri . Aku rindu Matahari.

Thursday, August 28, 2008

Happy is my Right.

Prolog: Saat Raker nasional bulan Maret lalu, NSM di kantor memberiku mouse pad dari merchandise motivator terkenal Adiwongso, text yang tertulis di mouse pad berwarna hitam itu adalah : Success is My Right.

Adalah Verra, seorang junior di kantor yang mengingatkan aku tentang satu hal lain, Happy is my Right. Verra yang selalu take it easy, senyam senyum, nyanyi-nyanyi, becanda dan guyon bahkan disaat yang menurutku tidaklah tepat untuk itu. Banyak sudah teguran, kecaman yang terlontar dari bibirku yang tipis sinis untuk sikapnya. Padahal kalo dipikir, dia satu satunya hiburan diantara team Brand yang jarang senyum dan most of the time bertampang masam, tepatnya seperti diriku.

Ditengah banyak hal yang bikin sakit kepala. Banyak urusan kantor yang bikin sesak didada. Senyum jadi hal yang mahal buatku. Bahagia jadi hal yang tak terpikirkan lagi. Sampai dengan Verra mengingatkan “ Happy is my right”, and that’s encourage me to strict on my decision to resign.

I try hard to enjoy my job, I love my career, I like the challenge, but somehow the reality not running as good as we plan, and drug me down. De-motivated. Frustrated. Whatever it call, and Verra remind me to the new thought “ Happy is my right”. So, daripada depresi berkepanjangan, aku memutuskan untuk quit. Bagaimanapun, aku berhak untuk bahagia.

“Mbak Bahagia? “ tanya Verra, disatu kesempatan makan malem bareng, setelah aku memutuskan resign.
Aku terdiam panjang sebelum menjawab “ Gue bahagia karena gue berusaha bersyukur”
“Kenapa Mbak terlihat ragu? Kakak Iparku selalu menjawab spontan . aku bahagia!!”

Pandanganku menerawang jauh sebelum menjawab “Pastinya kakak iparmu lebih pandai bersukur dibanding gue, Banyak hal dalam hidup ini berjalan tidak seperti yang gue mau, kalo inget itu sedih juga sih. Tapi sungguh terlalu kalo gue tidak bersyukur dengan apa yang gue masih punya sekarang. Dan gue bahagia untuk itu..

Happy is my right. Happy is everybody right. Makanya disaat seorang Verra yang selalu ceria merasa terpuruk. Giliranku untuk mengingatkannya, selain urusan pekerjaan-banyak hal didunia ini yang patut disyukuri, keluarga, kesehatan, dan kehidupan itu sendiri, yang insya-Allah bisa menyadarkan diri bahwa sesungguhnya kita bisa merasa bahagia dengan apa yang kita punya kini.

Bahagia, tidak ditentukan oleh orang lain, begitu kata seorang sahabat. Kita yang menentukan kebahagiaan kita sendiri. Well ya, thanks for sharing with me. At least sekarang aku bisa lebih bersyukur punya beberapa sahabat, dan segudang teman yang selalu saling mengingatkan tentang hakikat kebahagiaan, Alhamdulillah.

Monday, August 11, 2008

Keep Your Dream Alive

Prolog : Gue check diblog gue ini, kalo gue nulis tentang Erfan, pasti soal reuni, kopidarat, bubar bareng. Hih, basi ya? Kali ini pengin nulis sesuatu yang lain ah..

“Oleh oleh itu bukan soal apa dan berapa harganya, tapi soal Ingetnya” begitu kata Erfan, tiga tahun lalu saat memberiku oleh oleh sepotong kaos dari Amrik. Aku mengangguk cepat.. Setuju!! Makanya aku tak lupa memberinya coklat sepulangku dari Singapore.

Makanya terselip rasa senang dihati saat bulan lalu kuterima sms dari Erfan “ Udah jam makan siang ya? Disini masih pagi.. pemandangannya bagus..kayak di film Robinhood” . Begitu kurang lebih isi sms yang dikirim Erfan dari UK. Ugh!! Aku membalas dengan setitik rasa cemburu, hih rasanya gue deh yang pengin jalan jalan liat Eropa. Apalagi musim Spring menjelang Summer begini, pasti lagi cantik cantiknya, uuuhmm…bikin sirik aja deeh !!

