Bunda nyengir. Ayah memang sudah lama mengajukan proposal untuk membeli Digicam, handycam baru-ber teknologi digital. Menggantikan handycam analog yang kami miliki sekarang. “ Lebih praktis dan canggih, Bun” Begitu Ayah bilang. Tapi Bunda belum menyetujuinya. Banyak hal lain yang harus diprioritaskan.

Handycam itu sudah jadi sahabat Ayah Bunda dalam mengabadikan masa-masa indah bersama-anak-anak. Banyak Ulang tahun. Banyak pentas seni sekolah. Banyak liburan, Banyak celoteh, kelucuan , tawa dan cinta direkam olehnya.
Sampai kini pun kami masih sering tertawa jika memutar ulang saat-saat Iqbal belajar jalan. Sempoyongan dan jatuh dirumput. Melihat ulang lucunya Aim -yang baru belajar ngomong - menirukan pemandu wisata di puri Besakih-Bali. “nda ata, momek…..nda ata momek"
(maksudnya:”nggak ada, monyet”) saat kita kehabisan kacang untuk para monyet.
Walau Abang dan Aim sudah besarpun handycam itu tetap berjasa merekam betapa antusiasnya Iqbal membeli tiket di automatic ticket machine - MRT Singapore. Atau betapa excitednya Aim saat menonton Magical Fountain Show di Sentosa island. Banyak saat-saat berharga yang telah diabadikannya. Moment tumbuh kembang anak-anak kami yang luar biasa!!
“Jadi kapan beli Digicamnya, Bun ?” Ayah mendesak
“Nanti aja kalo anak ketiga udah lahir” kata Bunda tersenyum. Ngeles.
Ayah bengong. Ye?? jadi kapan tuh ?
No comments:
Post a Comment