Koper besar sudah dirapikan, dikunci dan disimpan dibawah tempat tidur. Travel bag kecil juga sudah beres dipack, siap buat perjalan ke Arafah. Sesuai himbauan, kami diharapkan membawa 3 stel pakaian, perlengkapan mandi dan makanan kecil. Semua itu adalah persiapan menginap 4 malam di Amina (Arafah Mina).
H-1 dari hari wukuf, sejak pagi jalan sudah macet. Sesuai sunnah Rasulullah sebagian besar jamaah berangkat ke mina untuk mabit (bermalam). Baru keesokan harinya menuju Arafah untuk wukuf. Khusus untuk jamaah haji Indonesia sudah diatur oleh depag, kami langsung diberangkatkan ke Arafah-ke tempat wukuf. Menginggat jumlah jamaah haji Indonesia yang sangat besar-memang terlalu riskan kalo mabit di mina. Lebih baik langsung mabit di Arafah. Menghindari resiko terlambat masuk Arafah untuk wukuf.
Sejak pagi jamaah dari beragam negara sudah berkain ihram, menungu di depan mahtab masing masing. Bersabar bersabar menunggu bis mereka datang. Aku dan Ayah masih sibuk hunting dari satu toko ke toko lainnya. Waaah kok roti tawar dimana mana habis ya ?? Akhirnya kami membeli roti seadanya, sedikit keju, sedikit biscuit dan pop mie.
Jam sepuluh ada bis parkir depan rumah kami, Semua orang sibuk bersiap. berganti baju ihram. Berniat ihram untuk haji secara masing masing, lalu turun. Pas mau naik bis kok ditolak ?? Padahal di bis-bis itu tercantum angka 7, nomer mahtab kami, lho piye tho ?? satu kloter di mahtab kami (450 orang) menunggu di lobby berdesakan. Tanpa kepastian (again and again) sabar sabar cuma itu yang bisa kami lakukan. Setelah lebih dari dua jam menunggu baru ada kepastian bahwa bis bis tersebut bukan jatah kloter kami. Dengan sabar kami kembali ke kamar.
Walau sudah jam dua ayah insist mengajak makan siang. Dengan ogah ogahan aku menurutinya. Sebab kupikir, kalo pas kita pergi makan bisnya datang piye ?? Wukuf-kan intinya haji, kalo kita tertinggal kan berabe. Tapi untung juga aku patuh pada ayah, siapa yang akan sangka untuk 45 jam kedepan itulah nasi terakhir yang kami makan.
Menjelang magrib baru deh bis mahtab kami-mahtab 7 datang lagi. Rupanya pengaturannya gini. Mahtab (seperti RT-RW gitu kali ya..) kami kan terdiri dari 9 kloter yang disebar dalam puluhan rumah yang berdekatan. Jadi yang tadi siang adalah betul bisnya mahtab tujuh. Tapi karena bukan jatah kloter kami ya kami nggak boleh masuk. Bukan jadwalnya. Uhm , pantes aja yang masuk kok orang orang dari rumah sebelah. Anyway..Alhamdulillah kali itu akhirnya kami naik juga ke bis. Walau tidak tertib sesuai rombongan. Kami semua terangkut.
Bis berjalan pelan menembus kemacetan. Aku melihat seliling, cuma beberapa wajah yang aku kenal. Uhm, kayaknya aku satu bis nih sama salah satu KBIH yang satu kloter dengan kami. Sesuai panduan saat manasik kami diharapkan membaca talbiah sepanjang jalan ke Arafah. Namun yang membuat kami merasa nggak sreg. Kok pemandu dari KBIH itu melafalkan talbiah dengan cara dinyanyikan ?? Jamaah KBIH itu juga mengikuti dengan kompak. Uhm, kayak Opick kalo nyanyi gitu lho.
Terus terang ayah dan aku merasa nggak pas. Iki piye tho ?? Masa Talbiah dinyayiin ? ? yang bener ajah ?? Aku kok malah jadi inget banyak sepupuku yang katholik saat mereka koor di gereja.
Ayah segera berbisik pada pak Karom kami-seorang laki laki betawi totok yang lulusan pondok pesantren- dan duduk dibangku depan ayah “Be..Babe..pigimane ini ??”
“Jangan diikutin dah, pak Eddy…kita baca talbiah yang biasa ajah” kata beliau.
Aku dan ayah bertukar pandang. Kami menyimak baik baik. Rupanya pak Karom beserta Istri bertabiah sendiri sesuai lafal talbiah yang biasa dengan sura pelan. Talbiah yang berlaku umum diseluruh dunia.
Aku dan ayah akhirnya berbuat sama dengan pak Karom. Lama lama rupanya teman teman haji mandiri yang ada di bis itu rupanya berbuat sama dengan kami. Berawal dari pelan pelan, lama lama menjadi semakin keras. Jadilah di bis kami terjadi perang talbiah. Yang didepan rombongan KBIH dengan mike dan speaker menyanyikan talbiah, sedang kami peserta haji mandiri yang dibelakang melafalkan talbiah apa adanya.
Labbaik Allahumma labbaik... labbaika la syarika laka labbaik... innal hamda.. wanni' mata... laka wal-mulk...la syarika lak...
Alih alih terharu, aku kok jutru merasa sebal. Soalnya pusing mendengar perang talbiah di bis kami. Akhirnya aku memilih diam. Merem. Berusaha tidur!!
Setelah satu jam, bis berhenti dipinggir jalan yang sepi. Kiri dan kanan cuma gurun kosong. Mana arafahnya ? kok nggak keliatan tenda, pikirku. Dengan PeDenya pembimbing KBIH di bis kami memimpin baca doa masuk arafah. Jamaahnya mengikuti. Aku dan ayah bertukar pandang. Come on mana Arafahnya ?? mana tendanya??
Ternyata feeling kami benar. Rupanya bisa kami nyasar!! Bis segera berputar dan kembali masuk ke pinggir kota mekkah. Astagfirullah al adzim . Aku benar benar nggak tau, kami nyasar karena di bis kami ada perang talbiah ?? atau karena sopir bis kami bingung ?? Maklum dimana mana memang terjadi penutupan dan pengalihan jalan. Konon ada 7 pilihan jalan bis dari Mekkah menuju Arafah yang cuma berjarak 21 km.. Itupun macet semua!!
Alhamdulillah setelah hampir tiga jam sampai juga kami di deretan tenda-tenda. Bis kami berhenti di pintu masuk mahtab tujuh.
Tenda tenda di Arafah dan Mina memang disesuaikan dengan no mahtab kami di Mekah.
Uhm kok nggak baca doa masuk arafah lagi ?? pikirku sengit kepada rombongan KBIH di bis kami.
Sampai di tenda, teman teman sekamar udah nyampe duluan. Baik banget mereka, aku sudah direservekan tempat. Pas satu sajadah. Bersebelahan persis dengan pembatas tenda petugas kesehatan. Its ok. its fine. Thank you so much...
Setelah sholat magrib dan Isya yang di jama akhir & di Qhasar, dibagikan box roti dan kue kering sadakoh dari orang saudi. Beberapa perempuan di tenda kami saling bertanya “nggak dapat nasi nih ?” Dijawab yang lain “adanya ini, makan aja bu”
Uhm, aku tidak terlalu minat. Aku segera berbaring tanpa makan apapun. Cape. Aku berusaha segera tidur, soalnya wukuf-inti dari haji-masih besok lho.
Beribu kata, banyak cerita ditulis dari sudut sebuah rumah. Untuk membingkai kenangan -mengabadikan pengalaman -mengoreskan harapan.
Wednesday, January 31, 2007
Pemahaman Akan Haji Akbar
"Kapan sih kita berangkat ke Arafah ? Kamis ato Jumat ?" tanyaku pada Ayah. “Belum ngepack pakaian nih”. Saat itu kami lagi ngobrol berdua seusai makan bareng di pondokan.
“kalo menurut penangalan sih. Tanggal 8 zulhijah tuh hari jumat, wukuf sabtu ..nih liat sekarang aja baru tanggal dua. " Ayah menunjukan sms jadwal waktu sholat, Ayah memang berlangganan fasilitas itu ke operator seluler mobily.
“kok temen temen di Indo udah ribut ngirim sms tahun ini Haji Akbar ?"
"Nggak tau, Bun. Kata pak kepala kloter waktu wukuf akan ditetapkan oleh sebuah komite, nanti diumukan oleh raja Saudi. Kita masih menunggu."
“lho kok bisa tanggalan dirubah-rubah gitu ??” Kalo kita pake tanggalan masehi dan ada selisih dengan penanggalan hijriah mah kupikir lumrah. Lha ini kita udah pake penanggalan hijriah kok.
“Bukan berubah..lebih tepat di adjust.. komite itu akan melihat bulan, jadi yang di adjust jumlah hari di bulan kemarin itu 29 atau 30 hari, itu kan pengaruh pada penanggalan bulan berikutnya.. yaitu saat saat ini"
“oh..gitu ya ?? trus apa sih yang dimaksud Haji Akbar ??"
“Katanya sih kalo wukuf bertepatan dengan hari jumat, orang menyebut sebagai Haji Akbar soalnya Rasulullah juga dulu melaksanakan haji juga gitu. Pas hari jumat wukufnya. Ingat lho ya.. Rasulullah cuma sekali melaksanakan haji."
“Emang bener Haji Akbar istimewa ? sampai orang orang lokal Saudi, Yaman, Bahrain juga verbondong bondong pada datang ikutan ? Apa nggak jadi melebih kuota yang ditetapkan pemerintah saudi ??” Duh ? aku rada ngeri membayangkan, betapa akan sesaknya melempar jumrah, thawaf ifadah dan sai. Uhm, belum lagi kemacetan ke Arafah dan Mina. Pasti luar biasa!!
“Ayah sih sebetulnya punya pemahaman berbeda soal Haji Akbar itu"
“How ?”
“Di masjid Jin(*) kan suka ada tauziah yang disampaikan oleh imam besarnya. Karena saat ini jamaah masjid jin banyakan jamaah Indonesia. Tauziah itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh mahasiswa Indonesia. Anak muda itu luar bisa Bun… jago banget bahasa arab, hadist dan ayat ayat juga fasih. Top banget deh!!"
“Trus..trus…”
“Pernah ada dibahas soal Haji Akbar ini. Diskusi. Debat. Dan Imam Besar masjid Jin meng-confirm bahwa tidak ada yang namanya haji akbar. Semua haji itu sama. Kapanpun jatuh hari wukufnya!! Ayah lebih percaya itu tuh"
“Tapi kok tetep banyak yang percaya Haji Akbar ?" tanyaku insist
“Ya Karena memang ada hadist yang bilang satu Haji Akbar sama dengan 3 sampai 7 kali haji biasa. Tapi nggak semua paham bahwa hadist itu palsu. Kan nggak banyak tauziah seperti yang ada di masjid jin itu"
Aku kembali mengangguk angguk seperti anak kecil “oh ? gitu ya ??”
So ? Saat wukuf kami di Arafah kemarin memang bertepatan dengan hari jumat. Namun begitulah pemahaman kami soal Haji Akbar. Wallahu’alam bi shawab
Keterangan (*)
Di kota suci Makkah, banyak terdapat masjid-masjid bersejarah. Salah satunya adalah Masjid al-Jin yang letaknya berada di pinggir jalan raya, cuma berjarak 200 meter dari rumah kami -tingal nyebrang jalan lewat jembatan, sampe deh. Kalau nggak sholat di Haram, ayah suka sholat di masjid ini, karena setelah sholat suka ada tauziah yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Masjid tersebut terkenal di kalangan umat Muslim karena di sanalah dahulu Nabi Muhammad saw pernah membaiat jin yang masuk Islam.
“kalo menurut penangalan sih. Tanggal 8 zulhijah tuh hari jumat, wukuf sabtu ..nih liat sekarang aja baru tanggal dua. " Ayah menunjukan sms jadwal waktu sholat, Ayah memang berlangganan fasilitas itu ke operator seluler mobily.
“kok temen temen di Indo udah ribut ngirim sms tahun ini Haji Akbar ?"
"Nggak tau, Bun. Kata pak kepala kloter waktu wukuf akan ditetapkan oleh sebuah komite, nanti diumukan oleh raja Saudi. Kita masih menunggu."
“lho kok bisa tanggalan dirubah-rubah gitu ??” Kalo kita pake tanggalan masehi dan ada selisih dengan penanggalan hijriah mah kupikir lumrah. Lha ini kita udah pake penanggalan hijriah kok.
“Bukan berubah..lebih tepat di adjust.. komite itu akan melihat bulan, jadi yang di adjust jumlah hari di bulan kemarin itu 29 atau 30 hari, itu kan pengaruh pada penanggalan bulan berikutnya.. yaitu saat saat ini"
“oh..gitu ya ?? trus apa sih yang dimaksud Haji Akbar ??"
“Katanya sih kalo wukuf bertepatan dengan hari jumat, orang menyebut sebagai Haji Akbar soalnya Rasulullah juga dulu melaksanakan haji juga gitu. Pas hari jumat wukufnya. Ingat lho ya.. Rasulullah cuma sekali melaksanakan haji."
“Emang bener Haji Akbar istimewa ? sampai orang orang lokal Saudi, Yaman, Bahrain juga verbondong bondong pada datang ikutan ? Apa nggak jadi melebih kuota yang ditetapkan pemerintah saudi ??” Duh ? aku rada ngeri membayangkan, betapa akan sesaknya melempar jumrah, thawaf ifadah dan sai. Uhm, belum lagi kemacetan ke Arafah dan Mina. Pasti luar biasa!!
“Ayah sih sebetulnya punya pemahaman berbeda soal Haji Akbar itu"
“How ?”
“Di masjid Jin(*) kan suka ada tauziah yang disampaikan oleh imam besarnya. Karena saat ini jamaah masjid jin banyakan jamaah Indonesia. Tauziah itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh mahasiswa Indonesia. Anak muda itu luar bisa Bun… jago banget bahasa arab, hadist dan ayat ayat juga fasih. Top banget deh!!"
“Trus..trus…”
“Pernah ada dibahas soal Haji Akbar ini. Diskusi. Debat. Dan Imam Besar masjid Jin meng-confirm bahwa tidak ada yang namanya haji akbar. Semua haji itu sama. Kapanpun jatuh hari wukufnya!! Ayah lebih percaya itu tuh"
“Tapi kok tetep banyak yang percaya Haji Akbar ?" tanyaku insist
“Ya Karena memang ada hadist yang bilang satu Haji Akbar sama dengan 3 sampai 7 kali haji biasa. Tapi nggak semua paham bahwa hadist itu palsu. Kan nggak banyak tauziah seperti yang ada di masjid jin itu"
Aku kembali mengangguk angguk seperti anak kecil “oh ? gitu ya ??”
So ? Saat wukuf kami di Arafah kemarin memang bertepatan dengan hari jumat. Namun begitulah pemahaman kami soal Haji Akbar. Wallahu’alam bi shawab
Keterangan (*)
Di kota suci Makkah, banyak terdapat masjid-masjid bersejarah. Salah satunya adalah Masjid al-Jin yang letaknya berada di pinggir jalan raya, cuma berjarak 200 meter dari rumah kami -tingal nyebrang jalan lewat jembatan, sampe deh. Kalau nggak sholat di Haram, ayah suka sholat di masjid ini, karena setelah sholat suka ada tauziah yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Masjid tersebut terkenal di kalangan umat Muslim karena di sanalah dahulu Nabi Muhammad saw pernah membaiat jin yang masuk Islam.
Tuesday, January 30, 2007
Seorang Bude di Bahutmah
Bude tetap tidak bisa dikontak. Dian juga tidak bisa memberikan update. Dimana Bude tinggal ?? Akhirnya aku dan ayah mampir ke kantor petugas wilayah satu di shieb amir. Aku menyebut nomer kloter Bude dan nomer mahtabnya kepada petugas. Bertanya, dimana sih lokasi rumah itu ??
Petugas mencari dibuku catatan, lalu mengajak kami melihat peta besar yang memenuhi satu sisi dinding ruang petugas. Beliau menunjuk ujung dari wilayah Misfalah, namanya. Bahutmah. Pondokan no 850 adalah rumah terjauh-paling ujung di jalan itu. Masya Allah Bude? Kasihan betul?
Seusai dhuha esok harinya, kami ke pangkalan bis shuttle. Memang mahtab yang jauh menyediakan bis untuk para jamaah.Free of charge. Di jendela bis tertempel daerah tujuan bis dan bendera negara, sebagai tanda jamaah negara mana yang berhak naik.
Jika jamaah negara lain bisa antri naik bis. Jamaah Indonesia berebut berdesakan -Why always like this?? Aku ngenes. Miris. Bahaya betul? Ayah bertanya “Are you sure to take the bus ??” Aku menggeleng tak sanggup. Kami lalu naik taxi ke satu area di ujung Misfalah. Namanya Bahutmah..
Rumah no 850 itu akhirnya ketemu juga. Sekitar 3 kilometer dari Masjidil Haram.Uhm, berapa lantai nih ya ? Bagaimana menemukan Bude ? Masa kudu menyisir lantai demi lantai ? kami bertanya sopan kepada jamaah disitu. “Kami mencari Bu Sudiyarti. Lantai berapa ya ?”
“Coba tanya pak Karom tuh... Pak Ibrahim”kata Bapak itu. Dengan diantar pak Karom kami naik lift ke lantai 6, aku sedih melihat kondisi diitu. Kusam dan liftnya nggak smooth. Ayah ketawa melihat aku yang pucat pasi naik lift yang ajrut ajrutan setiap mau stop. Pak Ibrahim terlihat tenang, uhm pasti beliau sudah biasa.
“Bu Titik..ada tamu nih." .begitu pak Ibrahim bilang sambil membuka satu kamar di lantai 6. Alhamdulillah. Betul!! Bude ada di kamar. Beliau sedang sarapan.Bude memeluk kami penuh tangis haru. Bude benar benar tidak menyangka kami akan datang.
“Bude..bude.. mesake tenan to bude.. athoh tenan hiks..hiks…”kataku terisak. Antara senang bertemu Bude. Dan sedih melihat kondisi mahtabnya yang sederhana dan jauh.
“Hiks..hiks.. Nduk…Bude wingi sempat hilang…” isak Budeku sambil menangis. Hah??!! Gimana ceritanya ?? Rupanya Bude terpisah dari rombongan saat melaksanakan umrah pertama di masjidil Haram. Untung tidak sendiri. Tapi berdua dengan teman sekamar.
Aku bisa membayangkan. Masjidil Haram pasti sudah sesak dengan jamaah saatBude datang bersama gelombang dua. Bude lalu menuntaskan cerita“Sakwise ketemu maneh karo rombongan.. bude rasane wis arep pingsan!!” Duh Bude? Alhamdulillah..Alhamdulillah banget bisa ketemu lagi sama rombongan!!
Bla..bla..bla topic obrolan kami segera berpindah.
“Bude, uang mahtab dikembalikan berapa ?” tanya Ayah.
“650 real”
“Wow!! banyak banget bude!! Pantesan jauh dan kondisinya gini…” kataku spontan
“tapi aku ki seh dieman gusti Allah, nduk. Konco konco sekamarku nom-nom, nek aku kesel muleh seko masjid, aku dipijeti…”
uhm, terselip rasa malu, ternyata Bude lebih bersyukur dibanding diriku.
Ayah meminta HP Bude dan melakukan sedikit setting agar beliau bisa ber-sms dengan diriku. Supaya bisa keep in touch lah.
Teman teman sekamar bude yang berjumlah 4 orang nimbrung ngbrol dengan kami. Melihat kondisi mereka yang jauh lebih muda dari Bude– sekitar 45-50 tahunan lah-kekhawatiran kami pada Bude mulai pupus.
Satu jam berlalu cepat. Kami segera pamit. Pulang ke Shieb Amir. Meninggalkan seorang Bude di Bahutmah. Jaga kesehatan Bude… Hati hati ya..… Semoga Allah selalu memberikan kemudahan dan kekuatan pada Budeku itu…
Hari wukuf di Arafah aku meng-sms Bude "Bude, disini nggak dapat nasi. Bagaimana kondisi di tempat Bude ?" Bude mereply sms-ku "Podho Nduk... wis sing sabar wae...". Uhm, Alhamdulillah Budeku bisa mengerti.
Saat di bis menuju ke Jeddah aku meng-sms Bude lagi "Bude.. aku pamit yo...sekarang lagi jalan ke Jeddah... selamat beribadah di Haram ...tempatnya gantian.." Aku benar benar kaget saat Bude membalas "Aku sakit Nduk, udah dua kali ke dokter... doakan cepat sehat "
Duh Bude ? Tak banyak yang bisa kulakukan selain berdoa, aku sudah otw ke Jeddah!! " Jangan terlalu memaksakan diri Bude... Banyak istirahat aja... Semoga segera sehat."
Beberapa hari setelah aku di Jakarta. Mamah bilang Bude sakit serius di Mekah. Demam tinggi sampai hilang kesadaran. Diperparah dengan kondisi Bude yang mengidap Asma. Uhm, Asma memang penyakit genetik di keluarga besar Bapak. Teringat Bapak, Pakde To, Oom Ton, Mas Didik, Mbak Ndari, Dinta. Pasti mereka prihatin memikirkan, seorang Bude di Bahutmah.
Epilog- Pesan seorang Bude
Mamah bilang Bude sudah sampai Jakarta Jumat lalu. Kemarin-hari senin- Aku dan Aim , Bapak Mamah, dan Mami meluncur ke Bekasi menengok Bude yang baru pulang dari tanah suci. Bude menyambut kami dengan hangat. Walau masih batuk, namun beliau terlihat sehat.
Dengan berlinang airmata Bude menceritakan pengalamannya "Aku ngeroso wis ora nduwe harapan... barang barang ku wis tak kirim muleh...lha wong aku nganti ora sadar..." Kami mendengarkan penuh haru. "Didik bolak balik sms ngedeke atiku... Ibu harus pulang.. kami semua menyayangi Ibu ..." Uhm aku bisa mengerti, Mas Didik putra tunggal Bude, pastinya khawatir sang Ibu sakit di tanah suci.
