Aku masih saja membujuk Iqbal untuk ikut datang ke arisan keluarga.
“ Kamu ikut dong, Bang. Supaya kenal sama saudara-saudara Bunda yang lain”
“ Yang datang arisan besok, sama nggak dengan yang datang arisan 2 bulan lalu ? di rumah kung Condet?” Dua bulan yang lalu aku memang memaksanya ikut. Kakek Neneknya jadi tuan rumah arisan, masa cucunya sendiri nggak datang ?
“ Ya sama lah, namanya juga arisan keluarga”
“ kalo gitu ngapain Iqbal datang ? Kan udah kenal semua, waktu dirumah kung Condet ? Iqbal males ikut , ah” sahut Iqbal tajam. Aku terdiam. Kalah berdebat.
Arisan keluarga ini-diselengarakan 2 bulan sekali- memang punya tujuan mempererat persaudaraan. Membuat generasi berikutnya saling mengenal. Bahwa mereka adalah bagian dari keluarga besar Hardjoutomo.
“ Ben ora kepaten obor” begitu Pakdeku menyebutnya.
Sesepuh dalam arisan ini adalah Bapak dan saudara-saudaranya. Pakde-Bude, Oom dan Tante-ku yang terhormat. Arisan adalah saat mereka menikmati kembali sambel tumpang, tempe bacem, nting-ting gepuk, kripik paru, sambil bertukar kabar. Lebih banyak soal kondisi kesehatan. Diabetes, kolesterol, dan hipertensi jadi topik utama.
Peserta terbanyak adalah anak-anak mereka. Aku dan para sepupu. Dengan usia 45-25 tahun, kamilah yang mendominasi acara arisan ini. Selain ngobrol ringan tentang keseharian kini, inilah saat kami mengenang masa kecil bersama.
Bertemu para sepupu mengingatkanku pada saat liburan di rumah Mbah Putri yang super besar, pawonnya aja mungkin type 50 :-)
Di pawon yang punya empat tungku itulah kami sering berkumpul, menghangatkan badan dari udara dingin pagi Salatiga. Becanda dan saling ledek.
Siang hari kami lewatkan dengan bermain di halaman rumah tua yang maha luas. Berlari-lari, petak umpet, lompat tali, diantara hamparan cengkeh dan kopi yang sedang dijemur. Naik dokar ke pasar sapi, beli bubur cendil, makan jenang, nting-nting gepuk, wingko . Melihat-lihat kandang kuda dan ayam dibelakang rumah. Atau sekedar menyusuri kebun cengkeh dan kopi yang seakan tak berujung, saking luasnya kebun Simbah kami. Harum cengkeh dan aroma kopi adalah bagian dari kenanganku bersama sepupu-sepupu itu.
Selain Liburan, Lebaran dan Natal adalah saatnya berkumpul. Sungkem, makan ketupat, pohon terang, petasan dan kembang api. Perbedaan keyakinan tidak pernah jadi masalah. Sejak kecil kami terbiasa saling menghormati agama masing-masing.
Satu yang aku ingat, seorang pakde pernah menegurku “Kok kowe koyo werkudoro, Nduk?”
Aku balik bertanya “opo pakde ?” maksudnya apa? Kok aku dibilng seperti werkudoro, nama salah satu tokoh wayang.
“Ora iso boso karo wong tuwo” kata Pakdeku menahan senyum. Aku jadi malu.
Lahir dan besar dan di Jakarta memang membuatku tidak bisa berbahasa kromo ingil. Aku selalu ngoko, berbahasa jawa dengan tingkat paling rendah. Padahal Bapak dan Mamah-orangtuaku-fasih berkromo inggil.
Sejak itu aku belajar kromo inggil, yang basic-basic aja sih. Dan jika aku nggak yakin dengan ucapanku, aku prefer berbahasa Indonesia dengan Pakdeku itu..Well, pelajaran yang berharga.
Back to soal arisan dan Iqbal.
Yang paling bete dengan acara arisan ini memang anak-anak dari sepupuku yang seusia Iqbal, 8 – 17 tahun. Mereka nggak pada betah berlama-lama. Kalo pun disuruh ngobrol bareng mereka akan duduk bareng diteras , kira-kira ber 10-14 orang, trus masing-masing mengeluarkan game-boy, N-gage, atau hp lain buat nge-game. Ngak ada yang ngobrol. Masing-masing sibuk dengan tuts-tuts hpnya. Keterlaluan banget deh!!
“ Wis Jan tenan bocah saiki“ begitu komentar sepupuku melihat kelakuan mereka.
Aku jadi termenung. Kakek dan Nenek mereka tinggal di kota. Mereka tidak punya kesempatan berharga seperti bunda dan sepupu untuk berlibur di rumah kakek dan nenek di desa.Mereka tetap ingin bermain. Tapi tak punya banyak pilihan. Yang ada hanya plastation, game-boy, games di hp dan komputer. Mainan elektronik yang tidak memperkaya pengalaman dan jiwa.
Aku dan Sepupu bertukar pandang. Jika tidak ada emotional bounding diantara mereka-sebagai generasi penerus nama besar Hardjoutomo-Sampai kapan tradisi arisan keluarga ini akan bertahan ? Anak-anak dengan game boy dan N-gage itulah yang akan menjawabnya
No comments:
Post a Comment