Erfan tau mimpiku itu. Mungkin itulah yang membuatnya ingat diriku, walau dia berada jauuuuh di London sana. Membuatnya mengetik sms di satu pagi sepi yang kubaca sambil nyengir di siang hari panas terik Jakarta. Sedikit besar kepala. eh? dia inget gue lho. Padahal gue yakin dia sibuk dengan jadwal bisnis trip-nya yang padat.

Walau kami bertetangga- lokasi kantor maksudnya,-karena sama sama sok sibuk, baru minggu lalu kita bisa ketemu buat makan siang bareng. Ngobrol sih nggak jauh dari urusan kerjaan, jualan, target. Omset. Sales dan renik reniknya. Bedanya Erfan di B2B industry, sedang aku di B2C. tapi tetep asik ajah tuh

Berangkat dijemput, makan siang ditraktir, balik kantor dianter, waaah enak betul? Udah gitu masih dikasih oleh oleh dari UK lagi. Sebuah hiasan dinding kecil, berisi relief London bridge. Bagus. Aku memasangnya didinding rumah, dan mematri pesan Erfan dikepalaku “Keep Your Dream Alive”.

Aku menghela nafas panjaaaang. Berusaha melepaskan semua sumpek, segala perih, banyak sedih, tentang kondisi karirku saat ini. Namun ah, sudahlah, masih banyak hal yang harus disyukuri, antara lain tentang kupunya seorang teman seperti Erfan.

Thanks so much, Fan. Doakan saja, aku diberikan kelebihan rejeki dan kesempatan untuk mewujudkan mimpi itu. Well, Smoga sukses selalu menyertai perjalanan karir, kita semua.

Tuesday, August 05, 2008

Teladan Sebuah Potret Kehidupan

Dalam perjalan ke kantor Radiodalam, hampir setiap pagi aku melewati kawasan elite Pondok Indah. Ada satu pemandangan yang mengusik hatiku. Didekat PIM2, sebelum bengkel Suzuki, menjelang Wisma pondok Indah, aku sering melihat sepasang bapak dan Ibu tua duduk menunggui sebuah gerobak. Apa Isinya? Beberapa Papan cucian. Disitu ada signage : dijual papan cucian

Hari gene jual papan cucian? Di kawasan exclusive Pondok Indah pula. Siapa yang mau beli? Pasti itu yang terlintas dalam pikiran semua orang. Yang aku kagum bapak dan Ibu tua itu tetap telaten menunggui gerobak dagangannya, mananti rejeki Allah datang bersama terjualnya papan cucian itu.

Aku miris. Berapa pendapatan mereka? Pastinya tak seberapa. Tapi aku merasa mereka pasti ulet, mereka sabar dan tabah. Percaya, bahwa berapapun itu, Rejeki adalah urusan Allah


Seharusnya aku mencontoh, aku percaya aku yakin hal yang sama saat memutuskan untuk resign akhir bulan ini. Walau banyak suara suara menyayangkan, menyesalkan, mengangapku emosional, tanpa perhitungan, tidak berpikir strategies, meninggalkan posisi senior manager begitu saja, tanpa perduli kelanjutan karirku berikutnya

Gamangkah aku? tentu saja. Dengan usia yang tak lagi muda. Dengan ketatnya persaingan di dunia kerja. Dengan standard salary yang biasa kuperoleh kini. Mencari pekerjaan baru, bukan hal yang mudah.

Cemaskah aku? Ya iyalah…walau kutahu seharusnya tidak. Seharusnya aku meneladani potret kehidupan yang kulihat pagi hari di satu sudut pondok indah. Seharusnya aku yakin, seharusnya aku percaya bahwa urusan rejeki ada ditangan Allah.

Seperti halnya rahasia besar Allah tentang Jodoh dan Mati, seharusnya aku percaya Allah punya rencana rejeki lain untukku. Seharusnya aku yakin semua ini yang terbaik untukku. Aku berusaha yakin, aku berusaha percaya. Smoga Bapakku, begitu juga.

Aku berusaha menepiskan rasa gusar dan cemas, bersama semangat hari baru yang diberikan matahari pagi yang mengintip dalam kaca jendela mobilku.