Satu pesan Bude sebelum kami pulang "berhajilah selagi muda Nduk..." Mami merespon "Doakan saja Bude ya..." Uhm, semoga Allah segera meridhoi Mas Didik &Mbak Ndari serta Papi &Mami untuk bisa berhaji selagi muda.
Petugas mencari dibuku catatan, lalu mengajak kami melihat peta besar yang memenuhi satu sisi dinding ruang petugas. Beliau menunjuk ujung dari wilayah Misfalah, namanya. Bahutmah. Pondokan no 850 adalah rumah terjauh-paling ujung di jalan itu. Masya Allah Bude? Kasihan betul?
Seusai dhuha esok harinya, kami ke pangkalan bis shuttle. Memang mahtab yang jauh menyediakan bis untuk para jamaah.Free of charge. Di jendela bis tertempel daerah tujuan bis dan bendera negara, sebagai tanda jamaah negara mana yang berhak naik.
Jika jamaah negara lain bisa antri naik bis. Jamaah Indonesia berebut berdesakan -Why always like this?? Aku ngenes. Miris. Bahaya betul? Ayah bertanya “Are you sure to take the bus ??” Aku menggeleng tak sanggup. Kami lalu naik taxi ke satu area di ujung Misfalah. Namanya Bahutmah..
Rumah no 850 itu akhirnya ketemu juga. Sekitar 3 kilometer dari Masjidil Haram.Uhm, berapa lantai nih ya ? Bagaimana menemukan Bude ? Masa kudu menyisir lantai demi lantai ? kami bertanya sopan kepada jamaah disitu. “Kami mencari Bu Sudiyarti. Lantai berapa ya ?”
“Coba tanya pak Karom tuh... Pak Ibrahim”kata Bapak itu. Dengan diantar pak Karom kami naik lift ke lantai 6, aku sedih melihat kondisi diitu. Kusam dan liftnya nggak smooth. Ayah ketawa melihat aku yang pucat pasi naik lift yang ajrut ajrutan setiap mau stop. Pak Ibrahim terlihat tenang, uhm pasti beliau sudah biasa.
“Bu Titik..ada tamu nih." .begitu pak Ibrahim bilang sambil membuka satu kamar di lantai 6. Alhamdulillah. Betul!! Bude ada di kamar. Beliau sedang sarapan.Bude memeluk kami penuh tangis haru. Bude benar benar tidak menyangka kami akan datang.
“Bude..bude.. mesake tenan to bude.. athoh tenan hiks..hiks…”kataku terisak. Antara senang bertemu Bude. Dan sedih melihat kondisi mahtabnya yang sederhana dan jauh.
“Hiks..hiks.. Nduk…Bude wingi sempat hilang…” isak Budeku sambil menangis. Hah??!! Gimana ceritanya ?? Rupanya Bude terpisah dari rombongan saat melaksanakan umrah pertama di masjidil Haram. Untung tidak sendiri. Tapi berdua dengan teman sekamar.
Aku bisa membayangkan. Masjidil Haram pasti sudah sesak dengan jamaah saatBude datang bersama gelombang dua. Bude lalu menuntaskan cerita“Sakwise ketemu maneh karo rombongan.. bude rasane wis arep pingsan!!” Duh Bude? Alhamdulillah..Alhamdulillah banget bisa ketemu lagi sama rombongan!!
Bla..bla..bla topic obrolan kami segera berpindah.
“Bude, uang mahtab dikembalikan berapa ?” tanya Ayah.
“650 real”
“Wow!! banyak banget bude!! Pantesan jauh dan kondisinya gini…” kataku spontan
“tapi aku ki seh dieman gusti Allah, nduk. Konco konco sekamarku nom-nom, nek aku kesel muleh seko masjid, aku dipijeti…”
uhm, terselip rasa malu, ternyata Bude lebih bersyukur dibanding diriku.
Ayah meminta HP Bude dan melakukan sedikit setting agar beliau bisa ber-sms dengan diriku. Supaya bisa keep in touch lah.
Teman teman sekamar bude yang berjumlah 4 orang nimbrung ngbrol dengan kami. Melihat kondisi mereka yang jauh lebih muda dari Bude– sekitar 45-50 tahunan lah-kekhawatiran kami pada Bude mulai pupus.
Satu jam berlalu cepat. Kami segera pamit. Pulang ke Shieb Amir. Meninggalkan seorang Bude di Bahutmah. Jaga kesehatan Bude… Hati hati ya..… Semoga Allah selalu memberikan kemudahan dan kekuatan pada Budeku itu…
Hari wukuf di Arafah aku meng-sms Bude "Bude, disini nggak dapat nasi. Bagaimana kondisi di tempat Bude ?" Bude mereply sms-ku "Podho Nduk... wis sing sabar wae...". Uhm, Alhamdulillah Budeku bisa mengerti.
Saat di bis menuju ke Jeddah aku meng-sms Bude lagi "Bude.. aku pamit yo...sekarang lagi jalan ke Jeddah... selamat beribadah di Haram ...tempatnya gantian.." Aku benar benar kaget saat Bude membalas "Aku sakit Nduk, udah dua kali ke dokter... doakan cepat sehat "
Duh Bude ? Tak banyak yang bisa kulakukan selain berdoa, aku sudah otw ke Jeddah!! " Jangan terlalu memaksakan diri Bude... Banyak istirahat aja... Semoga segera sehat."
Beberapa hari setelah aku di Jakarta. Mamah bilang Bude sakit serius di Mekah. Demam tinggi sampai hilang kesadaran. Diperparah dengan kondisi Bude yang mengidap Asma. Uhm, Asma memang penyakit genetik di keluarga besar Bapak. Teringat Bapak, Pakde To, Oom Ton, Mas Didik, Mbak Ndari, Dinta. Pasti mereka prihatin memikirkan, seorang Bude di Bahutmah.
Epilog- Pesan seorang Bude
Mamah bilang Bude sudah sampai Jakarta Jumat lalu. Kemarin-hari senin- Aku dan Aim , Bapak Mamah, dan Mami meluncur ke Bekasi menengok Bude yang baru pulang dari tanah suci. Bude menyambut kami dengan hangat. Walau masih batuk, namun beliau terlihat sehat.
Dengan berlinang airmata Bude menceritakan pengalamannya "Aku ngeroso wis ora nduwe harapan... barang barang ku wis tak kirim muleh...lha wong aku nganti ora sadar..." Kami mendengarkan penuh haru. "Didik bolak balik sms ngedeke atiku... Ibu harus pulang.. kami semua menyayangi Ibu ..." Uhm aku bisa mengerti, Mas Didik putra tunggal Bude, pastinya khawatir sang Ibu sakit di tanah suci.
Satu pesan Bude sebelum kami pulang "berhajilah selagi muda Nduk..." Mami merespon "Doakan saja Bude ya..." Uhm, semoga Allah segera meridhoi Mas Didik &Mbak Ndari serta Papi &Mami untuk bisa berhaji selagi muda.
Closer, Brighter, Bigger…
"Bude Tik berangkat dengan kloter 61JKS. Mahtab 65. Rumah nomer 850. Jiyatsut. Tiba di Mekah minggu depan. "Begitu bunyi sms yang dikirm Dian, setelah dua minggu aku tinggal di Mekkah.
Bude Tik adalah kakak Bapak yang sudah berumur lanjut. Diatas tujuh puluh tahun. Beliau pergi berhaji sendiri karena suami sudah lama meninggal. Terselip rasa prihatin. Duh Bude ? bagaimana kondisinya di Mekkah ?
Beberapa hari sebelum hari arafah, dengan naik taxi aku dan Ayah pergi ke daerah Jiyatsut seusai shalat dhuha. Masa masa jamaah luber begini, bargain power dengan supir taxi sangat rendah. Jauh dekat sepuluh real. Kami tak punya pilihan lain. Ok aja.
Setetelah melewati terowongan yang membelah gunung batu. Kami tiba di wilayah Jiyatsut. Supir taxi menurunkan diujung jalan. Bla..bala..bla.. dengan bahasa arab dan isyarat tangan dia berusaha bilang bahwa inilah jalan Jiyatsut. Silahkan cari.
Kami yang asing dan tidak tau persis mahtab tempat Bude tinggal terpaksa turun. Hatiku ciut dan ngenes melihat kondisi pemondokan jamaah haji Indoensia disitu lebih sederhana dibandingkan pondokan kami di Shieb Amir. Letak pondokan yang dalam gang, terkesan kumuh, suram, dan sori-bau pesing!! Ah, Bude. Dimana berada ?
Kami berjalan kaki diwilayah itu sambil bertanya kiri kanan pada jamaah Indonesia yang mudah dikenali dari seragam keluaran depag yang berwarna hijau telur asin.
“Nggak ada mahtab segitu pak. Disini mahtab 40an”
“Nggak ada rumah dengan nomer segitu mbak. Disini paling sampai nomer 600an”
Beberapa jamaah kami tanya. Beberapa rumah kami singgahi. Tetap tak ada petunjuk tentang Bude Tik.
Bude tidak bisa dikontak. Ditelp mapun di sms. Kami maklum beliau memang gaptek.Setelah cape berkeliling di wilayah itu. Kami kembali ke Shieb Amir dengan naik taxi.
Sampe dipondokan. Sambil berbaring di kamar sempit tanpa jendela. Aku menggingat Bude. Aku berusaha membandingkan kondisi pondokan di Jiyatsut tadi. Saat itu juga aku mengucap banyak syukur Alhamdulillah. Saat itu juga aku merasa tempat tinggal kami closer, brighter, bigger, cleaner and much..much better. Begitulah, tanpa melihat pembanding, kadang kita tidak sadari bahwa kita jauh lebih beruntung daripada orang lain.
Catatan Ringan-uang pengembalian mahtab
Mulai tahun ini depag mempunyai transparansi baru. Budget pemondokan jamaah di Mekkah adalah 2.000 real per jamaah. Jika harga mahtab ternyata dibawah itu-Alhamdulillah uangnya dikembalikan kepada jamaah. Tahun tahun sebelumnya hal ini tidak terjadi karena depag menyebutnya dengan subsidi silang.
Kami di Mahtab 7 rumah no 121 wilayah shieb amir, menerima pengembalian 100 real/jamaah. Alhamdulillah-lumayan pikirku, bisa buat ongkos naik angkot mondar mandir ke masjidil Haram. Rumah sebelah , no 122 pengembaliaannya 190 real/jamaah, walau jaraknya hampir sama, bisa jadi kondisi kamarnya tidak sebagus kami
Jadi kalo sekarang kita pengin tau kondisi rumah jamaah lain lebih bagus atau tidak, tinggal tanya saja “berapa uang pengembalian dari mahtab ?” Pertanyaan ini biasa saling diajukan saat ketemu kenalan baru dari bermacam kloter di majid maupun di tempat makan. Bisa ditebak semakin besar pengembalian, diestimasi kondisi rumahnya jauh atau kurang bagus.
Walau ada juga mahtab yang tidak memberikan pengembalian –means kondisinya lebih bagus dari kondisi mahtab kami-tapi kami sangat bersyukur dengan apapun yang kami dapatkan selama di mekkah. Alhamdulillah
Bude Tik adalah kakak Bapak yang sudah berumur lanjut. Diatas tujuh puluh tahun. Beliau pergi berhaji sendiri karena suami sudah lama meninggal. Terselip rasa prihatin. Duh Bude ? bagaimana kondisinya di Mekkah ?
Beberapa hari sebelum hari arafah, dengan naik taxi aku dan Ayah pergi ke daerah Jiyatsut seusai shalat dhuha. Masa masa jamaah luber begini, bargain power dengan supir taxi sangat rendah. Jauh dekat sepuluh real. Kami tak punya pilihan lain. Ok aja.
Setetelah melewati terowongan yang membelah gunung batu. Kami tiba di wilayah Jiyatsut. Supir taxi menurunkan diujung jalan. Bla..bala..bla.. dengan bahasa arab dan isyarat tangan dia berusaha bilang bahwa inilah jalan Jiyatsut. Silahkan cari.
Kami yang asing dan tidak tau persis mahtab tempat Bude tinggal terpaksa turun. Hatiku ciut dan ngenes melihat kondisi pemondokan jamaah haji Indoensia disitu lebih sederhana dibandingkan pondokan kami di Shieb Amir. Letak pondokan yang dalam gang, terkesan kumuh, suram, dan sori-bau pesing!! Ah, Bude. Dimana berada ?
Kami berjalan kaki diwilayah itu sambil bertanya kiri kanan pada jamaah Indonesia yang mudah dikenali dari seragam keluaran depag yang berwarna hijau telur asin.
“Nggak ada mahtab segitu pak. Disini mahtab 40an”
“Nggak ada rumah dengan nomer segitu mbak. Disini paling sampai nomer 600an”
Beberapa jamaah kami tanya. Beberapa rumah kami singgahi. Tetap tak ada petunjuk tentang Bude Tik.
Bude tidak bisa dikontak. Ditelp mapun di sms. Kami maklum beliau memang gaptek.Setelah cape berkeliling di wilayah itu. Kami kembali ke Shieb Amir dengan naik taxi.
Sampe dipondokan. Sambil berbaring di kamar sempit tanpa jendela. Aku menggingat Bude. Aku berusaha membandingkan kondisi pondokan di Jiyatsut tadi. Saat itu juga aku mengucap banyak syukur Alhamdulillah. Saat itu juga aku merasa tempat tinggal kami closer, brighter, bigger, cleaner and much..much better. Begitulah, tanpa melihat pembanding, kadang kita tidak sadari bahwa kita jauh lebih beruntung daripada orang lain.
Catatan Ringan-uang pengembalian mahtab
Mulai tahun ini depag mempunyai transparansi baru. Budget pemondokan jamaah di Mekkah adalah 2.000 real per jamaah. Jika harga mahtab ternyata dibawah itu-Alhamdulillah uangnya dikembalikan kepada jamaah. Tahun tahun sebelumnya hal ini tidak terjadi karena depag menyebutnya dengan subsidi silang.
Kami di Mahtab 7 rumah no 121 wilayah shieb amir, menerima pengembalian 100 real/jamaah. Alhamdulillah-lumayan pikirku, bisa buat ongkos naik angkot mondar mandir ke masjidil Haram. Rumah sebelah , no 122 pengembaliaannya 190 real/jamaah, walau jaraknya hampir sama, bisa jadi kondisi kamarnya tidak sebagus kami
Jadi kalo sekarang kita pengin tau kondisi rumah jamaah lain lebih bagus atau tidak, tinggal tanya saja “berapa uang pengembalian dari mahtab ?” Pertanyaan ini biasa saling diajukan saat ketemu kenalan baru dari bermacam kloter di majid maupun di tempat makan. Bisa ditebak semakin besar pengembalian, diestimasi kondisi rumahnya jauh atau kurang bagus.
Walau ada juga mahtab yang tidak memberikan pengembalian –means kondisinya lebih bagus dari kondisi mahtab kami-tapi kami sangat bersyukur dengan apapun yang kami dapatkan selama di mekkah. Alhamdulillah
Monday, January 29, 2007
Sebuah Titipan Doa. Sebuah Amanat
"Doain gue ya.. supaya bisa segera pergi haji…” begitu kata Erfan saat pamit dari acara walimatu safar dirumahku.
“you…top of my list “ kataku spontan. Kami tertawa bareng
Well, dari sedikit sahabat dan segambreng teman temanku, nama Erfan pastinya top of my list…
Aku tau tidak semua orang nyaman menitip doa, seperti saat aku pamit pada Arief dan Evelyn seusai lebaran. Evelyn udah mikir mikir “ Uhm..nitip doa apa ya ??” Namun Arief menukas..” nggak usahlah..malah bikin berat si Ibin..nitip doa kan amanat…” Saat itu aku cuman tersenyum. Aku tau titipan doa emang amanat.
Sungguh aku tidak keberatan. Banyak teman dan saudara menitipkan doa. Ada beberapa yang sampai ditulis dikertas dan diberikan kepadaku sebelum berangkat. Tapi kebanyakan sih cuma dilisankan… panggil nama gue ya..supaya bisa pergi haji.. itu yang paling sering dikatakan.
Mungkin yang mereka tidak tau aku mencatat nama nama mereka. Well, titipan doa adalah sebuah amanat. Aku berusaha untuk tidak mengabaikannya. Aku mencatat nama nama mereka dan doa doa titipanmereka dalam sebuah buku kecil.
Buku kecil itu selalu ada dalam tas dokumen, jadi pasti ikut kemana pun aku pergi. Disana aku banyak punya waktu untuk berdoa, dan aku merasa egois jika hanya berdoa untuk diriku dan selalu untuk diriku. Jadi selain berdoa untuk anak anak dan keluargaku, orang tua dan saudara saudaraku, mertua dan ipar iparku.. kadang aku juga membuka buku kecilku. Buku daftar titipan doa dan nama sedikit sahabat serta segambreng teman temanku..
Seorang teman sekamar bilang “..sebelum berangkat aku justru nanya ke temen temen..hayo ..hayo ..siapa mau titip doa.. “
“Trus? banyak yang nitip doa ?? tanyaku
“Ada kejadian lucu waktu aku umroh dua tahun lalu..pas aku tawarin nitip doa, ada temen yang bilang.. ya nanti aku email… begitu emailnya sampe dan di print.. ternyata lima halaman …waaaah panjang banget doanya “ kata temanku itu sambil tertawa geli
“Trus ?? kamu bacain ??” tanyaku lagi
“Ya iyalah.. bagaimana pun titipam doa lebih mudah dibanding titipan beli barang kan ??”
Weiks!! Aku jadi inget barang barang titipan teman teman yang belum sempat kubeli. Kubuka catatanku . .Parfum “X” ..hand body “ Y” . Waduh ?? kapan nyarinya ?? Ayah kan allergy banget kalo diajak belanja..
Betul, sebuah titipan doa adalah sebuah amanat. Aku berdoa untuk mereka. Semoga Allah mengabulkan harapan mereka…. saudara-saudara, sahabat sahabat dan teman temanku. Amin.
Epilog- Saat harapan tidak sesuai dengan kenyataan
Di saat-saat akhir berkemas koper sebelum berangkat aku membaca sepotong kertas. Titipan doa yang ditulis sendiri oleh seorang teman. Aku membacanya baik baik. Wow.. its very touching ..you know… Aku menyimpan kertas itu dalam koper lalu meng-sms temanku itu..
“Gue terharu baca doa lu, Semoga Allah meridhoi dan segera memberikan jodoh yang tepat buat kamu….You ‘re a nice person ..you know
Dia membalas smsku“Amin Ya Rabbal-alamin Terimakasih Mbak.."
Saat aku kembali dari tanah suci aku bertanya padanya seusai kuliah kami usai
“How’s your girl ? any luck ? Gue udah bacain doa lu disana lho.."
“Thanks Mbak, But I don’t even see her for long time..” jawabnya datar.
Uhm, Keliatannya nggak sesuai harapan nih. Kami melambai dan berpisah di tempat parkir.
Dari balik kemudi mobil, aku mengawasi cowo-temanku itu dari jauh. Uhm, jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan, kita harus tetap berpikir positif. Berbaik sangka. Mungkin Allah punya rencana lain untuk kita.
Semoga temanku itu mengerti, bahwa orang yang kita cintai belum tentu orang yang kita butuhkan untuk membina keluarga bersama. Mudah-mudahan dia memahami bahwa Allah maha tau, siapa yang lebih tepat dan terbaik buat hamba-Nya.
Well, Semoga Allah meridhoi dan segera memberikan jodoh yang tepat buat temanku itu. He’s a nice person… you know…
“you…top of my list “ kataku spontan. Kami tertawa bareng
Well, dari sedikit sahabat dan segambreng teman temanku, nama Erfan pastinya top of my list…
Aku tau tidak semua orang nyaman menitip doa, seperti saat aku pamit pada Arief dan Evelyn seusai lebaran. Evelyn udah mikir mikir “ Uhm..nitip doa apa ya ??” Namun Arief menukas..” nggak usahlah..malah bikin berat si Ibin..nitip doa kan amanat…” Saat itu aku cuman tersenyum. Aku tau titipan doa emang amanat.
Sungguh aku tidak keberatan. Banyak teman dan saudara menitipkan doa. Ada beberapa yang sampai ditulis dikertas dan diberikan kepadaku sebelum berangkat. Tapi kebanyakan sih cuma dilisankan… panggil nama gue ya..supaya bisa pergi haji.. itu yang paling sering dikatakan.
Mungkin yang mereka tidak tau aku mencatat nama nama mereka. Well, titipan doa adalah sebuah amanat. Aku berusaha untuk tidak mengabaikannya. Aku mencatat nama nama mereka dan doa doa titipanmereka dalam sebuah buku kecil.
Buku kecil itu selalu ada dalam tas dokumen, jadi pasti ikut kemana pun aku pergi. Disana aku banyak punya waktu untuk berdoa, dan aku merasa egois jika hanya berdoa untuk diriku dan selalu untuk diriku. Jadi selain berdoa untuk anak anak dan keluargaku, orang tua dan saudara saudaraku, mertua dan ipar iparku.. kadang aku juga membuka buku kecilku. Buku daftar titipan doa dan nama sedikit sahabat serta segambreng teman temanku..
Seorang teman sekamar bilang “..sebelum berangkat aku justru nanya ke temen temen..hayo ..hayo ..siapa mau titip doa.. “
“Trus? banyak yang nitip doa ?? tanyaku
“Ada kejadian lucu waktu aku umroh dua tahun lalu..pas aku tawarin nitip doa, ada temen yang bilang.. ya nanti aku email… begitu emailnya sampe dan di print.. ternyata lima halaman …waaaah panjang banget doanya “ kata temanku itu sambil tertawa geli
“Trus ?? kamu bacain ??” tanyaku lagi
“Ya iyalah.. bagaimana pun titipam doa lebih mudah dibanding titipan beli barang kan ??”
