Aku menghitung orang orang yang tersisa di tenda, uhm, kayaknya hanya separo dari rombongan kami yang melakukan tanazul hari itu. Well, itulah enaknya haji mandiri. Kami diberikan kebebasan dalam melaksanakan ibadah.

Menjelang magrib ayah heran. Kok teman teman yang pergi tanazul belum kembali?? Ayah sibuk menelphon mereka. Ternyata rombongan yang berangkat langsung ke mekkah setelah melempar jumrah baru masuk ke mina.. Mereka otw jalan kaki menuju tenda kami. Sedangkan rombongan kecil yang berangkat jam sepuluh tidak bisa dihubungi.

Jadi dari tempat melempar jumrah bisa langsung berangkat ke mekah. Menghemat waktu dan tenaga ke perkemahan yang berjarak 8 km (sudah diitung pp). Dari lokasi jumrah ada petunjuk arah ke mekkah lewat "pedestrian way". Jalan shortcut-dengan jarak lebih pendek -khusus pejalan kaki. Bisa juga sih naik kendaraan umum, namun jalanya berbeda.
Pilihan jalan kaki dan naik kendaraan juga harus diputuskan sejak awal, sebab jika sudah naik kendaraan, macet dan ingin jalan kaki, jaraknya sangat jauh karena rute ini memang seharusnya ditempuh dengan kendaraan. Rombongan yang pulang on-time ini berangkat jalan kaki pulangnya naik kendaraan. Saat pulang pun diturunkan menjelang mina karena jalan ditutup saking padatnya. Makanya mereka sambung jalan kaki ke perkemahan. Untunglah sebelum magrib mereka sudah masuk mina.

Masuk mina dimalam hari tantangannya adalah kesulitan menemukan tenda kloter kami. Lokasi perkemahan sangat luas dan petunjuk arah sangatlah minim. Apalagi haji kali ini memang luar biasa padat, mengingat banyak yang menyakini sebagai haji akbar.

Siang harinya aku dan ayah mulai menikmati kegiatan di luar tenda. Antri beli sarapan, telur dadar plus kentang goreng yang dijual orang orang afrika yang ngemper pinggir jalan. Antri mandi dan melakukan aktivitas lain Yang sangat kami syukuri siang hari itu kami mendapat box nasi. Alhamdulillah, walau cuma dengan telur rebus sepotong, seneng banget bisa ketemu nasi!!
Saat ashar kami mendengar berita dari tenda petugas, terjadi kecelakaan di tempat melempar jumrah. Delapan Indonesia meninggal. Well, antara dhuha dan ashar memang waktu afdal untuk melempar jumrah. Aku bisa membayangkan betapa sesaknya disana.Inna lillahi wa innalilahi rojiun….
Semalam lagi berlalu. Hari ke tiga kami di Mina. Dini hari jam tiga kami melempar jumrah kami yang terakhir -karena rombongan kami memang sudah berniat untuk nafar awal. Saat itu kondisi masih pagi buta, tapi jumlah jamaah lebih banyak keadaan lebih sesak dari dua hari sebelumnya. Well, mungkin berita kecelakaan kemarin membuat jamaah lain prefer seperti kami, melempar saat dini hari.

Sampai tenda kami istirahat sebentar, sholat subuh, sholat dhuha, sarapan pop mie, beberes lalu leyeh leyeh. Sejak awal kloter kami menetapkan untuk nafar awal. Means hanya tiga hari dua malam berada di Mina, sebab jadwal kepulangan kami ke tanah air sudah begitu mepet .

Setelah menunggu dan menunggu tanpa ada kepastian (again and again !!) akhirnya menjelang dzuhur bis-bis tiba. Walau tidak tertib perombongan sesuai instruksi para karom. Ugh!! Indonesia, kapan sih punya kesadaran tertib dan patuh pada pimpinan?? Satu kloter kami terangkut semua. Meninggalkan Mina, kembali ke Mekkah.
No comments:
Post a Comment