Beribu kata, banyak cerita ditulis dari sudut sebuah rumah. Untuk membingkai kenangan -mengabadikan pengalaman -mengoreskan harapan.
Tuesday, May 30, 2006
Laki Laki Sahabatku
temani airmataku......Teteskan lara
(DEWA19)
Aku melirik jam. 7.30. Hari sudah malam. Taxiku melaju di Toll menembus hujan "Agak Cepat, Pak. Saya ditunggu orang," pintaku pada sopir taxi. Dia mengangguk. Taxi segera sampai di Pondok Indah Mall.
Aku turun di pintu utama.Dimana laki-laki itu ? Kutelp dia. "Dimana kamu ? Aku dipintu utama !!" seruku tak sabar.
Akhirnya Laki-laki itu muncul sambil nyengir. "Aku nggak familiar dengan mall ini ", katanya. Mall masih juga ramai, padahal ini bukan hari libur. Banyak orang masih berpakaian kantor seperti kami. "Mau ngobrol dimana ?" tanyaku ."Terserah."jawabnya
"Kamu minum kopi kan ?" Dia mengangguk.Mengiyakan. Cuma ada satu tempat enak untuk minum kopi disini.Toraja cafe. Sedikit mahal memang. Tapi aku tak perduli. Kami duduk. Memesan minum dan makan.
Kami memulai obrolan dari hal-hal umum, dan urusan kantor. Tidak ada yang istimewa. Juiceku datang. Kami menikmati makan sambil mengobrol tentang hal yang lebih dekat dan pribadi.
Banyak hal yang kuceritakan padanya. Aku tidak butuh nasehat. Aku tidak butuh pendapat. Aku cuma pengin didengar. Aku cuma ingin berbagi cerita seperti saat kami masih bersama dulu.
Dia menelan semua ceritaku. Tatapannya lurus ke kedua mataku. Tak ada tempat untuk kebohongan. Aku memancing responnya, " jadi?" . Dia mulai berbicara dengan hati-hati. Kali ini ganti dia yang bercerita.
Banyak kejutan dalam ucapannya. Banyak hal yang baru aku sadari. Dia berhenti berkata-kata. Aku mencoba memahami jalan pikirnya. Aku bertanya lagi. Laki-laki itu menjawab dengan bijak.
Wahai, mengapa setelah bertahun-tahun berlalu baru kali ini kita dapat bicara dari hati ke hati lagi?
Laki-laki itu memang masih seperti dulu. Terlalu pelit berkata banyak. Tapi setiap kata yang terucap begitu bermakna.Dia sudah dewasa sekarang. Pandangannya tentang kehidupan sudah begitu matang.
Ingin rasanya kita saling meluangkan waktu untuk obrolan panjang begini.Hangat. Bersahabat. Tapi Aku perempuan sibuk. Laki-laki itu juga. Kebersamaan. Berdua saja. Adalah kesempatan yang sulit didapat. Waktu berlalu cepat. Malam kian larut, aku masih ingin tinggal.. tapi Toraja cafe akan segera tutup.
"Aku saja" kataku sambil meraih bill. Dia setuju. Kami turun eskalator bersama. Dilantai dasar laki laki itu mengintip toko boneka yang sudah tutup.Dia ingat gadis kecilnya.
"Mobilku di bengkel. Kuantar naik taxi ya" katanya. Aku Mengangguk. Kami berjalan ke halaman parkir yang licin dan basah sehabis hujan. Hak Sepatu lima centiku membuatku takut tergelincir. Kugandeng lengan tubuh jangkungnya.. Hm, Begitu nyaman. Sungguh beruntung perempuan yang telah mengandengnya ke pelaminan.
Aku masih juga curhat sambil menunggu taxi. Dalam taxi lak-laki itu ganti "mengkuliahi" aku. Mudah-mudahan si sopir taxi tidak bisa melihat airmataku. Perjalanan yang singkat, kami sampai di cirendeu.
"Mampir ?" tawarku. Dia mengeleng"sudah malam"
"Oke, thanks buat waktunya" kataku sambil mencium pipinya.