Weiks!! Aku jadi inget barang barang titipan teman teman yang belum sempat kubeli. Kubuka catatanku . .Parfum “X” ..hand body “ Y” . Waduh ?? kapan nyarinya ?? Ayah kan allergy banget kalo diajak belanja..
Betul, sebuah titipan doa adalah sebuah amanat. Aku berdoa untuk mereka. Semoga Allah mengabulkan harapan mereka…. saudara-saudara, sahabat sahabat dan teman temanku. Amin.
Epilog- Saat harapan tidak sesuai dengan kenyataan
Di saat-saat akhir berkemas koper sebelum berangkat aku membaca sepotong kertas. Titipan doa yang ditulis sendiri oleh seorang teman. Aku membacanya baik baik. Wow.. its very touching ..you know… Aku menyimpan kertas itu dalam koper lalu meng-sms temanku itu..
“Gue terharu baca doa lu, Semoga Allah meridhoi dan segera memberikan jodoh yang tepat buat kamu….You ‘re a nice person ..you know
Dia membalas smsku“Amin Ya Rabbal-alamin Terimakasih Mbak.."
Saat aku kembali dari tanah suci aku bertanya padanya seusai kuliah kami usai
“How’s your girl ? any luck ? Gue udah bacain doa lu disana lho.."
“Thanks Mbak, But I don’t even see her for long time..” jawabnya datar.
Uhm, Keliatannya nggak sesuai harapan nih. Kami melambai dan berpisah di tempat parkir.
Dari balik kemudi mobil, aku mengawasi cowo-temanku itu dari jauh. Uhm, jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan, kita harus tetap berpikir positif. Berbaik sangka. Mungkin Allah punya rencana lain untuk kita.
Semoga temanku itu mengerti, bahwa orang yang kita cintai belum tentu orang yang kita butuhkan untuk membina keluarga bersama. Mudah-mudahan dia memahami bahwa Allah maha tau, siapa yang lebih tepat dan terbaik buat hamba-Nya.
Well, Semoga Allah meridhoi dan segera memberikan jodoh yang tepat buat temanku itu. He’s a nice person… you know…
Sunday, January 28, 2007
Perkenalan Antar Bangsa
I’m Farida…South Africa. Do you know where south africa is ??
Me ? Oh ..Siti …Malaysia…How many Indonesian going for hajj ?
I’m Rena…I’m a GP at Iran…Yes..I ‘m syiah…Glad to meet you..you know..our government were friends…
I’m Shalihah …turkey..how many percent of Indonesian were moeslem ??
I’m Came from Thailand…Jakarta ? wow ? I have so many friend in there…
I’m Pakistan…Yes, we going to mina tomorrow..
Me ? I’m from Bangladesh.
I’m from Nigeria..thanks for the donuts.
We’re not Malaysia…We’re Bruney Darusallam…(weikss!! kecele deh gue!!)
Dasar doyan ngobrol. Aku senang jika punya kenalan baru. Bukan cuma dengan perempuan perempuan sebangsa. Aku senang juga ngobrol dengan banyak perempuan dari beragam bangsa. Bertukar informasi. Berbagi pengetahuan. Sharing pengalaman. Walaupun dengan begitu aku harus extra effort. Memeras isi kepala ....duh ? South Africa dimana ya ? Berapa orang ya jamaah haji Indonesia? Berapa persen muslim di Indonesia ? Walau syiah , apa alasan pemerintah kita punya hubungan baik dengan Iran??
Dasar doyan ngobrol. Aku tidak melulu ngobrol tentang topik yang berat. Kalo udah ngomong soal keluarga dan anak. Waaah cerita langsung mengalir lancar..kayak air sungai...
“this my daughter and me ..in front of kabah...when we was umrah..last year.." kata Shalihah memamerkan foto di handphonenya.
“Eventhough my sons are naughty…. I always cry ...when called up their name on my pray” kata Farida dengan mata berbinar. Waaaah sama dong sister!!
Senang banget bisa punya banyak kenalan dari beragam bangsa. Walau hanya sedikit diantara kami yang sempat bertukar alamat email (weiks!! niat betul!!) aku tetap senang sempat berkenalan dengan mereka. Walau tidak banyak jamaah yang bisa bahasa English-kebanyakan hanya yang muda muda, atau yangmemang berasal dari negara berbahasa English- tapi aku tetap meladeni bahasa isyarat jika ada yang mengajakaku ngobrol dalam bahasa lain. Perempuan perempuan India tuh seneng banget ngajak orang lain ngobol dalam bahasa urdu.. PeDe habis!!
Seorang teman sekamar berbagi tips.. kalo datang ke masjid .. habis gelar sajadah… ajak salaman dan ucapkan salam sama siapaun yang ada di kiri kanan… trus sedikit chit chat deh..
“Ya iyalah kamu pede ..kamu kan emang bisa ngomong banyak bahasa…" tukasku
"Bukan gitu…ini supaya kamu bisa nitip sajadah kalo kamu perlu pergi wudhu…jadi sajadah kita aman nggak kegusur" He..he..betul juga…btw..how to say please take care my sajadah in France ya ?? Supaya bisa nitip sajadah ma orang orang maroko nih he..he…
Sempat terjadi hal lucu. Sehabis bercakap cakap dengan bangsa lain di sebelah kiri , aku berkenalan dengan dua perempuan palembang di sebelah kanan.
“Kok ibu pinter banget bahasa Indonesia?”
“Maksudnya ?” tanyaku heran
“Lho?? Bukannya Ibu orang pakistan?”
Dengan warna kulit gelap sawo matang, mata lebar dan tulang hidung tinggi, banyak perempuan sebangsa mengira aku orang pakistan. Ini bukan kali yang pertama terjadi.
Aku menunjukkan tas dokumenku yang ada logo bendera merah putih. “Saya Indonesia. Kloter satu Jakarta.” Kedua orang palembang itu cuma bisa ber "Oh…?!” Aku tersenyum geli.
Well, Aku merasa hal ini, bertambahnya kenalan dan kesempatan berbagi pengalaman dengan perempuan antar bangsa -adalah bagian dari nikmatnya perjalanan haji. Alhamdulillah.
Me ? Oh ..Siti …Malaysia…How many Indonesian going for hajj ?
I’m Rena…I’m a GP at Iran…Yes..I ‘m syiah…Glad to meet you..you know..our government were friends…
I’m Shalihah …turkey..how many percent of Indonesian were moeslem ??
I’m Came from Thailand…Jakarta ? wow ? I have so many friend in there…
I’m Pakistan…Yes, we going to mina tomorrow..
Me ? I’m from Bangladesh.
I’m from Nigeria..thanks for the donuts.
We’re not Malaysia…We’re Bruney Darusallam…(weikss!! kecele deh gue!!)
Dasar doyan ngobrol. Aku senang jika punya kenalan baru. Bukan cuma dengan perempuan perempuan sebangsa. Aku senang juga ngobrol dengan banyak perempuan dari beragam bangsa. Bertukar informasi. Berbagi pengetahuan. Sharing pengalaman. Walaupun dengan begitu aku harus extra effort. Memeras isi kepala ....duh ? South Africa dimana ya ? Berapa orang ya jamaah haji Indonesia? Berapa persen muslim di Indonesia ? Walau syiah , apa alasan pemerintah kita punya hubungan baik dengan Iran??
Dasar doyan ngobrol. Aku tidak melulu ngobrol tentang topik yang berat. Kalo udah ngomong soal keluarga dan anak. Waaah cerita langsung mengalir lancar..kayak air sungai...
“this my daughter and me ..in front of kabah...when we was umrah..last year.." kata Shalihah memamerkan foto di handphonenya.
“Eventhough my sons are naughty…. I always cry ...when called up their name on my pray” kata Farida dengan mata berbinar. Waaaah sama dong sister!!
Senang banget bisa punya banyak kenalan dari beragam bangsa. Walau hanya sedikit diantara kami yang sempat bertukar alamat email (weiks!! niat betul!!) aku tetap senang sempat berkenalan dengan mereka. Walau tidak banyak jamaah yang bisa bahasa English-kebanyakan hanya yang muda muda, atau yangmemang berasal dari negara berbahasa English- tapi aku tetap meladeni bahasa isyarat jika ada yang mengajakaku ngobrol dalam bahasa lain. Perempuan perempuan India tuh seneng banget ngajak orang lain ngobol dalam bahasa urdu.. PeDe habis!!
Seorang teman sekamar berbagi tips.. kalo datang ke masjid .. habis gelar sajadah… ajak salaman dan ucapkan salam sama siapaun yang ada di kiri kanan… trus sedikit chit chat deh..
“Ya iyalah kamu pede ..kamu kan emang bisa ngomong banyak bahasa…" tukasku
"Bukan gitu…ini supaya kamu bisa nitip sajadah kalo kamu perlu pergi wudhu…jadi sajadah kita aman nggak kegusur" He..he..betul juga…btw..how to say please take care my sajadah in France ya ?? Supaya bisa nitip sajadah ma orang orang maroko nih he..he…
Sempat terjadi hal lucu. Sehabis bercakap cakap dengan bangsa lain di sebelah kiri , aku berkenalan dengan dua perempuan palembang di sebelah kanan.
“Kok ibu pinter banget bahasa Indonesia?”
“Maksudnya ?” tanyaku heran
“Lho?? Bukannya Ibu orang pakistan?”
Dengan warna kulit gelap sawo matang, mata lebar dan tulang hidung tinggi, banyak perempuan sebangsa mengira aku orang pakistan. Ini bukan kali yang pertama terjadi.
Aku menunjukkan tas dokumenku yang ada logo bendera merah putih. “Saya Indonesia. Kloter satu Jakarta.” Kedua orang palembang itu cuma bisa ber "Oh…?!” Aku tersenyum geli.
Well, Aku merasa hal ini, bertambahnya kenalan dan kesempatan berbagi pengalaman dengan perempuan antar bangsa -adalah bagian dari nikmatnya perjalanan haji. Alhamdulillah.
Saturday, January 27, 2007
Kematian Bisa Begitu Dekat.
"Ibu itu bukan ya ?" begitu guman perempuan kedua, Mbak tertua di kamar kami. Kami berempat masih termangu mangu setelah mendengar berita , dilantai empat, anggota rombongan tiga-kec tebet- dalam kloter kami ada yang meninggal.
“kita layat yuk…kira kira disana masih penuh ngga ya ??” ajak teman yang lain. “yuk ah..semakin cepat semakin baik “ kataku bergegas mengambil sandal. Si mbak tertua masih juga berguman “ibu itu bukan ya ??”
Sambil menunggu lift perempuan tertua dalam kamar kami berbagi cerita. Saat di Madinah dia pernah menemani seorang perempuan satu kloter membeli sajadah. Perempuan itu berumur 50 tahun- cuma beda 5 tahun dengan si Mbak-dan pergi haji sendiri. Ibu itu cerita dia punya penyakit jantung. Saat itu si Mbak kami yang dokter gigi dan bekerja di Rumah Sakit sudah menginggatkan “Kalo pergi jangan sendirian Bu, cari temen dong”
Si Ibu berucap “Ah, nggak enak ngerecokin…. orang lain kan sama suami” Si mbak bisa memaklumi, dia juga menghabiskan sebagian besar waktunya dengan si Abang, suaminya.
“Saya penasaran aja…Ibu itu bukan ya…??” Saat beebelanja sajadah bersama di madinah, dia tidak sempat menanyakan nama Ibu itu, yang dia ingat- mereka satu kamar di pondok gede, dan satu hotel di madinah.
Sampai di lantai 4, Si mbak tertua paling insist melihat wajah jenazah almarhumah.“Boleh dibuka selimutnya pak ?” pintanya. Mbak kami menatap baik baik. Ragu. Uhm, kok beda ya? Tapi perasaannya begitu kuat. "Ibu itu bukan ya ?"
“Ada yang simpan tas dokumennya ? saya pengin liat fotonya.” well, rupanya si mbak masih penasaran. Seorang teman sekamar almarhumah menunjukkan foto pasportnya. Si mbak kami tertegun lamaaaaa. Berkaca kaca.... Betul!! Itu Ibu yang jadi teman sekamarnya di pondok gede, yang pernah beli sajadah bareng di madinah. Inna lillahi wa innalilahi rojiun….
Setelah kami berdoa, aku duduk dekat dua nenek. Dua perempuan dari tigabelas penghuni kamar yang ditingalkan almarhum. Mereka terlihat shock. Almarhumah baru saja sesesai sarapan bersama mereka dikamar, tiba tiba tertududuk lemas dan tiada. Almarhumah jauh lebih muda dibanding mereka. Namun well, kematian tenyata bisa lebih dekat pada yang lebih lebih muda.
Aku mengenggam tangan nenek sebelah yang tak kukenal namanya itu “Nek..jaga kesehatan baik baik ya…banyak istirahat…jangan mandi malam malam….santai aja jangan ngoyo…kita masih nunggu hari wukuf…”
“Disini jam dua malem orang udah pada mandi neng..maklum antri...kita tigabelas orang sekamar” kata si nenek bercerita dengan pandangan kosong. “ke masjid nggak usah mandi juga ngga pa pa kok nek..” kataku menghibur.
Kematian memang bisa begitu dekat. Kematian tidak pandang usia. We never know. Aku rada shock saat mendengar tetangga sebelah, rumah 122 –ada jamaah perempuan 36 tahun yang meninggal. Diare akut dan tak tertolong. Innalillah wa innalilahi rojiun.
Saat di arafah nantinya, posisi tidurku hanya berbatasan kain terpal dengan dengan tenda petugas kesehatan. Malam sebelum hari wukuf. Aku mendengar kehebohan disebelah. Seorang perempuan muntah muntah hebat. Banyak instruksi medis diserukan. Beberapa tindakan pengobatan diupayakan sebelum mengirim “si mbak” – begitu dokter memanggil pasien itu-kerumah sakit.. Entah bagaimana caranya team kesehatan itu menembus kemacetan luar biasa menjelang hari arafah saat itu.
Mereka menyebut pasien itu “Mbak”!! Uhm pastinya jamaah itu masih muda. Aku tertegun saat akhirnya tau..pasien itu akhirnya tak tertolong. Berpulang ke rahmatullah. Innalillah wa innalilahi rojiun.Kematian memang bisa begitu dekat. Kematian tidak pandang usia. We never know…
Epilog- Kematian di Masjidil Haram
Saat aku dan ayah jalan pulang, masih di pelataran luar masjid.. beberapa askar laki laki berteriak menyuruh minggir, mereka mendorong semacam tandu beroda untuk mengotong pasien. Kami berlari mengikuti mereka..penasaran ada apa sih ??
Innalillah wa innalilahi rojiun…..didepan deretan pintu 25-26-27 yang sudah rapat di jaga askar kami melihat mayat perempuan India terbaring. Darah segar berceceran dilantai dekat jenazah.... Ugh!! aku ngeri melihatnya. Kami segera berpaling dan berlalu pergi.
Sangatlah mungkin perempuan itu adalah korban yang jatuh terinjak injak saat tawaf. Dengan meluapnya jumlah jamaah, kematian di depan kabah- saat tawaf- memang sering terjadi… Kematian memang bisa begitu dekat. Kematian tidak pandang usia dan suku bangsa. We never know…
“kita layat yuk…kira kira disana masih penuh ngga ya ??” ajak teman yang lain. “yuk ah..semakin cepat semakin baik “ kataku bergegas mengambil sandal. Si mbak tertua masih juga berguman “ibu itu bukan ya ??”
Sambil menunggu lift perempuan tertua dalam kamar kami berbagi cerita. Saat di Madinah dia pernah menemani seorang perempuan satu kloter membeli sajadah. Perempuan itu berumur 50 tahun- cuma beda 5 tahun dengan si Mbak-dan pergi haji sendiri. Ibu itu cerita dia punya penyakit jantung. Saat itu si Mbak kami yang dokter gigi dan bekerja di Rumah Sakit sudah menginggatkan “Kalo pergi jangan sendirian Bu, cari temen dong”
Si Ibu berucap “Ah, nggak enak ngerecokin…. orang lain kan sama suami” Si mbak bisa memaklumi, dia juga menghabiskan sebagian besar waktunya dengan si Abang, suaminya.
“Saya penasaran aja…Ibu itu bukan ya…??” Saat beebelanja sajadah bersama di madinah, dia tidak sempat menanyakan nama Ibu itu, yang dia ingat- mereka satu kamar di pondok gede, dan satu hotel di madinah.
Sampai di lantai 4, Si mbak tertua paling insist melihat wajah jenazah almarhumah.“Boleh dibuka selimutnya pak ?” pintanya. Mbak kami menatap baik baik. Ragu. Uhm, kok beda ya? Tapi perasaannya begitu kuat. "Ibu itu bukan ya ?"
“Ada yang simpan tas dokumennya ? saya pengin liat fotonya.” well, rupanya si mbak masih penasaran. Seorang teman sekamar almarhumah menunjukkan foto pasportnya. Si mbak kami tertegun lamaaaaa. Berkaca kaca.... Betul!! Itu Ibu yang jadi teman sekamarnya di pondok gede, yang pernah beli sajadah bareng di madinah. Inna lillahi wa innalilahi rojiun….
Setelah kami berdoa, aku duduk dekat dua nenek. Dua perempuan dari tigabelas penghuni kamar yang ditingalkan almarhum. Mereka terlihat shock. Almarhumah baru saja sesesai sarapan bersama mereka dikamar, tiba tiba tertududuk lemas dan tiada. Almarhumah jauh lebih muda dibanding mereka. Namun well, kematian tenyata bisa lebih dekat pada yang lebih lebih muda.
Aku mengenggam tangan nenek sebelah yang tak kukenal namanya itu “Nek..jaga kesehatan baik baik ya…banyak istirahat…jangan mandi malam malam….santai aja jangan ngoyo…kita masih nunggu hari wukuf…”
“Disini jam dua malem orang udah pada mandi neng..maklum antri...kita tigabelas orang sekamar” kata si nenek bercerita dengan pandangan kosong. “ke masjid nggak usah mandi juga ngga pa pa kok nek..” kataku menghibur.
Kematian memang bisa begitu dekat. Kematian tidak pandang usia. We never know. Aku rada shock saat mendengar tetangga sebelah, rumah 122 –ada jamaah perempuan 36 tahun yang meninggal. Diare akut dan tak tertolong. Innalillah wa innalilahi rojiun.
Saat di arafah nantinya, posisi tidurku hanya berbatasan kain terpal dengan dengan tenda petugas kesehatan. Malam sebelum hari wukuf. Aku mendengar kehebohan disebelah. Seorang perempuan muntah muntah hebat. Banyak instruksi medis diserukan. Beberapa tindakan pengobatan diupayakan sebelum mengirim “si mbak” – begitu dokter memanggil pasien itu-kerumah sakit.. Entah bagaimana caranya team kesehatan itu menembus kemacetan luar biasa menjelang hari arafah saat itu.
Mereka menyebut pasien itu “Mbak”!! Uhm pastinya jamaah itu masih muda. Aku tertegun saat akhirnya tau..pasien itu akhirnya tak tertolong. Berpulang ke rahmatullah. Innalillah wa innalilahi rojiun.Kematian memang bisa begitu dekat. Kematian tidak pandang usia. We never know…
Epilog- Kematian di Masjidil Haram
Saat aku dan ayah jalan pulang, masih di pelataran luar masjid.. beberapa askar laki laki berteriak menyuruh minggir, mereka mendorong semacam tandu beroda untuk mengotong pasien. Kami berlari mengikuti mereka..penasaran ada apa sih ??
Innalillah wa innalilahi rojiun…..didepan deretan pintu 25-26-27 yang sudah rapat di jaga askar kami melihat mayat perempuan India terbaring. Darah segar berceceran dilantai dekat jenazah.... Ugh!! aku ngeri melihatnya. Kami segera berpaling dan berlalu pergi.
Sangatlah mungkin perempuan itu adalah korban yang jatuh terinjak injak saat tawaf. Dengan meluapnya jumlah jamaah, kematian di depan kabah- saat tawaf- memang sering terjadi… Kematian memang bisa begitu dekat. Kematian tidak pandang usia dan suku bangsa. We never know…
Friday, January 26, 2007
Ziarah 2 : Pemerasan susu onta, Hudabiyah,Museum Kabah.
Ziarah kami yang kedua dimulai setelah shalat ashar karena museum Kabah yang kami kunjungi memang baru buka di malah hari. Jika ziarah sebelumnya selalu gratis, ziarah kali ini dikenakan biaya 16 real per orang dikarenakan cukup jauh.
Pertama kali kami mengunjungi tempat pemerasan susu onta. Yang terbayang dibenakku kita akan pergi ke sebuah peternakan, kaya peternakan sapi gitu ya. Ada kandang, ada pagarnya…Masya Allah!! Ternyata yang dimaksud pemerahan susu onta tuh bener bener di tengah gurun!!
Beratapkan langit dan tanpa pagar sedikitpun. Disitu ditambatkan banyak onta onta betina yang produktif menyusui. Konon susu onta bermanfaat untuk membersihkan pencernaan. Bisa dibeli dengan harga 5 real per botol kecil. Benar benar fresh karena baru diperah di depan kami. Aku dan ayah bertukar pandang.”...wanna try?”
Aku menggeleng. Sudahlah, kami sama sama cari aman. Kami tidak mencoba sama sekali. Kalo diare kan malah repot. Menurut teman teman yang coba rasanya sih not bad. Mengenai kebenaran khasiatnya sih wallauhualam...
Berikutnya kami mampir ke Masjid Hudabiyah , dimana merupakan tempat terjadinya perjanjian hudabiyah antara kaun Quraisy dengan kaum muslimin. Disitu kami shalat magrib berjamaah bersama rombongan. Nice to know aja ya..air wudhu disitu rasanya asin!!
Tujuan akhir kami adalah museum kabah. Masuk museum ini agak sulit jika tidak berombongan dan harus di arrange jauh hari. Alhamdulillah rombongan kami termasuk yang beruntung punya kesempatan masuk kedalamnya.
Namanya museum, disitu ditempatkan tiang tiang kuno , bekas pintu, bekas kiswah (tutup kabah), batu , ember sumur zam zam dan pernik pernik antik lain dari masjidil Haram dan Kabah.
Masing masing benda disertai keterangan dan foto/gambar saat benda itu masih dipergunakan disana. Hebat ya?!
Waaah , ayah paling antusias deh. Pelan pelan satu satu dibaca dan diliat. Oh begini, subhanalla.. ternyata begitu. Singkat cerita. Menarik !! Satu jam berlalu cepat. Kami segera masuk ke bis dan kembali ke Mahtab.
Pertama kali kami mengunjungi tempat pemerasan susu onta. Yang terbayang dibenakku kita akan pergi ke sebuah peternakan, kaya peternakan sapi gitu ya. Ada kandang, ada pagarnya…Masya Allah!! Ternyata yang dimaksud pemerahan susu onta tuh bener bener di tengah gurun!!
Beratapkan langit dan tanpa pagar sedikitpun. Disitu ditambatkan banyak onta onta betina yang produktif menyusui. Konon susu onta bermanfaat untuk membersihkan pencernaan. Bisa dibeli dengan harga 5 real per botol kecil. Benar benar fresh karena baru diperah di depan kami. Aku dan ayah bertukar pandang.”...wanna try?”
Aku menggeleng. Sudahlah, kami sama sama cari aman. Kami tidak mencoba sama sekali. Kalo diare kan malah repot. Menurut teman teman yang coba rasanya sih not bad. Mengenai kebenaran khasiatnya sih wallauhualam...
Berikutnya kami mampir ke Masjid Hudabiyah , dimana merupakan tempat terjadinya perjanjian hudabiyah antara kaun Quraisy dengan kaum muslimin. Disitu kami shalat magrib berjamaah bersama rombongan. Nice to know aja ya..air wudhu disitu rasanya asin!!
Tujuan akhir kami adalah museum kabah. Masuk museum ini agak sulit jika tidak berombongan dan harus di arrange jauh hari. Alhamdulillah rombongan kami termasuk yang beruntung punya kesempatan masuk kedalamnya.
Namanya museum, disitu ditempatkan tiang tiang kuno , bekas pintu, bekas kiswah (tutup kabah), batu , ember sumur zam zam dan pernik pernik antik lain dari masjidil Haram dan Kabah.
Masing masing benda disertai keterangan dan foto/gambar saat benda itu masih dipergunakan disana. Hebat ya?!
Waaah , ayah paling antusias deh. Pelan pelan satu satu dibaca dan diliat. Oh begini, subhanalla.. ternyata begitu. Singkat cerita. Menarik !! Satu jam berlalu cepat. Kami segera masuk ke bis dan kembali ke Mahtab.
Ziarah 1 : Jabal Tsur, Jabal Nur, Jabal Rahma, Survey Amina, Makla
Ziarah kami yang pertama di Mekkah itu lebih banyak duduk di atas bis. Pertama kita mengunjungi Jabal Tsur.
Bis di parkir ditepi jalan dan tour guide kami-seorang mahasiswa Indonesia-menunjuk keatas jabal sambil menjelaskan.Di puncak jabal Tsur itulah terdapat Gua Tsur. Untuk naik dibutuhkan waktu 2-3 jam mendaki bukit yang terjal.
Gua Tsur ini terkenal karena menjadi tempat persembunyian Rasulullah bersama Abu Bakar Shiddiq selama tiga malam dari kejaran kaum Quraisy.Kaum Quraisy urung mengempur gua lantaran melihat sarang laba laba dan sarang burung menutupi Gua. Inilah bukti kebesaran Allah(*)
Berikutnya kami menuju Jabal Nur. Seperti kali pertama kami juga hanya memandang dari jauh, dalam bis yang terparkir di pinggir jalan. Tour guide menunjuk lokasi Gua Hira yang jauuuuuuuuh di Jabal Nur itu. Untuk naik kesana dibutuhkan waktu 1-2 jam berjalan kaki mendaki.
Jika ada yang berminat mendaki, disarankan untuk pergi kesana dengan rombongan yang lebih kecil.
Gue Hira dikenal sebagai tempat dimana Nabi Muhammad saw menerima wahyu untuk pertama kalinya. Gua ini terletak di pinggiran tebing jabal Nur, berada sekitar 621 meter diatas permukaan laut(*)
Tempat ketiga yang kami kunjungi adalah jabal Rahmah.. Terletak 25 km di tenggara kota Makkah, masuk dalam wilayah Arafah.
Di Jabal Rahmah inilah diriwayatkan sebagai tempat bertemunya Nabi Adam dan hawa seteah berpisah selama 200 tahun.
Di puncak jabal Rahmah ada sebuah tugu yang menandai tempat pertemuan itu, untuk mencapai tempat itu hanya berjarak 150 m dari bawah. Cuma diperlukan waktu 15-20 menit untuk mendakinya (*). Di lokasi jabal Rahmah ini kami turun dari bis, dan buat yang berminat dipersilahkan mendaki. Sebagian besar rombongan sih mendaki, tapi aku dan ayah tidak berminat.
Konon sih kalo kita ingin cepet dapat jodoh atau perkawinannya awet, berdoalah di puncak jabal Rahmah. Di tugu tempat bertemunya nabi Adam dan Istrinya Hawa. Uhm, tapi aku dan ayah nggak interest soal begituan, jadi kami prefer duduk-duduk dibawah sambil jajan dan ngobrol.
Satu kisah popular diceritakan tour guide kami , konon pernah ada seorang bapak yang berdoa di jabal rahmah itu sambil berbisik bisik. Si istri mengaminkan saja. Waktu berlalu, tak lama bapak itu memperkenalkan pada istrinya, calon istri keduanya.
Tentu saja si Istri pertama marah!! Tapi si Bapak dengan kalem bilang. "lha Ibu jangan marah, waktu di jabal rahma Bapak memang berdoa diberikan istri lagi. Kan saat itu Ibu juga mengamin." Nah Lho?!! Kisah ini memang sangat popular, mengenai kebenaran sih Wallaualam :-D
Selama menunggu teman teman naik, banyak sekali pedangang asongan dan tawaran berfoto berama Onta yang dihias. Itusih biasa. Yang nggak wajar, rupanya disitu umum terjadi penipuan. Modusnya gini, pertama kali orang itu akan Tanya "Are you speaking English?" Begitu kita bilang "Ya…"
bla..bla..bla laki laki itu akan nyerocos bilang bahwa dia kehilangan duit karena tasnya disilet, dan minta bantuan uang, atas nama Brotherhood Moslem-lah.. Fisabilillah membantu sesamalah.... Waaaah pokoknya meyakinkan sekali deh...Untungnya Ayah udah pernah dikasih tau temannya, jadi dengan tegas Ayah bilang "No!!"
Aku sebetulnya masih bingung. Eh eta teh serius nggak sih ?? Tapi begitu kita pindah tempat duduk dan didekati orang lain lagi... Bla..bla..bla… ngomong gitu juga... waaah udah deh...Aku baru yakin kalo ini nggak beres punya. Heran aja, kok berani berani ya melakukan penipuan, ini kota suci lho..well, entahlah...
Setelah rombongan komplit naik bisa, kami menyusuri wilayah Arafah yang saat itu belum dibangun tenda wukuf, Lokasi mabit di Muzdalifah. Kemudian survey ke Mina yang memang sudah berdiri tenda tenda yang permanent yang ber AC, Kami juga ditunjukan dimana lokasi melempar Jumrah dan memotong hewan qurban. Kami sama sekali tidak turun dari bis, tapi paling tidak kami dapat gambaran temat tempat kami melaksanakan ibadah haji nantinya.
Tujuan terakhir adalah pemakaman makla. Tempat dimana Khadijah , istri pertama Nabi- dimakamkan. Jika ada jamaah yang meninggal saat perjalanan Haji, juga dimakamkan disana.
Buat rombongan lain mungkin menarik, tapi buat rombongan kami sih biasa buanget!! Lha wong tiap hari pemakaman makla keliatan dari jendela mahtab he..he..he..
Kami tidak turun dari Bis yang berhenti sejenak di pinggir jalan. Pas menjelang dzuhur, kami sudah tiba kembali di mahtab.
*: dikutip dari majalah panduan haji terbitan harian Republika
Bis di parkir ditepi jalan dan tour guide kami-seorang mahasiswa Indonesia-menunjuk keatas jabal sambil menjelaskan.Di puncak jabal Tsur itulah terdapat Gua Tsur. Untuk naik dibutuhkan waktu 2-3 jam mendaki bukit yang terjal.
Gua Tsur ini terkenal karena menjadi tempat persembunyian Rasulullah bersama Abu Bakar Shiddiq selama tiga malam dari kejaran kaum Quraisy.Kaum Quraisy urung mengempur gua lantaran melihat sarang laba laba dan sarang burung menutupi Gua. Inilah bukti kebesaran Allah(*)
Berikutnya kami menuju Jabal Nur. Seperti kali pertama kami juga hanya memandang dari jauh, dalam bis yang terparkir di pinggir jalan. Tour guide menunjuk lokasi Gua Hira yang jauuuuuuuuh di Jabal Nur itu. Untuk naik kesana dibutuhkan waktu 1-2 jam berjalan kaki mendaki.
Jika ada yang berminat mendaki, disarankan untuk pergi kesana dengan rombongan yang lebih kecil.
Gue Hira dikenal sebagai tempat dimana Nabi Muhammad saw menerima wahyu untuk pertama kalinya. Gua ini terletak di pinggiran tebing jabal Nur, berada sekitar 621 meter diatas permukaan laut(*)
Tempat ketiga yang kami kunjungi adalah jabal Rahmah.. Terletak 25 km di tenggara kota Makkah, masuk dalam wilayah Arafah.
Di Jabal Rahmah inilah diriwayatkan sebagai tempat bertemunya Nabi Adam dan hawa seteah berpisah selama 200 tahun.
Di puncak jabal Rahmah ada sebuah tugu yang menandai tempat pertemuan itu, untuk mencapai tempat itu hanya berjarak 150 m dari bawah. Cuma diperlukan waktu 15-20 menit untuk mendakinya (*). Di lokasi jabal Rahmah ini kami turun dari bis, dan buat yang berminat dipersilahkan mendaki. Sebagian besar rombongan sih mendaki, tapi aku dan ayah tidak berminat.
Konon sih kalo kita ingin cepet dapat jodoh atau perkawinannya awet, berdoalah di puncak jabal Rahmah. Di tugu tempat bertemunya nabi Adam dan Istrinya Hawa. Uhm, tapi aku dan ayah nggak interest soal begituan, jadi kami prefer duduk-duduk dibawah sambil jajan dan ngobrol.
Satu kisah popular diceritakan tour guide kami , konon pernah ada seorang bapak yang berdoa di jabal rahmah itu sambil berbisik bisik. Si istri mengaminkan saja. Waktu berlalu, tak lama bapak itu memperkenalkan pada istrinya, calon istri keduanya.
Tentu saja si Istri pertama marah!! Tapi si Bapak dengan kalem bilang. "lha Ibu jangan marah, waktu di jabal rahma Bapak memang berdoa diberikan istri lagi. Kan saat itu Ibu juga mengamin." Nah Lho?!! Kisah ini memang sangat popular, mengenai kebenaran sih Wallaualam :-D
Selama menunggu teman teman naik, banyak sekali pedangang asongan dan tawaran berfoto berama Onta yang dihias. Itusih biasa. Yang nggak wajar, rupanya disitu umum terjadi penipuan. Modusnya gini, pertama kali orang itu akan Tanya "Are you speaking English?" Begitu kita bilang "Ya…"
bla..bla..bla laki laki itu akan nyerocos bilang bahwa dia kehilangan duit karena tasnya disilet, dan minta bantuan uang, atas nama Brotherhood Moslem-lah.. Fisabilillah membantu sesamalah.... Waaaah pokoknya meyakinkan sekali deh...Untungnya Ayah udah pernah dikasih tau temannya, jadi dengan tegas Ayah bilang "No!!"
Aku sebetulnya masih bingung. Eh eta teh serius nggak sih ?? Tapi begitu kita pindah tempat duduk dan didekati orang lain lagi... Bla..bla..bla… ngomong gitu juga... waaah udah deh...Aku baru yakin kalo ini nggak beres punya. Heran aja, kok berani berani ya melakukan penipuan, ini kota suci lho..well, entahlah...
Setelah rombongan komplit naik bisa, kami menyusuri wilayah Arafah yang saat itu belum dibangun tenda wukuf, Lokasi mabit di Muzdalifah. Kemudian survey ke Mina yang memang sudah berdiri tenda tenda yang permanent yang ber AC, Kami juga ditunjukan dimana lokasi melempar Jumrah dan memotong hewan qurban. Kami sama sekali tidak turun dari bis, tapi paling tidak kami dapat gambaran temat tempat kami melaksanakan ibadah haji nantinya.
Tujuan terakhir adalah pemakaman makla. Tempat dimana Khadijah , istri pertama Nabi- dimakamkan. Jika ada jamaah yang meninggal saat perjalanan Haji, juga dimakamkan disana.
Buat rombongan lain mungkin menarik, tapi buat rombongan kami sih biasa buanget!! Lha wong tiap hari pemakaman makla keliatan dari jendela mahtab he..he..he..
Kami tidak turun dari Bis yang berhenti sejenak di pinggir jalan. Pas menjelang dzuhur, kami sudah tiba kembali di mahtab.
*: dikutip dari majalah panduan haji terbitan harian Republika
Thursday, January 25, 2007
Move ...please move (3)
Seminggu sebelum hari arafah. Masjidil Haram semakin penuh. Shaf semakin acak adul. Susah banget mencari tempat di mana laki laki bisa sholat tertib terpisah dari perempuan. Banyak banget pasangan suami istri sholat bersisian. Indonesia. Malaysia. Turki. Iran. China. Maroko. Sama saja. Sami mawon.
Ayah semakin frustasi, dan akhirnya satu saat setelah kami sholat Isya di Haram, dia bilang “Bun..Ayah nggak mau lagi ah sholat di Harom. Ayah mau sholat di masjid lain aja dekat mahtab"
What?!! Duh ayah ? kan sholat disini dijanjikan pahalanya banyak …” kataku mengingatkan.
“Bagaimana mau pahala banyak. kalo pahala satu aja belum tentu didapat karena sholatnya nggak sah ...karena ada perempuan di shaf depan ayah ?!” kata ayah kesal.
Aku bingung. Aku mulai menangis. Sebal!!
“ kalo Bunda insist sholat disini. Pergi aja sendiri “ begitu kata ayah tegas.
Aku tambah seru menangis. Frustasi . Astagfirullah al adzim. Disaat banyak teman di Indonesia mengimpikan pergi haji dan bisa sholat di majidil Haram yangmenjanjikan seratus ribu kali pahala. Kenapa kami yang sudah dimekah. Yang tinggal cuma satu setengah kilo dari masjidil haram justru gak mau sholat disitu??
Aku masih juga menangis. Aku tau ayah pasti menganggapku bodoh. Goblok. Bego. Udah tau aturan sholat seperti itu tapi kok masih ngeyel. Susah menerima kebenaran.
Aku masih juga menangis. Aku merasa ayah arogan. Sombong. Merasa dirinya paling benar. Intuisiku.... Perasaan ku bilang, pasti ada sesuatu yang kami belum ketahui. Jamaah masih berjubel di masjidil haram dan terus bertambah setiap hari.
Mungkin banyak diantara mereka yang sekedar mengejar pahala tanpa tau aturan sholat yang benar tetap berlaku di harom. Tapi aku yakin, pasti diantara mereka juga banyak yang memahami aturan sholat dengan baik. Pasti diantara mereka juga banyak yang mengalami dilema seperti aya, namun kenapa mereka tetap sholat di haram ?? Pasti....pasti.. ada alasan tersendiri yang ayah dan aku belum tau.
Aku masih juga menangis di tangga pintu keluar masjidil haram. Frustasi tapi speechless. Bagaimana aku harus menjelaskan sesuatu yang aku sendiri tidak tau… aku yakin pasti ada alasan yang kuat.. pasti ada alasan yang baik kenapa jamaah lain tetap sholat disitu.. pasti ada alasan yang kita belum tau…
Ayah sebal melihatku tak kunjung diam menangis. Dia menghampiri askar berpakaian coklat yang ada didekat kami. Ayah menceritakan concenya dan bertanya “what should I do ?”
Askar yang tidak bisa English itu nggak ngerti dengan ucapan ayah, namun sepertinya dia kasihan melihatku menangis. Si askar muda itu lalu mengajak ayah menghadap seniornya. Aku ditinggal sendirian di pintu masjid sambil tetap menangis.
Menurut cerita Ayah. Ayah diantar pada seorang laki laki arab. Dia tidak berseragam coklat seperti askar pertama tapi memakai gamis putih dan kifayeh merah. Laki laki itu keliatan well educated dan bisa berbahasa English dengan fasih“what can I do for you brother…”
Bla..bla..bla..ayah menceritakan concernya dan bertanya “what should I do ?”
Askar itu menjelaskan dengan bahasa English yang lancar bahwa pemerintah Saudi pun concern dengan keadaan ini. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menghimbau melalui buku petunjuk jamaah haji dan umrah yang dibagikan di bandara. Buku itu diterbitkan dalam banyak bahasa. Termasuk bahasa Indonesia. Jumah askar memang mencapai ribuan orang. Tapi tetap tidak memadai untuk mengatur dan menertibkan sejuta lebih jemaah yang memadati masjidil harom agat mematuhi aturan shaft sholat yang benar.
“So ? what should I do then..?” kejar ayah.
Askar itu lalu memberi input pada ayah. Anggaplah ini keadaan DARURAT carilah tempat sholat yang sekiranya cukup aman dari perempuan. Jangan tengok kiri kanan. Focus saja di sajadah. Anggap saja kiri kanan dan depan anda tak ada perempuan sholat. "Just stay focus on your sajadah…"begitu askar itu menegaskan.
Alhamdulillah. Ayah merasa mendapat pencerahan. Ayah segera banyak banyak beristigfar, lalu mengucapkan terimakasih pada askar tersebut. Sebelum ayah berlalu, askar senior itu bertanya “ by the way..why your wife crying ??”
Oh ?? Rupanya askar muda berseragam coklat tadi bilang bahwa istri ayah menangis.
Ayah menjelaskan bahwa diriku-istrinya insint sholat di masjidil haram, sehingga kami berselisih paham.
Askar itu tersenyum maklum.. ” Your right brother….but your wife is also right..if you still have any concern..dont hestitate to visit my office “ kata laki laki arab itu sambil menunjuk satu ruangan di sudut masjidil harom. Ayah mengucapkan terimakasih lagi sambil memeluk erat sang askar "syukron..syukron katsiron “
Ayah menemuiku di tangga pintu masuk dan menceritahan pemahaman barunya. Alhamdulillah, aku bersyukur!! Allah telah memberikan pencerahan pada kami melalui dua orang askar di majidil haram.
Ayah lalu masuk kembali kedalam masjid. Menghadap kabah dan berdoa. Memohon ampun dan beristigfar atas kejadian barusan. Aku mengawasi dari jauh… aku melihat.. ayah menangis penuh sesal…. Ayah orang yang keras-nyaris nggak pernah nangis. So, kalo dia sampai menangis.... well, aku yakin dia benar benar menyesalinya…
Uhm begitulah, ilmu memang selalu harus ditambah. Agar kita punya pemahaman yang lebih mendalam pada suatu hal. Jangan segan bertanya. Jangan segan berbagi. Jika Ini demi kebaikan kita bersama.
Move ...please move (2)
Satu pagi di Mekah. Pukul 4.30 aku sudah mengelar sajadah di masjidil Haram. Karena waktu udah mepet, kami mengambil shaf di area Sai lantai dua. Dibagian depan, lokasi B , rute safa marwah diisi jamaah laki laki. Ayah disana.
Di bagian belakang dilokasi A , rute marwa safa diisi jamah perempuan, dan aku berada disitu bersama banyak perempuan Turki. Bangladesh. India. Pakistan dan masih banyak lagi.
Tiba tiba seorang nenek turki yang tinggi besar di shaf belakangku. Berdiri tegak dan berseru seru “haram.. haram…” sambil menunjuk laki laki –satu satunya laki laki yang menyempil dalam kelompok perempuan kami itu. Dia dengan tenang duduk disisi istrinya di shaf didepanku. Mereka orang Indonesia.
Karena hanya pasangan suam istri itu dan aku yang orang Indonesia disitu, aku mengamit bapak yang sedang membaca Quran itu sambil berbisik “ pak..disuruh pindah..”
Bukannya menurut, bapak itu malah membentakku “ Kenapa ?!”
Halah ?? kok malah marah ?? aku berusaha menelan kekesalan. Hah!! Enak aja mbentak mbentak orang. Keinginan untuk menegur baik baik menguap seketika.. Aku memilih tidak memperpanjang. sutralah!!
Aku menoleh ke nenek turki yang tadi berseru seru haram dan bilang “sorry I cant help.. he doesn't want to move". Nenek turki yang masih berdiri dengan galak mengangkat tangan dan mengucapkan “ wallahualam…”
Ternyata bukan cuma si nenek turki yang annoying dengan keberadaan bapak Indonesia yang menyempil ditengah tengah shaf rombongan kami yang perempuan. Ibu Bangladesh disebelahku juga menegurnya dalam bahasa English yang mudah dimengerti. Namun si bapak tea terus menggeleng. Dia tetap membaca quran tanpa mau pindah.
Setelah itu masih ada beberapa perempuan lain yang menyuruh dia pindah. Pakistan. Thailand. India. Tapi dia tetap tidak bergeming. Ugh!! Sebagai orang sebangsa, aku malu banget melihat tingkah bapak itu. Apa bapak itu nggak risi liat (maaf) pantat perempuan India tungang tingging sholat sunnah didepannya ??
Menjelang adzan Subuh. Seorang askar berpakaian seragam coklat coklat lewat berpatroli. Nenek turki yang galak dibelakangku segera memanggil askar laki laki itu sambil menunjuk bapak Indonesia di depanku…haram..haram…katanya. Askar itu mendekat lalu menyuruh bapak itu pindah. Bapak Indonesia itu tetap membaca quaran sambil mengeleng gelengkan kepalanya. Duh ?? sebagai orang sebangsa. Aku malu manget meliat kelakuan bapak itu. Askar kok dilawan??
Askar itu tak kehabisan akal, dia segera memanggil atasannya. Seoarang laki laki arab yang lebih senior, berpakaian gamis putih dan kifayeh merah mendekat. Tanpa basa basi dia merebut alquran yang sedang dibaca bapak itu, lalu menarik tangan si bapak untuk berdiri. Si bapak berdiri dan dengan paksa diseret keluar dari shaft perempuan.
Aku melongo...hah?! Waduh ?? tegas bener ?? Hampir semua perempuan disitu menarik nafas lega..”ok..ok…the problem is over now.." bisik perempuan Bangladesh disebelahku. Satu tempat kosong yang ditingalkan Bapak itu , langsung diisi 2 perempuan Pakistan. Kalo sholat berdempet dengan sesama perempuan kan ngga pa pa…kalo dempetan ma laki-laki..ih..haram dong..
Yang masih terlihat bingung hanya perempuan istri bapak tadi yang masih tertingal di shaft kami. Waaah kemana tuh si bapak pergi? Kelihatan banget dia takut terpisah dengan suaminya, makanya tadi ambil tempat sholat bersisian. Dari jauh aku melihat bapak tadi bingung. mau sholat dimana?? Adzan sudah terdengar, sholat subuh segera akan dimulai, tapi tidak ada sejengkalpun tempat tersisa. Hm, coba dari tadi nurut disuruh pindah. Pasti nggak akan sampai berlarut larut gini kan?? Ah, sutralah. Aku sudah harus bersiap untuk sholat.
So?? Jika ada orang yang berseru “haram.haram”..pada kita. Marilah kita instropeksi diri. Apakah yang salah dengan diri kita. Apakah yang salah dengan pemahaman kita selama ini. Jangan pura pura budeg. Jangan tidak perduli Karena jika askar turun tangan, anda pasti disuruh pindah dengan paksa…move..please move….
Seorang perempuan teman sekamar dimadinah- namun kami tidak sekamar lagi di mekah sharing dengan lembut lembut“ kalau saya sudah berada di rombongan perempuan tapi masih ada laki laki sholat dibelakang saya, saya persilahkan dia pindah lho mbak Tari…”
Waah hebat betul si Mbak ? “ trus ? kalo dia nggak mau pindah ?” tanyaku
“ ya saya yang ngalah pindah. Dari pada sholat saya nggak sah karena depan laki laki ?”
Glek!! Aku tercekat. Waaah..Hebat betul si mbak…
Di bagian belakang dilokasi A , rute marwa safa diisi jamah perempuan, dan aku berada disitu bersama banyak perempuan Turki. Bangladesh. India. Pakistan dan masih banyak lagi.
Tiba tiba seorang nenek turki yang tinggi besar di shaf belakangku. Berdiri tegak dan berseru seru “haram.. haram…” sambil menunjuk laki laki –satu satunya laki laki yang menyempil dalam kelompok perempuan kami itu. Dia dengan tenang duduk disisi istrinya di shaf didepanku. Mereka orang Indonesia.
Karena hanya pasangan suam istri itu dan aku yang orang Indonesia disitu, aku mengamit bapak yang sedang membaca Quran itu sambil berbisik “ pak..disuruh pindah..”
Bukannya menurut, bapak itu malah membentakku “ Kenapa ?!”
Halah ?? kok malah marah ?? aku berusaha menelan kekesalan. Hah!! Enak aja mbentak mbentak orang. Keinginan untuk menegur baik baik menguap seketika.. Aku memilih tidak memperpanjang. sutralah!!
Aku menoleh ke nenek turki yang tadi berseru seru haram dan bilang “sorry I cant help.. he doesn't want to move". Nenek turki yang masih berdiri dengan galak mengangkat tangan dan mengucapkan “ wallahualam…”
Ternyata bukan cuma si nenek turki yang annoying dengan keberadaan bapak Indonesia yang menyempil ditengah tengah shaf rombongan kami yang perempuan. Ibu Bangladesh disebelahku juga menegurnya dalam bahasa English yang mudah dimengerti. Namun si bapak tea terus menggeleng. Dia tetap membaca quran tanpa mau pindah.
Setelah itu masih ada beberapa perempuan lain yang menyuruh dia pindah. Pakistan. Thailand. India. Tapi dia tetap tidak bergeming. Ugh!! Sebagai orang sebangsa, aku malu banget melihat tingkah bapak itu. Apa bapak itu nggak risi liat (maaf) pantat perempuan India tungang tingging sholat sunnah didepannya ??
Menjelang adzan Subuh. Seorang askar berpakaian seragam coklat coklat lewat berpatroli. Nenek turki yang galak dibelakangku segera memanggil askar laki laki itu sambil menunjuk bapak Indonesia di depanku…haram..haram…katanya. Askar itu mendekat lalu menyuruh bapak itu pindah. Bapak Indonesia itu tetap membaca quaran sambil mengeleng gelengkan kepalanya. Duh ?? sebagai orang sebangsa. Aku malu manget meliat kelakuan bapak itu. Askar kok dilawan??
Askar itu tak kehabisan akal, dia segera memanggil atasannya. Seoarang laki laki arab yang lebih senior, berpakaian gamis putih dan kifayeh merah mendekat. Tanpa basa basi dia merebut alquran yang sedang dibaca bapak itu, lalu menarik tangan si bapak untuk berdiri. Si bapak berdiri dan dengan paksa diseret keluar dari shaft perempuan.
Aku melongo...hah?! Waduh ?? tegas bener ?? Hampir semua perempuan disitu menarik nafas lega..”ok..ok…the problem is over now.." bisik perempuan Bangladesh disebelahku. Satu tempat kosong yang ditingalkan Bapak itu , langsung diisi 2 perempuan Pakistan. Kalo sholat berdempet dengan sesama perempuan kan ngga pa pa…kalo dempetan ma laki-laki..ih..haram dong..
Yang masih terlihat bingung hanya perempuan istri bapak tadi yang masih tertingal di shaft kami. Waaah kemana tuh si bapak pergi? Kelihatan banget dia takut terpisah dengan suaminya, makanya tadi ambil tempat sholat bersisian. Dari jauh aku melihat bapak tadi bingung. mau sholat dimana?? Adzan sudah terdengar, sholat subuh segera akan dimulai, tapi tidak ada sejengkalpun tempat tersisa. Hm, coba dari tadi nurut disuruh pindah. Pasti nggak akan sampai berlarut larut gini kan?? Ah, sutralah. Aku sudah harus bersiap untuk sholat.
So?? Jika ada orang yang berseru “haram.haram”..pada kita. Marilah kita instropeksi diri. Apakah yang salah dengan diri kita. Apakah yang salah dengan pemahaman kita selama ini. Jangan pura pura budeg. Jangan tidak perduli Karena jika askar turun tangan, anda pasti disuruh pindah dengan paksa…move..please move….
Seorang perempuan teman sekamar dimadinah- namun kami tidak sekamar lagi di mekah sharing dengan lembut lembut“ kalau saya sudah berada di rombongan perempuan tapi masih ada laki laki sholat dibelakang saya, saya persilahkan dia pindah lho mbak Tari…”
Waah hebat betul si Mbak ? “ trus ? kalo dia nggak mau pindah ?” tanyaku
“ ya saya yang ngalah pindah. Dari pada sholat saya nggak sah karena depan laki laki ?”
Glek!! Aku tercekat. Waaah..Hebat betul si mbak…
Move...please move (1)
"Are you speaking english ?" begitu tanya ayah pada beberapa perempuan Pakisan yang ada di barisan shaf laki laki tempat ayah bersiap sholat.
"Yeah..” kata mereka acuh
“please move…women cannot pray in front of men” kata ayah menyuruh mereka pindah
“later ..later..” mereka mencoba menawar.
Ayah malas berdebat. Aku bisa melihat dari jauh ayah mondar mandir mencari askar. Ayah mengadukan concernnya dan tak lama askar laki laki itu mendekat dan mengusir mereka “hajjah..hajjah..akhir..akhir…” kata sang askar menyuruh perempuan itu pindah ke belakang. Perempuan perempuan itu tidak berani membantah. Mereka bergegas pindah dari shaft itu.“ I already told you…” kata ayah pada mereka
Sholat di masjidil Haram memang lain daripada yang lain. Laki dan perempuan belum tentu bisa diatur depan belakang. Yang umum terjadi. Segerombol laki laki membentuk barisan sholat bersama. Disebelahnya segerombol perempuan membentuk shaft untuk sholat juga. Yang membuat Ayah annoying, kadang ada beberapa peremuan yang membandel sholat di antara shaft laki laki. Kalo hal itu terjadi di shaf dekat ayah , ayah pasti menyuruh mereka pergi.
Jika tuan tuan Malaysia sebelah ayah cuma bisa geleng geleng dan berbisik bisik ”apa perempuan perempuan itu tak baca hadits ? tak belajar quran ? manalah boleh perempuan sholat depan laki laki ?” Ayah memang lebih straight to the point. "Move... please move" begitu ayah sering bilang.
Ayah sering memanggil askar untuk menyuruh perempuan pindah. Termasuk banyak perempuan Indonesia. Rupanya alasan mereka berebut sholat didepan adalah supaya saat sholat mereka bisa langsung melihat kabah. Pernah terjadi perempuan itu protes pada ayah.
“Jangan gitu pak..kita sama samalah aja…kita kan juga pengin ibadah”
"eh Bu..ibadah sih ibadah, tapi kudu ikut aturan yang benar…perempuan tetap nggak boleh sholat depan laki laki “ kata ayah tajam.
Well, kalau askar sudah mengusir mereka pindah, manalah mereka berani membantah??. Askar itu sangat tegas. Tanpa sungkan mereka mengangkat sajadah perempuan perempuan itu dan berteriak lantang..hajjah..hajah..akhir!!
Well, melihat kondisi saft di masjidil haram yang tidak beraturan antara laki laki dan perempuan, tidak ada hijab yang jelas antara laki laki dan perempuan membuat sebagian besar orang menganggap hal itu adalah wajar. Adalah benar. Padahal TIDAK demikian, sesuai dengan tercantum dalam buku petunjuk jamaah haji dan umrah yang dibagikan pemerintah Saudi di bandara saat kami datang, disitu tertulis
Tidak boleh bagi laki laki melakukan shalat di samping wanita atau dibelakangnya, baik di masjidil haram maupun di tempat lainnya dengan alasan apapun. Selama ia masih bisa menghindari hal itu. Dan bagi wanita hendaklah melakukan shalat dibelakang laki laki
Ayah sangat concern dengan hal ini. Buat apa jauh jauh sholat disini kalo sholatnya gak sah karena nggak ikut aturan yang benar ?? Itulah sebabnya ayah berusha mencari tempat yang teratur, dimana laki laki dan perempuan bisa sholat terpisah. Laki laki di depan. Perempuan dibelakang. Makanya walau bukan tempat favorit banyak jamaah-karena kabah nggak keliatan dari sini- tempat favorit kami adalah lantai dua bangunan baru ber AC yang merupakan perluasan kearah Hilton.
Di lokasi ini ada beberapa dinding panjang pembatas dengan bangunan lama yang berkipas angin. Ayah selalu prefer sholat dibelakang dinding itu. Pada awalnya kondisi jamaah disitu lebih teratur. Laki laki didepan perempuan dibelakang. Walau kami yang datang dari arah shieb Amir harus memutari ¼ lingkaran masjidil haram untuk mencapai tempat itu, well, jamaah yang sholat disitu umumnya bertinggal di wilayah Misfalah, namun kami merasa lebih sreg untuk sholat disana.
Aku sangat memahami concern ayah ini. Aku pun selalu sholat terpisah jauh dengan ayah. Aku selalu sholat dibelakang bersama sama perempuan perempuan lain. Nanti ketemu di satu titik untuk pulang bareng. Disinilah Handphone terasa bermanfaat.
Semakin hari masjidil Haram semakin penuh. Semakin banyak jamaah yang sepertinya tidak memahami bahwa konsep laki laki harus sholat di depan TETAP berlaku di Masjidil Haram. Atau kalau pun tau tapi kayaknya menyerah dengan kondisi yang ada. Keadaan shaf semakin tidak beraturan. Laki perempuan bersisian. Sebaris laki. Bisa diseling beberapa perempuan. Ayah semakin sering berkata tajam “ move..please move…."
"Yeah..” kata mereka acuh
“please move…women cannot pray in front of men” kata ayah menyuruh mereka pindah
“later ..later..” mereka mencoba menawar.
Ayah malas berdebat. Aku bisa melihat dari jauh ayah mondar mandir mencari askar. Ayah mengadukan concernnya dan tak lama askar laki laki itu mendekat dan mengusir mereka “hajjah..hajjah..akhir..akhir…” kata sang askar menyuruh perempuan itu pindah ke belakang. Perempuan perempuan itu tidak berani membantah. Mereka bergegas pindah dari shaft itu.“ I already told you…” kata ayah pada mereka
Sholat di masjidil Haram memang lain daripada yang lain. Laki dan perempuan belum tentu bisa diatur depan belakang. Yang umum terjadi. Segerombol laki laki membentuk barisan sholat bersama. Disebelahnya segerombol perempuan membentuk shaft untuk sholat juga. Yang membuat Ayah annoying, kadang ada beberapa peremuan yang membandel sholat di antara shaft laki laki. Kalo hal itu terjadi di shaf dekat ayah , ayah pasti menyuruh mereka pergi.
Jika tuan tuan Malaysia sebelah ayah cuma bisa geleng geleng dan berbisik bisik ”apa perempuan perempuan itu tak baca hadits ? tak belajar quran ? manalah boleh perempuan sholat depan laki laki ?” Ayah memang lebih straight to the point. "Move... please move" begitu ayah sering bilang.
Ayah sering memanggil askar untuk menyuruh perempuan pindah. Termasuk banyak perempuan Indonesia. Rupanya alasan mereka berebut sholat didepan adalah supaya saat sholat mereka bisa langsung melihat kabah. Pernah terjadi perempuan itu protes pada ayah.
“Jangan gitu pak..kita sama samalah aja…kita kan juga pengin ibadah”
"eh Bu..ibadah sih ibadah, tapi kudu ikut aturan yang benar…perempuan tetap nggak boleh sholat depan laki laki “ kata ayah tajam.
Well, kalau askar sudah mengusir mereka pindah, manalah mereka berani membantah??. Askar itu sangat tegas. Tanpa sungkan mereka mengangkat sajadah perempuan perempuan itu dan berteriak lantang..hajjah..hajah..akhir!!
Well, melihat kondisi saft di masjidil haram yang tidak beraturan antara laki laki dan perempuan, tidak ada hijab yang jelas antara laki laki dan perempuan membuat sebagian besar orang menganggap hal itu adalah wajar. Adalah benar. Padahal TIDAK demikian, sesuai dengan tercantum dalam buku petunjuk jamaah haji dan umrah yang dibagikan pemerintah Saudi di bandara saat kami datang, disitu tertulis
Tidak boleh bagi laki laki melakukan shalat di samping wanita atau dibelakangnya, baik di masjidil haram maupun di tempat lainnya dengan alasan apapun. Selama ia masih bisa menghindari hal itu. Dan bagi wanita hendaklah melakukan shalat dibelakang laki laki
Ayah sangat concern dengan hal ini. Buat apa jauh jauh sholat disini kalo sholatnya gak sah karena nggak ikut aturan yang benar ?? Itulah sebabnya ayah berusha mencari tempat yang teratur, dimana laki laki dan perempuan bisa sholat terpisah. Laki laki di depan. Perempuan dibelakang. Makanya walau bukan tempat favorit banyak jamaah-karena kabah nggak keliatan dari sini- tempat favorit kami adalah lantai dua bangunan baru ber AC yang merupakan perluasan kearah Hilton.
Di lokasi ini ada beberapa dinding panjang pembatas dengan bangunan lama yang berkipas angin. Ayah selalu prefer sholat dibelakang dinding itu. Pada awalnya kondisi jamaah disitu lebih teratur. Laki laki didepan perempuan dibelakang. Walau kami yang datang dari arah shieb Amir harus memutari ¼ lingkaran masjidil haram untuk mencapai tempat itu, well, jamaah yang sholat disitu umumnya bertinggal di wilayah Misfalah, namun kami merasa lebih sreg untuk sholat disana.
Aku sangat memahami concern ayah ini. Aku pun selalu sholat terpisah jauh dengan ayah. Aku selalu sholat dibelakang bersama sama perempuan perempuan lain. Nanti ketemu di satu titik untuk pulang bareng. Disinilah Handphone terasa bermanfaat.
Semakin hari masjidil Haram semakin penuh. Semakin banyak jamaah yang sepertinya tidak memahami bahwa konsep laki laki harus sholat di depan TETAP berlaku di Masjidil Haram. Atau kalau pun tau tapi kayaknya menyerah dengan kondisi yang ada. Keadaan shaf semakin tidak beraturan. Laki perempuan bersisian. Sebaris laki. Bisa diseling beberapa perempuan. Ayah semakin sering berkata tajam “ move..please move…."
Wednesday, January 24, 2007
Pelajaran Dari Sebuah Tasbih
"udah bawa tasbih, Bin?" tanya Ibu mertuaku saat mobil kami meluncur ke asrama pondok gede. Aku menggeleng. Lupa. Ah, pasti disana banyak yang jual. Ibu mertuaku mengeluarkan tasbih sederhana dari dalam tas lalu mengulurkannya padaku “pake ini aja”
Aku mengucapkan terimakasih sambil menjejalkan tasbih itu dalam tas dokumen hajiku. Tasbih itu selalu ada dalam tas dokumenku dan selalu kupakai saat dzikir di masjidil Nabawi atau di Masjidil Haram.
Satu malam sepulang sholat Isya di masjidil Haram bersama ayah, sampai di kamar aku memamerkan tasbih baruku pada teman perempuan pertama.
“Hai liat tasbih gue baru…sama ama tasbih yang dibeli mbak Fatma kemarin ya.” Tasbih itu kubeli di toko yang terlewat saat perjalanan pulang dari Haram.
"Kemana tasbih yang lama?" tanya teman sekamarku itu.
“Hilang di Masjid Haram…” aku menjelaskan sambil mengingat ingat.
Uhm ? ilang dimana ya ?? kayaknya tadi waktu aku tawaf masih ada deh..
“so now you got ..what exactly you want. Hah?” kata temanku sambil tersenyum mengoda.
"what do you mean ?” tanyaku heran melihat senyumnya.
“you don’t remember what you said last night??..baru tadi malem lho…about how poor your previous tasbih look like?? Dibanding tasbihnya Fatma ?
Oh No!! Aku tertegun. Beristigfar. Astagfirullah al adzim…
Ingatanku kembali ke malam sebelumnya. Saat Mbak Fatma yang punya gelar askar pasar seng-saking seringnya belanja-memamerkan seratus tasbih yang dibelinya untuk oleh oleh. Wow!! Cantik cantik dan bagus bagus bener.
Aku mengeluarkan tasbih pemberian mertuaku. Membandingkanya dan berkomentar“waaah jadi minder…tasbih gue jelek banget ya dibanding tasbih tasbih ini.”
Sebetulnya aku sudah lupa akan kata kata spontanku sendiri. Tapi rupanya teman sekamarku yang suka chit chat in english denganku mengingatnya. Malam ini dia mengingatkanku akan “ketidak bersyukuran” akan tasbih yang kumiliki. Aku kembali beristigfar. Astagfirullah al adzim
Saat formasi kamar sudah lengkap berempat. Cerita tentang hilangnya tasbihku, serta komentarku sehari sebelumnya kembali digelar. Perempuan pertama sharing gini
“waktu di masjid nabawi, saya pernah abilang…ih nggak enak banget deh pake sandal jepit ini…soalnya di Jakarta saya kan emang nggak terbiasa pake sandal jepit… eh nggak lama..sorenya sandal itu ilang…”
Uhm. Aku ingat kejadian itu, karena diletakan di locker yang sama. Sandal itu hilang bersama sandalku.
Perempuan kedua- si Mbak tertua- juga lalu sharing “saya juga pernah sebel sama sandal yang dibeliin abang.. saya mbatin... nggak seneng ma tuh sandal.... karena abang suka aja tuh sandal saya pake…. eh.. besoknya hilang di masjid.” Abang yang dimaksud adalah suaminya.
“ Gue juga sering banget kehilangan sandal, uhm.. mungkin gue kurang banyak bersadakah kali ya…” kata teman satunya.
Well, pelajaran dari hilangnya sandal dan tasbih kami adalah emang kita seharusnya bersyukur dengan apa yang kita miliki. Jika kita lalai atau meng-ingkarinya, sesungguhnya dengan mudah Allah akan mengambilnya kembali. Astagfirullah al adzim
Kami berempat cuma bisa bertukar pandang dan tersenyum tipis. Kami sama sama beristigfar. Perempuan pertama lalu bilang “mudah mudahan teguran terguran kecil ini..bisa menghapus dosa dosa kecil kita selama ini. Amin”
Cerita lucu – Hilangnya sandal di Nabawi
Saat perempuan pertama kehilangan sandal seperti diceritakan diatas, sandalku juga ikut gone, soalnya tadi diletakan di locker yang sama. Tiba tiba gone aja tuh. Misssing in action.
Kami-aku dan perempuan pertama itu– pulang sholat dari masjid hanya dengan memakai kaos kaki. Temanku itu mengajak mampir ke toko yang terlewat “would you buy new sandal with me ??”
Aku menolak.“I don’t think we have any bargain power now..the will charge any price …unreasonable price maybe”
Temanku itu tertawa kecil saat aku menunjuk kondisi kami yang hanya berkaos kaki, tanpa sandal tanpa sepatu.
“Bargain power ?? uhm..you right…I don’t even think about bargain power. ..I just think about how poor our look now...”
Sepanjang sisa jalan pulang kami ngobrol sambil tersenyum senyum.. Membahas soal bargain power dan melasnya penampilan dua perempuan yang pulang dari masjid hanya dengan berkaos kaki. Hi..hi..kacian deh ya..
Aku mengucapkan terimakasih sambil menjejalkan tasbih itu dalam tas dokumen hajiku. Tasbih itu selalu ada dalam tas dokumenku dan selalu kupakai saat dzikir di masjidil Nabawi atau di Masjidil Haram.
Satu malam sepulang sholat Isya di masjidil Haram bersama ayah, sampai di kamar aku memamerkan tasbih baruku pada teman perempuan pertama.
“Hai liat tasbih gue baru…sama ama tasbih yang dibeli mbak Fatma kemarin ya.” Tasbih itu kubeli di toko yang terlewat saat perjalanan pulang dari Haram.
"Kemana tasbih yang lama?" tanya teman sekamarku itu.
“Hilang di Masjid Haram…” aku menjelaskan sambil mengingat ingat.
Uhm ? ilang dimana ya ?? kayaknya tadi waktu aku tawaf masih ada deh..
“so now you got ..what exactly you want. Hah?” kata temanku sambil tersenyum mengoda.
"what do you mean ?” tanyaku heran melihat senyumnya.
“you don’t remember what you said last night??..baru tadi malem lho…about how poor your previous tasbih look like?? Dibanding tasbihnya Fatma ?
Oh No!! Aku tertegun. Beristigfar. Astagfirullah al adzim…
Ingatanku kembali ke malam sebelumnya. Saat Mbak Fatma yang punya gelar askar pasar seng-saking seringnya belanja-memamerkan seratus tasbih yang dibelinya untuk oleh oleh. Wow!! Cantik cantik dan bagus bagus bener.
Aku mengeluarkan tasbih pemberian mertuaku. Membandingkanya dan berkomentar“waaah jadi minder…tasbih gue jelek banget ya dibanding tasbih tasbih ini.”
Sebetulnya aku sudah lupa akan kata kata spontanku sendiri. Tapi rupanya teman sekamarku yang suka chit chat in english denganku mengingatnya. Malam ini dia mengingatkanku akan “ketidak bersyukuran” akan tasbih yang kumiliki. Aku kembali beristigfar. Astagfirullah al adzim
Saat formasi kamar sudah lengkap berempat. Cerita tentang hilangnya tasbihku, serta komentarku sehari sebelumnya kembali digelar. Perempuan pertama sharing gini
“waktu di masjid nabawi, saya pernah abilang…ih nggak enak banget deh pake sandal jepit ini…soalnya di Jakarta saya kan emang nggak terbiasa pake sandal jepit… eh nggak lama..sorenya sandal itu ilang…”
Uhm. Aku ingat kejadian itu, karena diletakan di locker yang sama. Sandal itu hilang bersama sandalku.
Perempuan kedua- si Mbak tertua- juga lalu sharing “saya juga pernah sebel sama sandal yang dibeliin abang.. saya mbatin... nggak seneng ma tuh sandal.... karena abang suka aja tuh sandal saya pake…. eh.. besoknya hilang di masjid.” Abang yang dimaksud adalah suaminya.
“ Gue juga sering banget kehilangan sandal, uhm.. mungkin gue kurang banyak bersadakah kali ya…” kata teman satunya.
Well, pelajaran dari hilangnya sandal dan tasbih kami adalah emang kita seharusnya bersyukur dengan apa yang kita miliki. Jika kita lalai atau meng-ingkarinya, sesungguhnya dengan mudah Allah akan mengambilnya kembali. Astagfirullah al adzim
Kami berempat cuma bisa bertukar pandang dan tersenyum tipis. Kami sama sama beristigfar. Perempuan pertama lalu bilang “mudah mudahan teguran terguran kecil ini..bisa menghapus dosa dosa kecil kita selama ini. Amin”
Cerita lucu – Hilangnya sandal di Nabawi
Saat perempuan pertama kehilangan sandal seperti diceritakan diatas, sandalku juga ikut gone, soalnya tadi diletakan di locker yang sama. Tiba tiba gone aja tuh. Misssing in action.
Kami-aku dan perempuan pertama itu– pulang sholat dari masjid hanya dengan memakai kaos kaki. Temanku itu mengajak mampir ke toko yang terlewat “would you buy new sandal with me ??”
Aku menolak.“I don’t think we have any bargain power now..the will charge any price …unreasonable price maybe”
Temanku itu tertawa kecil saat aku menunjuk kondisi kami yang hanya berkaos kaki, tanpa sandal tanpa sepatu.
“Bargain power ?? uhm..you right…I don’t even think about bargain power. ..I just think about how poor our look now...”
Sepanjang sisa jalan pulang kami ngobrol sambil tersenyum senyum.. Membahas soal bargain power dan melasnya penampilan dua perempuan yang pulang dari masjid hanya dengan berkaos kaki. Hi..hi..kacian deh ya..
Pelajaran Dari Sebuah Niat Baik.
Ayah sudah duduk rapat di shaf bersama banyak laki laki dari beragam bangsa. Ujug ujug seorang Pakistan tua memaksakan diri nyempil diantara ayah dan sebelah ayah. Ayah merasa annoying. Nggak pake permisi.. nggak pake punten... kok nyelonong aja??
“are you speaking English ? tanya ayah.
“yeah..ya..” jawab Pakistan tua itu
Ayah lalu memberitahu sebuah kisah nabi-in english off course- kisah itu bunyinya sebagai berikut:
Ada sebuah riwayat dari Abdullah bin Basrm dia berkata, ada seorang yang datang dan melewati pundak pundak orang pada suatu hari jumat ketika Nabi sedang berkhutbah, maka Nabi bersabda, "duduklah, engkau sudah menggangu dan terlambat”
(dikutip dari buku sejarah masjid Nabawi – by Muhammad lyas Abdul gain)
Pakistan tua itu merasa cerita itu adalah teguran baginya. Dia segera pindah ke shaf belakang yang masih longgar. Ayah iseng menengok kebelakang, melihat kembali kearah orang itu. Sekedar mengechek. Hah ? kok Pakistan tua itu menangis ? tersinggungkan dia ?
Perasaan ayah nggak tenang. A little bit guilty. Ayah sudah berniat untuk menemuinya dan meminta maaf seusai sholat. Ketika sholat sudah usai, belum juga ayah sempat berpindah tempat. Ternyata orang Pakistan tua itu sudah datang menghampiri ayah bersama temannya. Bla..bla..bla mereka ngomong berdua sambil menunjuk nunjuk ayah. Ekspresinya sih gembira. Ayah heran. Waah apa sih maksudnya ??
Tapi ayah ikut senang saat Pakistan tua itu menyalami dan memeluk ayah sambil bilang “thank you..thank you..” Teman nya yang satu juga ikut-ikutan menyalami Ayah. Alhamdulillah ayah bersyukur. Mungkin bapak Pakistan itu tadi menangis menyesali perbuatannya menganggu shaf orang lain, dan berterimakasih ayah telah mengingatkannya.
Well, begitulah. Ayah memang tidak pernah segan menegur, mengingatkan orang lain, jika semua itu demi kebaikan bersama. Namum pernah juga ayah mendapat pelajaran-kena batunya!! saat sakit batuk ayah benar benar kehilangan suaranya.
Kenapa kata dokter ?” tanyaku
“pita…suara...bengkak..” kata ayah susah payah
Aku tersenyum maklum. “banyak banyak istigfar deh yah.. ayah kan sering menegur.. mengingatkan jamaah lain. Siapa tau ada yang nggak terima. Sekarang kayaknya Allah memberi ayah istirahat bicara. Banyak banyak deh beristigfar…” aku kembali megningatkan
Ayah tertegun. Uhm, keliatannya ayah baru menyadarinya.
Pasti dia berusaha mengingat kata katanya kembali…
“jangan pake sandal di dalam masjid pak..”
“take off your shoe please..this is masjid…”
“jangan wudhu dari tong minum zam zam bu..bikin becek lantai..”
“move please move…women cannot sholat in front of man..”
“jangan melawan arus bapak…Ibu!! Bahaya !!
(saat tawaf banyak rombongan KBHI masuk putaran dengan melawan arus)
“Baca doa kok teriak teriak sih pak ? bukannya kalo memohon kita harus lemah lembut ?
(saaat ritual sai memang banyak KBHI membaca doa bersama sambil jalan dan berseru seru persis kayak orang demo di bunderan HI)
Ayah segera beristigfar... Astagfirullah al adzim. Well, sebuah niat yang baik, memang tak selalu bisa diSAMPAIkan dan diTERIMA dengan baik.
“are you speaking English ? tanya ayah.
“yeah..ya..” jawab Pakistan tua itu
Ayah lalu memberitahu sebuah kisah nabi-in english off course- kisah itu bunyinya sebagai berikut:
Ada sebuah riwayat dari Abdullah bin Basrm dia berkata, ada seorang yang datang dan melewati pundak pundak orang pada suatu hari jumat ketika Nabi sedang berkhutbah, maka Nabi bersabda, "duduklah, engkau sudah menggangu dan terlambat”
(dikutip dari buku sejarah masjid Nabawi – by Muhammad lyas Abdul gain)
Pakistan tua itu merasa cerita itu adalah teguran baginya. Dia segera pindah ke shaf belakang yang masih longgar. Ayah iseng menengok kebelakang, melihat kembali kearah orang itu. Sekedar mengechek. Hah ? kok Pakistan tua itu menangis ? tersinggungkan dia ?
Perasaan ayah nggak tenang. A little bit guilty. Ayah sudah berniat untuk menemuinya dan meminta maaf seusai sholat. Ketika sholat sudah usai, belum juga ayah sempat berpindah tempat. Ternyata orang Pakistan tua itu sudah datang menghampiri ayah bersama temannya. Bla..bla..bla mereka ngomong berdua sambil menunjuk nunjuk ayah. Ekspresinya sih gembira. Ayah heran. Waah apa sih maksudnya ??
Tapi ayah ikut senang saat Pakistan tua itu menyalami dan memeluk ayah sambil bilang “thank you..thank you..” Teman nya yang satu juga ikut-ikutan menyalami Ayah. Alhamdulillah ayah bersyukur. Mungkin bapak Pakistan itu tadi menangis menyesali perbuatannya menganggu shaf orang lain, dan berterimakasih ayah telah mengingatkannya.
Well, begitulah. Ayah memang tidak pernah segan menegur, mengingatkan orang lain, jika semua itu demi kebaikan bersama. Namum pernah juga ayah mendapat pelajaran-kena batunya!! saat sakit batuk ayah benar benar kehilangan suaranya.
Kenapa kata dokter ?” tanyaku
“pita…suara...bengkak..” kata ayah susah payah
Aku tersenyum maklum. “banyak banyak istigfar deh yah.. ayah kan sering menegur.. mengingatkan jamaah lain. Siapa tau ada yang nggak terima. Sekarang kayaknya Allah memberi ayah istirahat bicara. Banyak banyak deh beristigfar…” aku kembali megningatkan
Ayah tertegun. Uhm, keliatannya ayah baru menyadarinya.
Pasti dia berusaha mengingat kata katanya kembali…
“jangan pake sandal di dalam masjid pak..”
“take off your shoe please..this is masjid…”
“jangan wudhu dari tong minum zam zam bu..bikin becek lantai..”
“move please move…women cannot sholat in front of man..”
“jangan melawan arus bapak…Ibu!! Bahaya !!
(saat tawaf banyak rombongan KBHI masuk putaran dengan melawan arus)
“Baca doa kok teriak teriak sih pak ? bukannya kalo memohon kita harus lemah lembut ?
(saaat ritual sai memang banyak KBHI membaca doa bersama sambil jalan dan berseru seru persis kayak orang demo di bunderan HI)
Ayah segera beristigfar... Astagfirullah al adzim. Well, sebuah niat yang baik, memang tak selalu bisa diSAMPAIkan dan diTERIMA dengan baik.
Tuesday, January 23, 2007
Pelajaran dari sebuah Sajadah
Ngapain bawa sajadah ? Berat!! Udah beli aja disana!! “ Begitu Ayah bilang saat aku mengepack koper besar jamaah Haji kami. Aku nurut.
Hari kedua di Madinah, aku membeli dua sajadah berdesign corak sama. Yang coklat buat ayah, sedang untukku aku memilih warna maroon –one of my favorit colour. Sajadah buatan Turki itu lumayan mahal dan bermutu bagus.
Satu sore di Masjidil Haram. Aku sedang menunggu waktu sholat ashar sambil memandangi sajadahku . Sajadah maroon made in Turki yang lumayan mahal, namun aku puas. Sajadah ini benar benar nyaman untuk alas sholat. Sudah banyak airmataku yang tumpah diatas sajadah itu saat sholat di Madinah maupun di Mekkah. Well, pastinya sajadah ini akan jadi kenang kenangan yang berharga sepulang kami ke tanah air. Sungguh aku menyayangi sajadah itu.
Tak lama seorang India tua datang. Dengan gayanya yang arogan dia duduk dan mengelar sajadahnya disebelahku.
Bla..bla..bla ..dia mengajakkku ngobrol dalam bahasa urdu.
Aku nggak ngerti . Hey?!! What is she talking about ?
Aku cuma senyum senyum sambil bilang..”Indonesia..I’m from indonesia”
Perempuan tua itu memegangi sajadahku. Keliatannya dia mengaguminya. Bla..bla..bla dia terus nyerocos. Aku berusaha menjelaskan…”I bought this in madinah…made in turkey…” Ugh..entahlah dia ngerti apa nggak ya?.
Yang membuatku shock, berikutnya dia nyerocos..bla..bla..bla..namun tangannya memberikan bahasa isyarat… Dia memegang sajadahku lalu memegang dirinya. Kemudian dia memengang sajadahnya kemudian memegang lenganku. What?!!
Aku tidak bisa pura pura bego untuk mengingkari kenyataan bahwa dia bermaksud minta tukeran sajadah. Change!! MasyaAllah!! Sajadah turki maroon kesayanganku ??! Dituker dengan sajadah belel miliknya ?? Uhm..uhmm..aku berpikir keras.
Aku merasa aneh, baru saja aku membatin betapa aku menyayanggi sajadah ini..lho kok ujug ujug perempuan India tua ini datang memintanya ?? Apa maksudnya ? Akankah ketulusanku diuji ??
Jadi walau isi kepalaku menjerit jerit tak rela,…hey?! That’s my favorit sajadah..the maroon one...the expensive one!! tapi hati kecilku mengingatkan.. jika orang minta sesuatu…. ikhlaskan… Apalagi ini dia tidak minta sajdahku..dia minta tuker!! Walau sungguh mati aku nggak berminat akan sajadahnya.
Akhirnya seusai sholat aku memberikan sajadahku pada perempuan India tua itu untuk di barter dengan sajadahnya. Uhm, aku belum sepenuhnya merelakannya. Aku menangis saat bercerita pada ayah. Hiks..hiks..sajadah maroonku.. sudah banyak airmataku tumpah disitu..sajadah itu akan jadi kenang kenangan berharga kalo kita pulang ke Indonesia… hiks hiks…but now… it’s gone…
Ayah mengingatkanku. “Hush!! Kalo ngasih orang tuh yang ikhlas…jangan ditangisin.
Jangan sampai gara gara Bunda nggak ikhlas…Bunda akan kehilangan lebih besar….”
Ugh!! Aku segera teringat beberapa lembaran dollar, uang extra kami yang masih tersimpan rapi dalam koper dibawah tempat tidurku. Duh ? Bagaimana jika Allah menegurku dengan membuat uang itu ketlingsut?? Astagfirullah al adzim. Tidak sepantasnya aku menyesali. Tidak sepantasnya aku memberatinya. Itu cuma sebuah sajadah kok !! Aku toh bisa membelinya lagi. Aku cepat cepat menghapus airmata dan kembali tersenyum manis pada ayah. Weiks!!
Kejadian itu mengajarkan dan mengingatkan ku untuk tidak perlu menyayangi satu benda mati secara berlebihan. Mungkin ada orang lain yang lebih membutuhkannya. Relakan!! Ikhlaskan!! Dengan begitu insyaAllah- Allah akan memberi lebih.
Hari kedua di Madinah, aku membeli dua sajadah berdesign corak sama. Yang coklat buat ayah, sedang untukku aku memilih warna maroon –one of my favorit colour. Sajadah buatan Turki itu lumayan mahal dan bermutu bagus.
Satu sore di Masjidil Haram. Aku sedang menunggu waktu sholat ashar sambil memandangi sajadahku . Sajadah maroon made in Turki yang lumayan mahal, namun aku puas. Sajadah ini benar benar nyaman untuk alas sholat. Sudah banyak airmataku yang tumpah diatas sajadah itu saat sholat di Madinah maupun di Mekkah. Well, pastinya sajadah ini akan jadi kenang kenangan yang berharga sepulang kami ke tanah air. Sungguh aku menyayangi sajadah itu.
Tak lama seorang India tua datang. Dengan gayanya yang arogan dia duduk dan mengelar sajadahnya disebelahku.
Bla..bla..bla ..dia mengajakkku ngobrol dalam bahasa urdu.
Aku nggak ngerti . Hey?!! What is she talking about ?
Aku cuma senyum senyum sambil bilang..”Indonesia..I’m from indonesia”
Perempuan tua itu memegangi sajadahku. Keliatannya dia mengaguminya. Bla..bla..bla dia terus nyerocos. Aku berusaha menjelaskan…”I bought this in madinah…made in turkey…” Ugh..entahlah dia ngerti apa nggak ya?.
Yang membuatku shock, berikutnya dia nyerocos..bla..bla..bla..namun tangannya memberikan bahasa isyarat… Dia memegang sajadahku lalu memegang dirinya. Kemudian dia memengang sajadahnya kemudian memegang lenganku. What?!!
Aku tidak bisa pura pura bego untuk mengingkari kenyataan bahwa dia bermaksud minta tukeran sajadah. Change!! MasyaAllah!! Sajadah turki maroon kesayanganku ??! Dituker dengan sajadah belel miliknya ?? Uhm..uhmm..aku berpikir keras.
Aku merasa aneh, baru saja aku membatin betapa aku menyayanggi sajadah ini..lho kok ujug ujug perempuan India tua ini datang memintanya ?? Apa maksudnya ? Akankah ketulusanku diuji ??
Jadi walau isi kepalaku menjerit jerit tak rela,…hey?! That’s my favorit sajadah..the maroon one...the expensive one!! tapi hati kecilku mengingatkan.. jika orang minta sesuatu…. ikhlaskan… Apalagi ini dia tidak minta sajdahku..dia minta tuker!! Walau sungguh mati aku nggak berminat akan sajadahnya.
Akhirnya seusai sholat aku memberikan sajadahku pada perempuan India tua itu untuk di barter dengan sajadahnya. Uhm, aku belum sepenuhnya merelakannya. Aku menangis saat bercerita pada ayah. Hiks..hiks..sajadah maroonku.. sudah banyak airmataku tumpah disitu..sajadah itu akan jadi kenang kenangan berharga kalo kita pulang ke Indonesia… hiks hiks…but now… it’s gone…
Ayah mengingatkanku. “Hush!! Kalo ngasih orang tuh yang ikhlas…jangan ditangisin.
Jangan sampai gara gara Bunda nggak ikhlas…Bunda akan kehilangan lebih besar….”
Ugh!! Aku segera teringat beberapa lembaran dollar, uang extra kami yang masih tersimpan rapi dalam koper dibawah tempat tidurku. Duh ? Bagaimana jika Allah menegurku dengan membuat uang itu ketlingsut?? Astagfirullah al adzim. Tidak sepantasnya aku menyesali. Tidak sepantasnya aku memberatinya. Itu cuma sebuah sajadah kok !! Aku toh bisa membelinya lagi. Aku cepat cepat menghapus airmata dan kembali tersenyum manis pada ayah. Weiks!!
Kejadian itu mengajarkan dan mengingatkan ku untuk tidak perlu menyayangi satu benda mati secara berlebihan. Mungkin ada orang lain yang lebih membutuhkannya. Relakan!! Ikhlaskan!! Dengan begitu insyaAllah- Allah akan memberi lebih.
Monday, January 22, 2007
Hari Hari di Mekkah.
Rutinitas ke Masjidil Haram
Aku dan tiga teman sekamar pergi haji bersama suami masing masing. Keempat bapak bapak itu juga sekamar di lantai yang sama dengan kami. Kalo keluar dari lift, kamar mereka diujung kanan, sedang kamar kami diujung kiri. Sudah disepakati di madinah bahwa selama di mekkah, kami tidak lagi pergi ke masjid dengan teman sekamar tapi dengan suami masing masing. Well, tiap couple kan punya preferensi sendiri sendiri.
Rutinitas kami-Aku dan ayah- berawal dengan berangkat ke masjid pukul 4, sudah termasuk siang karena banyak yang pergi sejak pukul 2!! Kami pergi ke masjid naik angkot dadakan yang suka ngetem di rumah sebelah no 122, karena kapasitas jamaah di rumah itu memang luar biasa banyak. Harom..harom…satu real..satu real… Alhamdulillah.
Sampai di masjid jam segitu biasanya udah penuh. Seperti halnya jamaah lain, kami mengerjakan sholat sholat sunnah malam, baca al quran, dzikir, berdoa sambil memandang ka’bah, menunggnu datangnya adzan subuh jam 5.30. Setelah sholat subuh kami stand by di masjid sampai datang waktu dhuha. Baru pulang lagi naik angkot. Ngirit tenaga!!
Kebanyakan jamaah mengerjakan tawaf sebagai penganti tahayatul masjid. Ibadah ini memang dianjurkan, namun kami tidak selalu mengerjakan, tergantung kondisi penuhnya tempat tawaf dan kondisi kesehatan.
Beberapa kali kami mengerjakan tawaf di lantai dua, estnya 800 meter kali 7 putaran, alhamdulillah kelar dalam waktu 1,5 jam , antara waktu dzuhur dan ashar, sampai dikamar baru terasa kaki njarem semua!! Untung ada counterpain. Well, bagaimanpun tawaf di lantai dua tetap jadi favorit kami soalnya nggak berdesakan dan berjalan lancar, walau banyak yang berkomentar…Masya Allah? jauuuuh betul ??
Menjelang sholat dzuhur kami datang lagi, kemudian lunch di seputaran masjid sambil menunggu ashar. Habis Ashar pulang dulu untuk istirahat, menjelang magrib baru kembali ke masjid sampai isya. Begitulah enaknya kloter satu, masih sempat leluasa mondar mandir ke masjid dalam minggu pertama.
Minggu berikutnya kondisi berbeda, Jamaah semakin sesak, semakin sulit cari tempat kosong, kami mencoba berbegai alternative, datang Dzuhur pulang after Isya ternyata sangat menguras energi. Cuma pindah tidur siang di masjid. Stand by dari Ashar sampai Isya adalah plihan yang lebih baik. Dzuhur , lunch dan tidur siang bisa dilakukan dimahtab. Kalo badan lagi nggak fit. Keberangkatan kedua cuma buat sholat magrib dan Isya. Rasanya disinilah enaknya haji mandiri. Fleksible . Kita bebas memanage waktu sesuai kondisi.
Minggu terakhir sebelum hari arafah keadaaan was totally different. Jamaah sudah luber luber ke halaman masjid yang maha luas. Untuk jalan dari jalan raya sampai mencapai tempat favorit kami (bangunan baru yang ber AC) di pintu 91 butuh waktu satu jam!! Kita harus berjalan pelan pelan, excuse me.. permisi, punten, nuwun sewu pada puluhan ribu jamaah yang sudah duduk duluan mengambil Saft. Subhannallah. Luar biasa penuh!!
Perjalanan semakin butuh waktu lebih saat jalan utama ditutup dan angkot berhenti beroperasi-terpaksa deh jalan kaki satu setengah kilo dari mahtab ke Harom pp jadi tiga kilo ya...dan itu dilakukan at least dua kali sehari !! Untuk pergi sholat dzuhur ajah…kita sudah harus berangkat jam 10!!
Jadi no wonder, saat jamaah yang pulang sholat dzuhur berpapasan di jalan dengan jamaah yang mau berangkat sholat ashar. Sesak berdesakan terjadi dimana-mana. Subhannallah rasanya sulit dipercaya kami adalah bagian kecil dari hampir dua juta manusia yang ada disama.
Well, Olahraga-jalan kaki - inilah kenikmatan lebih yang kami dapatkan dibandingkan peserta ONH plus yang menghuni Hilton, Sol Elite, Sheraton yang bener bener depan pagar masjidil haram :-D
Toilet Masjidil Haram
Design toilet dua lantai itu sih hampir sama dengan masjid Nabawi madina, pake escalator turun dan naik. Namun dengan melubernya jamaah, kebersihan dan kapasitas toilet di masjidil haram jadi kurang memuaskan. Antrian begitu panjang!! Padahal jumlah toiletnya mencapai seratus lebih dalam satu lokasi, belum terhitung lokasi yang lain..
Aku selalu ke masjid bareng Ayah, makanya aku selalu ke toilet sendirian. Tapi its ok sebab toilet selalu penuh sesak dengan orang. Yang agak membuat bingung adalah toilet disana mempunyai dua pintu yang jauh berseberangan, hati hati jangan sampai salah keluar pintu. Di dalam semua serba mirip, apalagi keadaan jamaah penuh sesak gitu. Resiko kalo salah pintu, nantinya nggak akan ketemu sama pasangan yang udah nunggu diluar, karena jarak kedua pintu itu amat sangat jauh dan berbeda. Alhamdulillah dari bolak balik ke toilet aku selalu bisa masuk dan keluar dipintu yang sama.
Selama mengantri aku mengamati polah jamaah dari beragam bangsa. Kalo nenek turki yang umumnya tinggi besar, paling nggak sabar dan suka ngedor pintu orang di dalam he..he..galak banget ?? Kalo India paling sering nyerobot. Menurut mereka kalo pintu itu nggak dipegangin, boleh di serobot.
Seorang teman sekamar yang sebal karena diserobot India berbagi cerita, Jika bareng ma India India itu kita nggak cukup berdiri tegak depan pintu toilet, supaya nggak diserobot kita harus mengikuti gaya India itu. Satu telapak tangan harus diletakan di depan pintu lebih mirip lagi kalo satu tangan lagi di taruh di pinggang…waah..pas banget dengan gara orang orang India itu mengantri toilet.
Konyolnya… pernah terjadi, saat temanku itu menaruh tangannya di pintu …ups!! kok pintu jadi terdorong terbuka ?? waah… rupanya yang didalam lupa mengunci..waduh ? jadi sama sama malu deeehh…
Saat keluar dari toilet Ayah pernah marah marah..
”ampun deh perempuan !! kok bisa ikutan dalam toilet laki laki sih ? Nggak tau aturan!!”
“Indonesia ? “ tanyaku
“ Bukan..Bukan…India…”
“Cantik ??” tanyaku mengoda Ayah
“ boro..boro..nenek nenek !!” seru Ayah sebal.
Air Zam zam.
Selama di masjidil Haram, dijamim nggak akan kehausan, soalnya dimana mana tersedia gentong air zamzam. Dingin atau tidak dingin. the choice is yours. Jadi kalo habis ngaji-baca quran-dan rasanya seret karena haus... waah.. enak banget minum air zam zam. Habis tawaf atau sai juga rasanya paling pas minum air zam zam sebagai pelepas dahaga. Maklum capek, itu kan itu kegiatan fisik yang menguras energi.
Di Masjidil Haram air zam zam begitu melimpah, kemampuan pompanya memcapai 8000 liter/detik (seperti yang kubaca di majalah panduan haji terbitan republika) kalo orang membawa pulang ke mahtab pake satu botol kecil itu biasa, tapi kalo ampe selusin botol…waaah bisa ditegur askar. Maklum kadang ada orang yang pengin mandi pake air zam zam sebelum berihram untuk haji. Berlebihankah ? wallauhualam…
Kalo kita jeli, di pojok pojok tertentu masjidil Haram tersedia keran air zam zam dimana lantainya khusus. Bukan marmer dan boleh basah-kadang dilapis karet berlubang supaya nggak licin. Kalo kita batal wudhu cuma karena buang angin aku prefer wudhu di situ dibanding pergi jauh ke toilet. Antrian sih tetap terjadi…
Seorang teman sekamar ayah yang pengetahuannya luas pernah berkomentar “kok kalo kita minum zam zam , doanya lamaaaaa banget. Pake komat kamit segala. Tapi kalo minum kopi nggak pake doa.. glek aja ?? padahal semua minumnan kan datangnya dari Allah…” Kami tertawa malu. Well, sebetulnya yang bener kalo minum apapun semua harus baca doa dulu..
Entah mengapa banyak orang sangat mendewakan air zam zam. Di mahtab kami sampai ditulis, pengumuman “jika kedapatan memasukan air zam zam dalam koper besar . Maka koper besarnya tidak akan diangkut ke tanah air dan ditinggal di Jeddah”
Aku membaca sambil membatin..Ya iyalah..kalo tempatnya pecah..zamzamnya pasti tumpah dan merusak koper banyak orang. Dibagasi pesawat lagi.apa nggak bahaya tuh..ah..kenapa juga insint membawa lebih ? Kami sih merasa cukup dengan jiregen air zam zam pemberian Garuda yang dibagi di bandara Jeddah. Isinya 5 liter untuk tiap jamaah.
Tapi well, ini belum seberapa, di Mekah kami banyak meliahat jemaah India mencuci kain putih panjang dengan zam zam lalu menyemurnya di pelataran masjid. Masya Allah ?? buat apa ?? Uhm, menurut mereka yang melakukan itu, kain putih itu akan disimpan dan kelak dipakai sebagai kafan jika mereka mati. Aku nggak ngerti apakah kelakuan itu termasuk berlebihan? wallaualam bi sawab.
Obat Penunda Menstruasi.
“ Aku nggak minum obat, aku kan masih gadis … lillahi ta’ala aja” begitu kata seorang teman yang sudah berhaji. Uhm , aku berpikir keras. Aku kalo mens bisa dua minggu lho..sayang banget kan..apalagi kalo bertepatan dengan ritual yang mengharuskan perempuan dalam kondisi bersih. Jadi, aku menemui dr Bambang untuk berkonsultasi. “Supaya Ibadahnya maksimal ini saya resepkan primolut 120 tablet, dimium 3 kali sehari selama 40 hari” begitu gynecologku itu berpesan. Aku sih nurut aja.
Effective kah ?? Pada kenyataannya semua lillahi ta’ala, sebab ternyata minum obat menunda mentruasi tidak semua berjalan mulus. Beberapa perempuan tetap mengalami menstruasi walau sama sama minum obat. Ada juga yang berniat puasa senin-kamis, kan jadinya berhenti minum obat tuh, baru jam empat sore tenyata malah mens. Dua minggu pula!! Paling parah kalo minum obat itu justru pendarahan terus, setiap hari..Masya Allah? bingung kan ?? Kapan ibadahnya ??
Jadi walau aku dan dua teman sekamar minum obat-perempuan terakhir nggak minum karena nggak sempat ke dokter sebelum berangkat- kami tetap banyak banyak berdoa semoga Allah memberikan kemudahan dan meridhoi kami untuk melaksanakan ibadah dengan baik.
“Yang dimimun itu kan hormon….pengaruhnya nggak akan sama buat semua orang" begitu perempuan tertua yang dokter gigi itu sharing…”kita tetap harus banyak banyak berdoa.. semua lillahi ta’ala”
Semakin dekat ke hari arafah dan saat ritual haji aku sedikit nervous… cemas kalo kalo justru menstruasi di masa masa itu… namun Alhamdulillah… Aku dan perempuan tertua itu, sama sama nggak mens selama 40 hari.
Makanan di Mekkah
“Bun, ditunggu di starbuck depan mahtab” Begitu ayah suka mengirim sms.
Weiks ?? emang ada starbuck depan mahtab ? he..he..itu cuma plesetan kami untuk menyebut warung kopi dadakan dan sederhana depan mahtab.
Disana tempat kongkow kongkow rombongan dan anggota kloter kami. Ngobrol sambil minum teh susu panas. Sambil sarapan pop mie yang diseduhkan sama penjualnya. Cocok banget buat aku yang males masak :-D
Saat dimadinah ayah masih mau mencoba makanan local. Kebab. Nasi biryani, dan banyak lagi pilihan, tapi kok perut nggak mau kompromi ? sebah dan kembung terus?? Akhirnya di Mekkah kami lebih banyak makan makanan Indonesia. Uhm, dimana belinya ??
Di depan mahtab Indonesia banyak mukimin menjual nasi bungkus... Nasi, lauk, sayur, semua dihitung satu real satu potong. Masakan Indonesia. Tapi karenanya menunya ikan kembung…. ikan kembung lagi..lama lama Ayah bosen juga.
Alhamdulillah, disana banyak juga rumah makan Indonesia dadakan. Dalam rute perjalanan pulang dari Masjid Haram (setelah Isya) kami terbiasa mampir bergantian at least di 4 rumah makan Indonesia, sedikit mahal..tapi sebanding lah..soalnya nggak perlu cuci piring lagi kan.
Saat lunch di seputaran masjid, tempat favorit makan kami adalah di pertokoan di bawah hotel Hilton. Bukan cuma mahal, tapi mahal buanget!! Seporsi bisa 20-25 real . Minum aja antara 5 – 8 real. Tapi its okelah..soalnya tempatnya relative bersih dibanding jika kita makan di pertokoan arah pasar seng. Ada KFC, Baskin robins, Dunkin Donuts. Cuman..warung padang kok nggak nemu ya ??
Tapi jika anda senang mengeksplore makanan asing. Banyak yang menarik banyak yang enak kok, setidaknya begitu menurut teman sekamar yang justru nggak pernah makan makanan indoensia. Mereka prefer makanan setempat.
Kalo anda juga lebih prefer masak sendiri, disana lengkap dijual panci, wajan sampai kompor. Mahtab juga menyediakan dapur umum untuk tempat masak. Sayur dan bahan masakan juga gampang di dapat. Apa aja bumbu yang ada? Waah maaf…I don’t have any idea on this..soalnya aku gak masak blaaaaas!!
Namun ada juga KBIH yang punya aturan semua jamaahnya berlangganan catering (kayak di madinah)-seperti KBHI yang satu kloter dengan kami. Budgetnya sekitar 700 real untuk makan 2 kali sehari selama 3 minggu. Menurutku sih nggak fleksible, makanya enak ikut haji mandiri deh…bisa leluasa jajan he..he..
Adab berpakaian dan Cucian
"Wong Indonesia iku ngisin ngisini..daster kok dipake ke masjid ?!" begitu komentar seorang teman yang sudah pernah pergi haji. Well, bener sih. Sampai sana aku juga melihat banyak orang indonseia yang malu maluin. Cuma pake daster ke masjid.
Sewaktu di madinah aku sempat mikir soal variasi berpakaian, kalo di Mekkah mah boro boro. Menutup aurat dan tidak tembus pandang, itu aja prnsipnya. Makanya aku selalu ke masjid pake abaya -gamis perempuan panjang sampai mata kaki– supaya nggak bebayang pake rangkepan di dalam dong. Mukena panjang, kaos kaki dan sandal jepit. Udah. Alhamdulillah Begitu aja, aku masih tahan dengan suhu pagi hari mekah yang berkisar 18-20 derajat.
Apa iya harus pake warna putih ? Uhm, putih emang warna yang dominan disana, selain hitam dan warna seragam masing masing Negara. Namun menurutku nggak perlu pake warna putih untuk ke masjid tiap hari. Susah nyucinya lho.. Aku sendiri pake beragam warna, biru, hijau, coklat. Its fine. Its Ok. Asal jangan pake daster ke masjid!! Aku juga merasa sebal melihatnya. Malu maluin you know..
Bagaimana dengan cucian?? Banyak teman membeli ember dan mencuci di kamar mandi lalu menjemur di top roof pondokan kami yang 12 lantai. Seorang temen sekamar ampe digelari “askar jemuran” soalnya dia paling concern soal keteraturan tempat jemuran he..he..
Mencuci tanpa mesin cuci dan waktu yang terbatas. Pastinya nggak bisa bersih sempurna. Namun karena ayah apik untuk urusan cucian, beliau nggak suka bajunya masih bau deterjen atau apek separo kering, makanya sejak di madinah beliau budgetkan untuk ngelaundry….Alhamdulillah berkurang deh kerepotanku.
Buat underwear lebih baik lagi kalo pake yang disposable. Sekali pake buang. Praktis banget. Jadi kami tinggal ucek ucek pakaian dalam dan pakaian tidur yang ringan. Yang berat berat dikerjakan di laundry. Nggak murah memang, tapi sekali lagi ini masalah preferensi.
Telephon
No GPRS. No Email, No internet. Supaya lebih khusuk Begitu ayah bilang sebelum berangkat. Jadi kami sama sama meninggal kan communicator kami di rumah.
Kami membawa handphone Nokia kuno. Sederhana fiturnya yang penting bisa dipake telp dan sms.
Bagaiman dengan SIM card ?? Awalnya kami mempertahankan nomer Indo . Namun selain mahal, lama lama juga sering error. Susah kirim sms. Akhirnya aku duluan ganti pake nomer lokal. Gampang kok belinya, trus tinggal pindah sim card, beres!! Ayah yang awalnya ragu karena mempertahankan komunikasi dengan kantor, akhirnya ikutan juga.
Tadinya aku bingung dengan nomer perdanaku yang 100 real. Satu sms ke ayah cuma 0.25 real, sms ke anak anak di Jakarta cuma 0.5 real…Waah kapan habisnya ?? Tapi ternyata pulsa itu cuma tahan dua minggu. he..he…kerajian kirim sms sih….buat nyamper ayah yang kamarnya ada di lantai yang sama aja aku kirim sms ”Mau ke Haram jam berapa ? aku wudhu dulu ye..give me 5 minute…” he..he..pantesan boros.
Dokumentasi
Ayah nggak setuju bawa kamera saat ibadah ke masjid. Nggak proper nggak pada tempatnya. Makanya kami bawa kamera cuma buat keseharian atau ziarah. Makanya foto foto kegiatan ibadah di blog ini diambilnya dari net he..he..
Seorang teman sekamar sering curi curi bawa kamera ke masjidil Haram. Karena nggak pernah ketauan askar dia jadi kecanduan. Bawa kamera terus…foto kabah, bukit safa & marwah dan bagian dalam masjidil haram yang menarik lainnya.
Tak terduga satu hari dia tertangkap basah!! Duh ? sedih banget deh temanku itu saat askar masjid menyita memory cardnya. Hah ?? hilang sudah semua dokumentasi di madinah, dan foto foto kabahnya. Dengan menangis bombay temanku itu pulang kerumah. Bukan soal harganya keluh temanku itu… ini soal kenang kenangnya… ya..gimana lagi ??
Untung dia masih punya back up memory card kosong, jadi dia tetap bawa kamera digitalnya ke arafah, mina, dan perjalanan berikutnya. Aku sih ikut seneng…kalo ada tampang gue ntar tolong di email ya…
Berbelanja
Saat manasik sudah dihimbau untuk tidak berbelanja terlalu banyak. Well, tiap tahun depag dan airline haji pastinya pusing soal kelebihan muatan para jamaah haji he..he..Konon barang barang yang dijual di Mekkah, ditanah abang juga banyak, tapi ah…mana sreg sih beli di tanah abang ??
Walau tiap pulang pergi masjid rute kami melewati pasar seng, tapi ayah selalu mengajakku menghindarinya dengan naik angkot atau jalan kaki memutar lewat jalan raya. Nggak pa pa jauh tapi nggak sumpek…”dasar indonesia doyan banget belanja”..begitu keluh ayah.
Pasar seng emang favorit jamaah indoensia. Pasar itu sebetulnya punya nama pasar mudda’ah, tapi jamamah Indonesia lebih gampang menyebutnya pasar seng karena atapnya terbuat dari seng he..he..apa aja ada!! Walau sedikit, aku membeli juga oleh oleh buat saudara saudara dan tetangga di tanah air, standart aja sih..tasbih, sajadah, kopiah, pasmina, kifayeh,….buat Aim aku membeli boneka onta yang bisa bershalawat. Lucu!!
Perlu diakui Indonesia memang hebat dalam urusan belanja.. semua pedagang di pasar seng bisa ngomong indonesia
“ayo mampir... liat liat..”
“Kadie kadie…bagus bagus”
“Monggo monggo…murah murah bagus…”
Majority pembeli orang indonesia. Seorang teman sekamar sampai punya gelar “Askar Pasar Seng”. Soalnya doyan banget belanja. He..he..
Buat gadgetmania kayak ayah, beli barang disana juga murah, soalnya konon bebas bea. Ayah membeli handycam sony dan sebuah quran digital..bentuknya mirip PDA gitu... Menarik lho… majority laki laki dalam rombongan kami membeli dua barang itu. Berawal dari saling pamer, akhirnya pada terpengaruh beli deh. Dasar cowo!! Belanjanya nggak jauh dari begituan…
Aku dan tiga teman sekamar pergi haji bersama suami masing masing. Keempat bapak bapak itu juga sekamar di lantai yang sama dengan kami. Kalo keluar dari lift, kamar mereka diujung kanan, sedang kamar kami diujung kiri. Sudah disepakati di madinah bahwa selama di mekkah, kami tidak lagi pergi ke masjid dengan teman sekamar tapi dengan suami masing masing. Well, tiap couple kan punya preferensi sendiri sendiri.
Rutinitas kami-Aku dan ayah- berawal dengan berangkat ke masjid pukul 4, sudah termasuk siang karena banyak yang pergi sejak pukul 2!! Kami pergi ke masjid naik angkot dadakan yang suka ngetem di rumah sebelah no 122, karena kapasitas jamaah di rumah itu memang luar biasa banyak. Harom..harom…satu real..satu real… Alhamdulillah.
Sampai di masjid jam segitu biasanya udah penuh. Seperti halnya jamaah lain, kami mengerjakan sholat sholat sunnah malam, baca al quran, dzikir, berdoa sambil memandang ka’bah, menunggnu datangnya adzan subuh jam 5.30. Setelah sholat subuh kami stand by di masjid sampai datang waktu dhuha. Baru pulang lagi naik angkot. Ngirit tenaga!!
Kebanyakan jamaah mengerjakan tawaf sebagai penganti tahayatul masjid. Ibadah ini memang dianjurkan, namun kami tidak selalu mengerjakan, tergantung kondisi penuhnya tempat tawaf dan kondisi kesehatan.
Beberapa kali kami mengerjakan tawaf di lantai dua, estnya 800 meter kali 7 putaran, alhamdulillah kelar dalam waktu 1,5 jam , antara waktu dzuhur dan ashar, sampai dikamar baru terasa kaki njarem semua!! Untung ada counterpain. Well, bagaimanpun tawaf di lantai dua tetap jadi favorit kami soalnya nggak berdesakan dan berjalan lancar, walau banyak yang berkomentar…Masya Allah? jauuuuh betul ??
Menjelang sholat dzuhur kami datang lagi, kemudian lunch di seputaran masjid sambil menunggu ashar. Habis Ashar pulang dulu untuk istirahat, menjelang magrib baru kembali ke masjid sampai isya. Begitulah enaknya kloter satu, masih sempat leluasa mondar mandir ke masjid dalam minggu pertama.
Minggu berikutnya kondisi berbeda, Jamaah semakin sesak, semakin sulit cari tempat kosong, kami mencoba berbegai alternative, datang Dzuhur pulang after Isya ternyata sangat menguras energi. Cuma pindah tidur siang di masjid. Stand by dari Ashar sampai Isya adalah plihan yang lebih baik. Dzuhur , lunch dan tidur siang bisa dilakukan dimahtab. Kalo badan lagi nggak fit. Keberangkatan kedua cuma buat sholat magrib dan Isya. Rasanya disinilah enaknya haji mandiri. Fleksible . Kita bebas memanage waktu sesuai kondisi.
Minggu terakhir sebelum hari arafah keadaaan was totally different. Jamaah sudah luber luber ke halaman masjid yang maha luas. Untuk jalan dari jalan raya sampai mencapai tempat favorit kami (bangunan baru yang ber AC) di pintu 91 butuh waktu satu jam!! Kita harus berjalan pelan pelan, excuse me.. permisi, punten, nuwun sewu pada puluhan ribu jamaah yang sudah duduk duluan mengambil Saft. Subhannallah. Luar biasa penuh!!
Perjalanan semakin butuh waktu lebih saat jalan utama ditutup dan angkot berhenti beroperasi-terpaksa deh jalan kaki satu setengah kilo dari mahtab ke Harom pp jadi tiga kilo ya...dan itu dilakukan at least dua kali sehari !! Untuk pergi sholat dzuhur ajah…kita sudah harus berangkat jam 10!!
Jadi no wonder, saat jamaah yang pulang sholat dzuhur berpapasan di jalan dengan jamaah yang mau berangkat sholat ashar. Sesak berdesakan terjadi dimana-mana. Subhannallah rasanya sulit dipercaya kami adalah bagian kecil dari hampir dua juta manusia yang ada disama.
Well, Olahraga-jalan kaki - inilah kenikmatan lebih yang kami dapatkan dibandingkan peserta ONH plus yang menghuni Hilton, Sol Elite, Sheraton yang bener bener depan pagar masjidil haram :-D
Toilet Masjidil Haram
Design toilet dua lantai itu sih hampir sama dengan masjid Nabawi madina, pake escalator turun dan naik. Namun dengan melubernya jamaah, kebersihan dan kapasitas toilet di masjidil haram jadi kurang memuaskan. Antrian begitu panjang!! Padahal jumlah toiletnya mencapai seratus lebih dalam satu lokasi, belum terhitung lokasi yang lain..
Aku selalu ke masjid bareng Ayah, makanya aku selalu ke toilet sendirian. Tapi its ok sebab toilet selalu penuh sesak dengan orang. Yang agak membuat bingung adalah toilet disana mempunyai dua pintu yang jauh berseberangan, hati hati jangan sampai salah keluar pintu. Di dalam semua serba mirip, apalagi keadaan jamaah penuh sesak gitu. Resiko kalo salah pintu, nantinya nggak akan ketemu sama pasangan yang udah nunggu diluar, karena jarak kedua pintu itu amat sangat jauh dan berbeda. Alhamdulillah dari bolak balik ke toilet aku selalu bisa masuk dan keluar dipintu yang sama.
Selama mengantri aku mengamati polah jamaah dari beragam bangsa. Kalo nenek turki yang umumnya tinggi besar, paling nggak sabar dan suka ngedor pintu orang di dalam he..he..galak banget ?? Kalo India paling sering nyerobot. Menurut mereka kalo pintu itu nggak dipegangin, boleh di serobot.
Seorang teman sekamar yang sebal karena diserobot India berbagi cerita, Jika bareng ma India India itu kita nggak cukup berdiri tegak depan pintu toilet, supaya nggak diserobot kita harus mengikuti gaya India itu. Satu telapak tangan harus diletakan di depan pintu lebih mirip lagi kalo satu tangan lagi di taruh di pinggang…waah..pas banget dengan gara orang orang India itu mengantri toilet.
Konyolnya… pernah terjadi, saat temanku itu menaruh tangannya di pintu …ups!! kok pintu jadi terdorong terbuka ?? waah… rupanya yang didalam lupa mengunci..waduh ? jadi sama sama malu deeehh…
Saat keluar dari toilet Ayah pernah marah marah..
”ampun deh perempuan !! kok bisa ikutan dalam toilet laki laki sih ? Nggak tau aturan!!”
“Indonesia ? “ tanyaku
“ Bukan..Bukan…India…”
“Cantik ??” tanyaku mengoda Ayah
“ boro..boro..nenek nenek !!” seru Ayah sebal.
Air Zam zam.
Selama di masjidil Haram, dijamim nggak akan kehausan, soalnya dimana mana tersedia gentong air zamzam. Dingin atau tidak dingin. the choice is yours. Jadi kalo habis ngaji-baca quran-dan rasanya seret karena haus... waah.. enak banget minum air zam zam. Habis tawaf atau sai juga rasanya paling pas minum air zam zam sebagai pelepas dahaga. Maklum capek, itu kan itu kegiatan fisik yang menguras energi.
Di Masjidil Haram air zam zam begitu melimpah, kemampuan pompanya memcapai 8000 liter/detik (seperti yang kubaca di majalah panduan haji terbitan republika) kalo orang membawa pulang ke mahtab pake satu botol kecil itu biasa, tapi kalo ampe selusin botol…waaah bisa ditegur askar. Maklum kadang ada orang yang pengin mandi pake air zam zam sebelum berihram untuk haji. Berlebihankah ? wallauhualam…
Kalo kita jeli, di pojok pojok tertentu masjidil Haram tersedia keran air zam zam dimana lantainya khusus. Bukan marmer dan boleh basah-kadang dilapis karet berlubang supaya nggak licin. Kalo kita batal wudhu cuma karena buang angin aku prefer wudhu di situ dibanding pergi jauh ke toilet. Antrian sih tetap terjadi…
Seorang teman sekamar ayah yang pengetahuannya luas pernah berkomentar “kok kalo kita minum zam zam , doanya lamaaaaa banget. Pake komat kamit segala. Tapi kalo minum kopi nggak pake doa.. glek aja ?? padahal semua minumnan kan datangnya dari Allah…” Kami tertawa malu. Well, sebetulnya yang bener kalo minum apapun semua harus baca doa dulu..
Entah mengapa banyak orang sangat mendewakan air zam zam. Di mahtab kami sampai ditulis, pengumuman “jika kedapatan memasukan air zam zam dalam koper besar . Maka koper besarnya tidak akan diangkut ke tanah air dan ditinggal di Jeddah”
Aku membaca sambil membatin..Ya iyalah..kalo tempatnya pecah..zamzamnya pasti tumpah dan merusak koper banyak orang. Dibagasi pesawat lagi.apa nggak bahaya tuh..ah..kenapa juga insint membawa lebih ? Kami sih merasa cukup dengan jiregen air zam zam pemberian Garuda yang dibagi di bandara Jeddah. Isinya 5 liter untuk tiap jamaah.
Tapi well, ini belum seberapa, di Mekah kami banyak meliahat jemaah India mencuci kain putih panjang dengan zam zam lalu menyemurnya di pelataran masjid. Masya Allah ?? buat apa ?? Uhm, menurut mereka yang melakukan itu, kain putih itu akan disimpan dan kelak dipakai sebagai kafan jika mereka mati. Aku nggak ngerti apakah kelakuan itu termasuk berlebihan? wallaualam bi sawab.
Obat Penunda Menstruasi.
“ Aku nggak minum obat, aku kan masih gadis … lillahi ta’ala aja” begitu kata seorang teman yang sudah berhaji. Uhm , aku berpikir keras. Aku kalo mens bisa dua minggu lho..sayang banget kan..apalagi kalo bertepatan dengan ritual yang mengharuskan perempuan dalam kondisi bersih. Jadi, aku menemui dr Bambang untuk berkonsultasi. “Supaya Ibadahnya maksimal ini saya resepkan primolut 120 tablet, dimium 3 kali sehari selama 40 hari” begitu gynecologku itu berpesan. Aku sih nurut aja.
Effective kah ?? Pada kenyataannya semua lillahi ta’ala, sebab ternyata minum obat menunda mentruasi tidak semua berjalan mulus. Beberapa perempuan tetap mengalami menstruasi walau sama sama minum obat. Ada juga yang berniat puasa senin-kamis, kan jadinya berhenti minum obat tuh, baru jam empat sore tenyata malah mens. Dua minggu pula!! Paling parah kalo minum obat itu justru pendarahan terus, setiap hari..Masya Allah? bingung kan ?? Kapan ibadahnya ??
Jadi walau aku dan dua teman sekamar minum obat-perempuan terakhir nggak minum karena nggak sempat ke dokter sebelum berangkat- kami tetap banyak banyak berdoa semoga Allah memberikan kemudahan dan meridhoi kami untuk melaksanakan ibadah dengan baik.
“Yang dimimun itu kan hormon….pengaruhnya nggak akan sama buat semua orang" begitu perempuan tertua yang dokter gigi itu sharing…”kita tetap harus banyak banyak berdoa.. semua lillahi ta’ala”
Semakin dekat ke hari arafah dan saat ritual haji aku sedikit nervous… cemas kalo kalo justru menstruasi di masa masa itu… namun Alhamdulillah… Aku dan perempuan tertua itu, sama sama nggak mens selama 40 hari.
Makanan di Mekkah
“Bun, ditunggu di starbuck depan mahtab” Begitu ayah suka mengirim sms.
Weiks ?? emang ada starbuck depan mahtab ? he..he..itu cuma plesetan kami untuk menyebut warung kopi dadakan dan sederhana depan mahtab.
Disana tempat kongkow kongkow rombongan dan anggota kloter kami. Ngobrol sambil minum teh susu panas. Sambil sarapan pop mie yang diseduhkan sama penjualnya. Cocok banget buat aku yang males masak :-D
Saat dimadinah ayah masih mau mencoba makanan local. Kebab. Nasi biryani, dan banyak lagi pilihan, tapi kok perut nggak mau kompromi ? sebah dan kembung terus?? Akhirnya di Mekkah kami lebih banyak makan makanan Indonesia. Uhm, dimana belinya ??
Di depan mahtab Indonesia banyak mukimin menjual nasi bungkus... Nasi, lauk, sayur, semua dihitung satu real satu potong. Masakan Indonesia. Tapi karenanya menunya ikan kembung…. ikan kembung lagi..lama lama Ayah bosen juga.
Alhamdulillah, disana banyak juga rumah makan Indonesia dadakan. Dalam rute perjalanan pulang dari Masjid Haram (setelah Isya) kami terbiasa mampir bergantian at least di 4 rumah makan Indonesia, sedikit mahal..tapi sebanding lah..soalnya nggak perlu cuci piring lagi kan.
Saat lunch di seputaran masjid, tempat favorit makan kami adalah di pertokoan di bawah hotel Hilton. Bukan cuma mahal, tapi mahal buanget!! Seporsi bisa 20-25 real . Minum aja antara 5 – 8 real. Tapi its okelah..soalnya tempatnya relative bersih dibanding jika kita makan di pertokoan arah pasar seng. Ada KFC, Baskin robins, Dunkin Donuts. Cuman..warung padang kok nggak nemu ya ??
Tapi jika anda senang mengeksplore makanan asing. Banyak yang menarik banyak yang enak kok, setidaknya begitu menurut teman sekamar yang justru nggak pernah makan makanan indoensia. Mereka prefer makanan setempat.
Kalo anda juga lebih prefer masak sendiri, disana lengkap dijual panci, wajan sampai kompor. Mahtab juga menyediakan dapur umum untuk tempat masak. Sayur dan bahan masakan juga gampang di dapat. Apa aja bumbu yang ada? Waah maaf…I don’t have any idea on this..soalnya aku gak masak blaaaaas!!
Namun ada juga KBIH yang punya aturan semua jamaahnya berlangganan catering (kayak di madinah)-seperti KBHI yang satu kloter dengan kami. Budgetnya sekitar 700 real untuk makan 2 kali sehari selama 3 minggu. Menurutku sih nggak fleksible, makanya enak ikut haji mandiri deh…bisa leluasa jajan he..he..
Adab berpakaian dan Cucian
"Wong Indonesia iku ngisin ngisini..daster kok dipake ke masjid ?!" begitu komentar seorang teman yang sudah pernah pergi haji. Well, bener sih. Sampai sana aku juga melihat banyak orang indonseia yang malu maluin. Cuma pake daster ke masjid.
Sewaktu di madinah aku sempat mikir soal variasi berpakaian, kalo di Mekkah mah boro boro. Menutup aurat dan tidak tembus pandang, itu aja prnsipnya. Makanya aku selalu ke masjid pake abaya -gamis perempuan panjang sampai mata kaki– supaya nggak bebayang pake rangkepan di dalam dong. Mukena panjang, kaos kaki dan sandal jepit. Udah. Alhamdulillah Begitu aja, aku masih tahan dengan suhu pagi hari mekah yang berkisar 18-20 derajat.
Apa iya harus pake warna putih ? Uhm, putih emang warna yang dominan disana, selain hitam dan warna seragam masing masing Negara. Namun menurutku nggak perlu pake warna putih untuk ke masjid tiap hari. Susah nyucinya lho.. Aku sendiri pake beragam warna, biru, hijau, coklat. Its fine. Its Ok. Asal jangan pake daster ke masjid!! Aku juga merasa sebal melihatnya. Malu maluin you know..
Bagaimana dengan cucian?? Banyak teman membeli ember dan mencuci di kamar mandi lalu menjemur di top roof pondokan kami yang 12 lantai. Seorang temen sekamar ampe digelari “askar jemuran” soalnya dia paling concern soal keteraturan tempat jemuran he..he..
Mencuci tanpa mesin cuci dan waktu yang terbatas. Pastinya nggak bisa bersih sempurna. Namun karena ayah apik untuk urusan cucian, beliau nggak suka bajunya masih bau deterjen atau apek separo kering, makanya sejak di madinah beliau budgetkan untuk ngelaundry….Alhamdulillah berkurang deh kerepotanku.
Buat underwear lebih baik lagi kalo pake yang disposable. Sekali pake buang. Praktis banget. Jadi kami tinggal ucek ucek pakaian dalam dan pakaian tidur yang ringan. Yang berat berat dikerjakan di laundry. Nggak murah memang, tapi sekali lagi ini masalah preferensi.
Telephon
No GPRS. No Email, No internet. Supaya lebih khusuk Begitu ayah bilang sebelum berangkat. Jadi kami sama sama meninggal kan communicator kami di rumah.
Kami membawa handphone Nokia kuno. Sederhana fiturnya yang penting bisa dipake telp dan sms.
Bagaiman dengan SIM card ?? Awalnya kami mempertahankan nomer Indo . Namun selain mahal, lama lama juga sering error. Susah kirim sms. Akhirnya aku duluan ganti pake nomer lokal. Gampang kok belinya, trus tinggal pindah sim card, beres!! Ayah yang awalnya ragu karena mempertahankan komunikasi dengan kantor, akhirnya ikutan juga.
Tadinya aku bingung dengan nomer perdanaku yang 100 real. Satu sms ke ayah cuma 0.25 real, sms ke anak anak di Jakarta cuma 0.5 real…Waah kapan habisnya ?? Tapi ternyata pulsa itu cuma tahan dua minggu. he..he…kerajian kirim sms sih….buat nyamper ayah yang kamarnya ada di lantai yang sama aja aku kirim sms ”Mau ke Haram jam berapa ? aku wudhu dulu ye..give me 5 minute…” he..he..pantesan boros.
Dokumentasi
Ayah nggak setuju bawa kamera saat ibadah ke masjid. Nggak proper nggak pada tempatnya. Makanya kami bawa kamera cuma buat keseharian atau ziarah. Makanya foto foto kegiatan ibadah di blog ini diambilnya dari net he..he..
Seorang teman sekamar sering curi curi bawa kamera ke masjidil Haram. Karena nggak pernah ketauan askar dia jadi kecanduan. Bawa kamera terus…foto kabah, bukit safa & marwah dan bagian dalam masjidil haram yang menarik lainnya.
Tak terduga satu hari dia tertangkap basah!! Duh ? sedih banget deh temanku itu saat askar masjid menyita memory cardnya. Hah ?? hilang sudah semua dokumentasi di madinah, dan foto foto kabahnya. Dengan menangis bombay temanku itu pulang kerumah. Bukan soal harganya keluh temanku itu… ini soal kenang kenangnya… ya..gimana lagi ??
Untung dia masih punya back up memory card kosong, jadi dia tetap bawa kamera digitalnya ke arafah, mina, dan perjalanan berikutnya. Aku sih ikut seneng…kalo ada tampang gue ntar tolong di email ya…
Berbelanja
Saat manasik sudah dihimbau untuk tidak berbelanja terlalu banyak. Well, tiap tahun depag dan airline haji pastinya pusing soal kelebihan muatan para jamaah haji he..he..Konon barang barang yang dijual di Mekkah, ditanah abang juga banyak, tapi ah…mana sreg sih beli di tanah abang ??
Walau tiap pulang pergi masjid rute kami melewati pasar seng, tapi ayah selalu mengajakku menghindarinya dengan naik angkot atau jalan kaki memutar lewat jalan raya. Nggak pa pa jauh tapi nggak sumpek…”dasar indonesia doyan banget belanja”..begitu keluh ayah.
Pasar seng emang favorit jamaah indoensia. Pasar itu sebetulnya punya nama pasar mudda’ah, tapi jamamah Indonesia lebih gampang menyebutnya pasar seng karena atapnya terbuat dari seng he..he..apa aja ada!! Walau sedikit, aku membeli juga oleh oleh buat saudara saudara dan tetangga di tanah air, standart aja sih..tasbih, sajadah, kopiah, pasmina, kifayeh,….buat Aim aku membeli boneka onta yang bisa bershalawat. Lucu!!
Perlu diakui Indonesia memang hebat dalam urusan belanja.. semua pedagang di pasar seng bisa ngomong indonesia
“ayo mampir... liat liat..”
“Kadie kadie…bagus bagus”
“Monggo monggo…murah murah bagus…”
Majority pembeli orang indonesia. Seorang teman sekamar sampai punya gelar “Askar Pasar Seng”. Soalnya doyan banget belanja. He..he..
Buat gadgetmania kayak ayah, beli barang disana juga murah, soalnya konon bebas bea. Ayah membeli handycam sony dan sebuah quran digital..bentuknya mirip PDA gitu... Menarik lho… majority laki laki dalam rombongan kami membeli dua barang itu. Berawal dari saling pamer, akhirnya pada terpengaruh beli deh. Dasar cowo!! Belanjanya nggak jauh dari begituan…
Sebuah Kamar Tak Berjendela.
Pak Karom Pusing. Pembagian kamar belum juga kelar. Pak Karom minta bantuan ayah- sebagai karu “kesayangan” mengurus pembagian kamar. Kutak kutik diatas kertas. Lalu beberapa orang diminta pindah. Malam pertama di Mekkah sudah berlalu ternyata masih ada ketidakpuasan, ditandai dengan tidak ditempatinya kamar yang sudah disediakan.
Pak Karom pening. Para Karu kewalahan. Kutak kutik bukan lagi diatas kertas. Bebarap ranjang dipindah. Beberapa kamar berubah kapasitas. Walau ada yang mengeluh “pindah pindah mulu kayak kucing beranak…!!” tapi semua diminta keikhlasanya untuk pindah. Kepindahan ini bisa terjadi 2 – 3 kali lho!! Weiks!!
Pembagian kamar memang njelimet. Butuh kebesaran hati. Butuh banyak keikhlasan. Pada akhirnya, butuh sedikit otoriter. Kalo nggak..kapan kelarnya ??
Well, walau aku termasuk beruntung tidak mengalami perpindahan kamar (thankyou honey hi…hi…) seperti teman teman lain namun kamarku di Mekkah sebetulnya juga tidak istimewa.
Kamar sepuluh meter persegi tanpa jendela itu hanya berisi empat buah tempat tidur besi plus kasur, sebuah karpet yang berdebu, plus sebuah AC. Semula kami berlima di madinah, Saat di Mekkah salah satu anggota regu kami tergusur. Sekamar dengan regu berikutnya
Melihat ekspresi di wajah temen teman sekamarku. Aku tau kamar ini terlalu sederhana untuk standart mereka. Disaat banyak kamar punya kamar mandi didalam, kamar kami hanya punya kamar mandi luar yang disharing dengan 5 perempuan di kamar sebelah. Aku berusaha mencairkan suasana dengan bilang “Waaah…kalo kamar kita kondisinya gini, kayaknya supaya kita lebih rajin iktikaf di masjid deh..” teman teman cuma menangapi dengan tersenyum tipis.
Kalau ada hal lain yang patut disyukuri, dalam rombongan kami hanya kami berempat yang punya suami juga bisa sekamar berempat. Mereka menempati kamar diujung lorong yang lebih fresh, karena apunya ventilasi dan view lapang menghadap ke perkuburan Makla. Uhm, selama perjalanan ibadah ini, kita memang harus pandai bersyukur, untuk apapun yang kita dapatkan.
Gara gara kamar kami sumpek tidak berjendela. 24 jam sehari tak ada bedanya. Ada kejadian lucu saat perempuan tertua bangun pukul 4…
”Hei..nggak pada subuhan ke Harom..hayo bangun..bangun…”
Aku tertawa keras saat bangun dari tidur. “Mbak…emang magrib jam berapa ?” tanyaku mengoda.
“kok magrib sih ?? Bukannya nya ini pagi ?? Tanya si Mbak linglung
Kedua teman yang lain segera bangun dari tidur siang dan ikut tertawa.
Masya Allah!! Jam 4 sore kok dibilang jam 4 pagi!!
Kami memang bisanya cuma tidur dalam formasi lengkap berempat dimalam hari. Jarang banget tidur siang bisa berjamaah berempat seperti saat itu. Makanya si Mbak tertua confuse, ini 4 siang apa 4 pagi ?? Apalagi saat itu lampu kamar dimatikan. Perempuan tertua di kamar kami itu langsung beristigfar “astagfirullah al adzim…padahal saya tadi mau keluar kamar cari kopi tapi takut..saya pikir masih pagi buta”
Kami tertawa bersama dalam sebuah kamar sempit tanpa jemdela. Disini 24 jam sehari terasa sama!! Well, sudahlah. Kami berusaha tetap bersyukur.Kami berusaha ikhlas dengan kondisi yang ada. Kami menikmati sebuah kamar sumpek tanpa jendela. Disini 24 jam terasa sama, namum kecerian selalu ada..
Epilog-Homesick
Aku menerima sms dari dian “kalo sampe Mekkah. