"Ibu pergi sendiri ?“ begitu tanya petugas di loket haji Departemen Agama Jakarta Selatan saat aku mendaftar ulang untuk berhaji.
Aku terkejut. "Lho Pak, berkas yang sebelumnya, itu punya suami saya".
Bapak itu kembali mengambil map yang masuk sebelumnya. Memeriksa dan berkata "Tidak ada dokumen yang menyebutkan bahwa Bapak dan Ibu suami istri."
Aku lemas. “kok bisa ?”
Memang aku tidak mensubmit surat nikah atau kartu keluarga. Mereka tidak memintanya .”Coba di cek lagi pak salah dimana ?”
Bapak itu dengan sabar membongkar filling cabinet. Mencari file yang terdahulu. Formulir yagn pernah di submit tahun lalu. Dia tersenyum.
“Pantes aja. Disini nggak diisi siapa muhrimnya. Makanya dokumen Bapak dan Ibu tidak berhubungan".
Aku tercekat."Jadi ? saya harus gimana ?"
“Bisa kita bereskan sekarang. Untung segera ketahuan ya Bu. Kalo sampai berpisah kloter bisa repot.”
Walau ini soal sepele. Terlewat mengisi formulir saat awal pendaftaran. Tapi aku merasa ini teguran halus untukku dari-Nya.
Aku perempuan mandiri. Banyak orang bilang begitu. Aku bukan cuma pergi sendiri untuk urusan kantor dan dinas luarkota atau luar negri. Tapi aku juga sering pergi sendiri untuk urusan pribadi. Aku dan Ayah banyak berbeda hobby, berbeda minat dan komunitas. Jadi –dengan alasan kepraktisan-kami sering pergi sendiri-sendiri. Anak-anak kadang ikut Ayah, atau ikut aku. Tergantung mood dan minat mereka. Yang kutahu. Aku dan Ayah memang jarang pergi berdua seperti layaknya suami istri lain.
Menghadiri resepsi perkawinan pun kadang kami sendiri-sendiri. Bayangkan!! Memberi restu dan mengucapkan selamat pada pasangan yang memulai hidup bersama pun kami lakukan sendiri-sendiri. Aneh memang :-)
Astagfirullah Aladzim. Kejadian ini seakan mengingatkanku untuk mengkoreksi diri. Banyak perempuan mandiri. Tapi untuk pergi haji perempuan membutuhkan muhrimnya. Aku perempuan mandiri. Tapi aku butuh Ayah untuk pergi Haji bersama. Perempuan tidak semestinya terlalu mandiri. Ini teguran halus untukku dari-Nya
Banyak yang bilang saat menunaikan Haji adalah saat untuk diingatkan , untuk ditegur atas dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kita sebelumnya. Aku berusaha berbenah. Aku harus bersiap. Untuk teguran apapun yang akan aku hadapi kelak di tanah suci. Semoga aku bisa melewatinya. Doakan ya…
No comments:
Post a Comment