Dia hanya memandangku. Aku ganti menatap. Sepasang mata besar, dengan alis tebal, hidung mancung, dan kulit sawo matang. Aku seperti bercermin. Yeah, kami memang mewarisi raut wajah Mamah dan warna kulit Bapak.
Saat pintu taxi terbuka Ayah sudah didepan pagar. "Mampir Bram ?" katanya .Bram melambai "Kapan-kapan lah"
Taxi berlalu. Membawa pergi Bram. Laki-laki itu adikku, sahabatku.
Appendix
Five years later in2006, late in the afternoon, Bram and I arrive in the same time at an expatriate’s house. Ayah still left behind. Its barbeque party for Ayah’s new boss, but I never meet him personally.
Bram initiate to say hallo to his boss…. “Hi Henrik!!”
“Hi Candra !!”Hendrik turn to look at me.“Hi, nice to meet you.”Henrik kindly shake my hand.
“I am Bintari, nice to meet you, too”. I tend to be pleasant.
Then Henrik talk to me “We’ve set the playground over there, so your daughter can play with the others".
Well, it must be misunderstanding. Henrik think Thara who come along with Bram is my daughter.I just give a big smile, and clarify “Sorry, I am Eddy’s Wife. Candra’s Sister…”
“ Oh really ?! “ He looks surprise.“No wonder you look like each others…so, where’s your wife?” He asked Bram.“ uhm, sorry my wife can’t be here” Bram apologize for Yanti’s absent.
Fortunately Ayah and Aim suddenly came up ‘”Henrik !! Ah, you already meet my wife”
“Yeah ..I just recalled that Candra is your brother in law….thanks for coming, guys…please enjoy the meals!!
”We mingle with others. There are a lot of local Indonesian staff.
“Mbak, sama pak Candra tua siapa sih ?” one of them ask me curiously
“Saya dua tahun lebih tua dari Bram…eh pak Candra”
“ Tapi pak Candra keliatan lebih tua daripada Mbak,lho.
Makanya selama ini saya pikir pak Candra kakak ipar pak Eddy”.
I flattered :-) and just simply say “thank you”Its weird to have brother and husband work for the same company, have the same boss, too.
Monday, May 29, 2006
Namaku Bunda
Gawatnya, supir kantor Ayah hanya mengenal namaku sebagai Bunda. Kami merasa semua wajar sampai hal ini terjadi
Ayah meminta supir kantornya mengantar handphoneku yang tertinggal di mobil
Sampai di depan counter receptionist kantorku dia ditanya “Mau ketemu siapa, Pak ?”
“Bunda “ jawabnya pasti.
“Karyawan disini hampir semua perempuan, Pak. Mungkin ada 3-4 Bunda disini” receptionist kantorku bingung, Bunda yang mana?
Bapak supir itu jadi bingung. Dia memang selalu memanggilku Bunda, tanpa tahu namaku.
“Saya dari Motorola. Mau ketemu Bunda, nganter handphone, tolong dicarikan dong”
Si resepsionist lalu memanggil ke dalam “Ada yang yang menunggu kiriman dari Motorola?”
Aku segera keluar ruangan. Tertawa ketika resepsionist kami bilang Bapak yang datang dari Motorola ini mencari Bunda. Kuberikan name cardku pada pak supir yang tersipu malu.
“Lain kali, sebutkan nama saya ya…”kataku tersenyum geli.
Bukannya berkurang, kini semakin banyak yang memanggilku Bunda. Kakak dan adik-adikku, adik-adik ipar, keponakan-keponakan, babysitter dan pembantu mereka, semua memanggilku Bunda.
Namaku memang Bunda :-)
Sunday, May 28, 2006
Tentang Perempuan Bersahaja
Prolog :
Dua belas tahun menikah dan punya 25 nama yang pernah menjadi “assisten”di rumah kami, bukan lah record yang mengesankan. Mereka terdiri dari 5 Baby sitter, 2 supir, 12 pembantu dan 6 tukang cuci.
Paling crusial adalah baby sitter, Jika Iqbal bertahan 2 tahun dengan seorang Mbak Ida yang anak gaul, Sejak lahir Aim sering berganti babysitter dari mulai dari Mini yang cerewet, Watiek yang perfectsionis ,Isti (adik watiek) yang sayang anak-anak,Sumi yang pacaran mulu, Lili yang penakut dan sekarang back to Isti, yang merupakan favorit Aim dan sudah 3 tahun ini jadi tangan kanan Bunda di rumah.
Gimana soal pembantu ? Wah, its a long story to tell. Mulai dari si Yati yang genit, Mbak yang dari salatiga, Kus yang misterius, Ani yang sakit-sakitan, Yuni yang suka bingung, Tuti yang lebih pantes jadi model catwalk, Sri yang super rajin dan cekatan, Inah yang baikhati, Inah yang cantik kayak bintang sinetron, Nia (adik Inah) yang bandel, Dinah yang pinter masak, dan yang sekarang Leha yang penurut.
Banyak formasi teamwork dicoba. Mbak Ida & Mpok jangkung bertahan cukup lama, Watiek & Ani-hanya Watiek yang awet, Anto-Tutie-Watiek-cuma bertahan setahun, Isti-Nia-Pak Jumhur-nggak saling cocok. Penuh conflik.
Banyak cerita. Beragam suka dan duka dilalui bersama, berikut sedikit kisah mereka.
1. Mbak Kus yang misterius.
Perempuan ini pembantu kami yang ketiga. Namanya Kus, berumur 23 tahun saat datang ke rumah. Ketika itu aku baru 26 tahun, dua tahun menikah, dan sedang hamil tua, anak pertama. "Jangan panggil Ibu, panggil Mbak saja” kataku. Dia hanya mengangguk. Sedang kepada suamiku dia memanggil "Pak Eddy" dengan hormat.
Tidak seperti kebanyakan pembantu yang tukang gossip dan genit. Kus ini sangat pendiam. Hanya saja ada satu hal yang membuatku heran. Dia sangat ketus terhadap laki-laki. Tukang sayur, Tukang koran, Sopir kantor Ayah, tidak pernah diladeni ngobrol . Tak ada sepotong keramah-tamahan pun pada kaum laki-laki.
Iqbal lahir. Sejak itu hari-hariku penuh kesibukan mengurus bayi kecil itu. Kus membereskan segala urusan rumah tangga. Sedang aku membereskan urusan Iqbal. Aku tidak pernah mempercayakan Kus-yang menurutku belum berpengalaman-untuk merawat Iqbal. Karena nya bayi Iqbal selalu kubawa kemana pun aku pergi, dari ke resepsi perkawinan sampai shopping ke Mall. Mbak Kus yang pendiam dan misterius lebih senang tinggal dirumah.
Sampai akhirnya teka-teki itu terbuka.Telp berdering saat Iqbal tidur.
Kus sedang pergi ke supermarket dekat rumah.
" Ada Mbak Kus, Bu ?'
" Sedang pergi, dari mana ?"
"dari adik iparnya" aku terkejut
"Adik ipar ? maksud Mbak gimana ? tanyaku tak mengerti
Perempuan diseberang sana terdengar bingung
"Emang Kus sudah menikah ? desakku
"Lho masa Ibu gak tau? Dia sudah punya anak umur 8 tahun. Sudah SD"
Aku kembali terkejut. 8 tahun ? umur berapa dia menikah ?
" Tolong bilang saja Bu. Adik iparnya menelpon"
" Oh Ya." Kataku masih saja termangu.
Tanpa Bunda desak, Kus sedikit-demi sedikit mau berbagi pengalaman hidupnya yang pahit. Dia kawin muda. 15 tahun. Anaknya satu - laki-laki. Bunda menelan Ludah...ih selama ini Bunda selalu underestime jika dia hendak menolongku merawat Iqbal...padahal...dia justru lebih berpengalaman.
Suaminya tukang mabuk. Tak cukup hanya itu. Suaminya ternyata kawin lagi. Kus tidak tahan. Dia lari ke Jakarta. Menjadi PRT pun dilakoninya. Padahal di kampung dia punya orangtua yang berkecukupan. Menjadi pembantu tentu bukan pilihan yang menyenangkan. Terjawab sudah. Mengapa dia begitu judes terhadap laki-laki.
Tiga kali lebaran berlalu dengan damai sampai suatu saat Kus meminta berhenti kerja. Anaknya dikampung membutuhkannya. Dia pulang meninggalkan kursus menjahitnya yang belum tamat.
2. Mbak Ida yang Gaul
Perempuan berikutnya cukup terdidik. Seorang gadis tamat SLTA. Mungil dan berparas cukup manis. Saat datang kerumah dia memakai seragam suster dari tempatnya mengikuti pendidikan baby sitter. Dihari pertama dia masih sering melihat buku catatannya, Hm anak baru lulus. Masih teoritis.
Melihat koleksi bajunya, Ayah agak Heran. "kamu biasanya pake Jilbab ?" Ida menganguk takut. “Ya udah gak usah pake seragamnya. Pake aja jilbabnya.”
Ada kelegaan di wajah si Ida.
Ida masih terlalu muda untuk menjadi baby sitter. Kelakuannya masih ABG banget !! Dia lebih pantas jadi teman bermain dan bertengkar Iqbal dibandingkan jadi pengasuhnya. Nonton teve saja mereka berebut remote control. Hari-hari liburnya penuh dengan obrolan di telp dan janji untuk bertemu di mall. Walau berjilbab, dia tetap berpenampilan modis dan trendy, lengkap dengan sepatu berhak tebal yang sedang in saat itu.
Kali ini Bunda yang sering uring-uringan. Bunda yan terbiasa cekatan frustasi terhadap Ida yang lelet dan bolot. "Duh....masa tamat SMA bolot gitu sih ? keluh Bunda
"Jangan berharap banyak. Kalo dia cerdas mana mau jadi babysitter” Ayah lebih banyak maklum. Bunda masih saja cemberut.
“Kalo dia pinter pasti pilih kuliah di IPB, lulus Sangat memuaskan dan jadi marketing manager" kata Ayah mengoda Bunda.
"Nyindir ?" kata bunda sebal !!
Keluarga Ida di cirebon bukan orang miskin. Menjadi babysiiter bukanlah pilihan hidupnya. Dengan keterbatasan kepandaian, sempitnya kesempatan bekerja. Baginya tak ada banyak pilihan.
3. Mak Ani yang Malang.
Perempuan selanjutnya adalah gadis belia, 20 tahun. Sebut saja Ani. Kami menjemputnya dari sebuah yayasan penyalur Pekerja Rumah Tangga (PRT). Pengurus yayasan sudah membekali kami dengan backgroud cerita yang membuat kami miris.
Ani berasal dari Subang, keluarganya miskin sekali. Jika sedang cape menjadi PRT dia pulang ke rumah untuk beristirahat, tapi Bapaknya selalu menyuruhnya berangkat bekerja lagi.
Padahal Ani tidak memiliki fisik yang prima untuk bekerja keras. Dia sering sakit-sakitan.
Hidup dalam kemiskinan dan hanya tamat SD membuatnya tak banyak punya pilihan.
Dia sering cemburu dengan Watiek –Babby sitter Aim- yang tamat SMP, mempunyai ketrampilan dan pengalaman panjang merawat bayi, dan -tentu saja- gaji yang lebih besar. Bunda berusaha adil dengan memberikan Ani hak libur 2 hari dalam sebulan, bergantian dengan Watiek, tapi tetap saja hal itu tidak banyak menolong. Dia tidak bertahan lama, hanya 3 bulan.
Epilog.
Begitu banyak nama perempuan yang pernah menjadi bagian dalam keluarga Ayah dan Bunda. Silih Berganti. Satu hal yang pasti. Mereka adalah perempuan perempuan bersahaja dan sederhana, yang tersingkir oleh kerasnya kehidupan. Dengan banyak keterbatasan, kepandaian, kemiskinan,ketrampilan, mereka tak punya kesempatan kerja yang lebih baik.
Tapi paling tidak , menjadi pembantu atau babbysitter adalah pilihan yang lebih mulia dibanding mengemis, or even melacur.
Masih banyak perempuan-perempuan diluar sana yang bernasib sama, dan merekalah salah satu faktor pendukung suksesnya banyak Wanita Karir, Business Women atau Artis Celebrity. Tanpa bantuan mereka mana mungkin bisa meninggalkan anak2 dirumah untuk meeting penting, perjalanan dinas, market survey ke luar negri, atau bahkan shooting sinetron. Hanya saja masih sedikit sekali penghargaan terhadap perempuan-perempuan bersahaja itu.
Friday, May 26, 2006
Damn its Valentine!!
Begitu juga dengan Valentine 2005 tahun lalu. Jadwal promosi membuatk harus berada di 2 kota berbeda dalam waktu 4 hari. Surabaya dan Bandung Hah ! udah kayak stewardess aja. Travel mulu!!.
Setelah seharian mensupervisi persiapan untuk kegiatan besok, malam harinya ku telp suamiku dari kamar hotel bintang limaku di Surabaya yang sepi. Ah, andai anak-anak ada disini. Pasti aku tidak bosan begini.
Awalnya aku hanya menanyakan kabar anak-anak, lalu kuceritakan hal yang menarik di Surabaya.
“Ayah tau Hugo’s Café ?” tanyaku. Sedikit mengetest.
“ Yang di Hotel Sheraton ? dekat Tunjungan Plaza ? kenapa ?” Suami menjawab tepat.
Wah, ternyata wawasan gaul Ayah oke juga.
“ Mereka punya Acara Valentine yang unik lho. Aku salut ma concept creative mereka”
“Apa sih menariknya Valentine ?” tanya suamiku terdengar bosan
Selama ini Valentine selalu identik dengan Couple, Pink, Love & Happiness.
Hugo’s Café melihat dengan cara berbeda.
Mereka bikin Acara dengan title “Damn its Valentine !!”
Lho kok ? Kenapa ? Ya, karena acara ini ditujukan buat jomblo-jomblo yang sendiri di hari valentine.Undangan berlaku satu orang -tidak boleh datang dengan couple. Dress codenya bukan pink yang popular tapi Hitam. Bintang tamunya pun Ari Lasso yang khusus akan menyanyikan lagu-lagu berthema broken heart…wah…hebat banget idenya deh
Aku tau semua informasi itu dari brochure yang kudapat di tunjungan Plaza tadi siang..
Ayah tidak banyak berkomentar soal ceritaku. Obrolan segera beralih ke topik lain,namun aku tidak menyadari ceritaku ini memberi inspirasi buat Ayah.
Empat hari kemudian aku tiba di rumah. Valentine sudah lewat. Anehnya, aku menemukan sebuah buket bunga segar di ruang keluarga, dekat televisi. Kubaca kartu yang terselip disitu. Tulisan tangan suamiku yang super rapi tertera disana
Damn its Valentine!!
Soalnya Bunda jadi lebih sibuk
dan keluar kota melulu.
Sun,
Ayah, Abang, Aim
Aku terharu. Ayah bukan orang yang romantis. Suamiku itu membeli bunga, karena tau aku suka kejutan manis seperti ini. Kupeluk dia “Thanks for the flower“ bisikku
Aku mengerti. Ayah dan anak-anak tidak complain.
They just missed me.
Aku membayangkan Ari Lasso di Hugo's café, dengan penampilan dan baju hitamnya yang khas, menyanyikan lagunya yang paling popular “Hampa”.
Entah dimana... dirimu berada...
Hampa terasa hidupku tanpa dirimu
Apakah di sana kau rindukan aku
Seperti diriku yang s'lalu merindukanmu
Selalu merindukanmu...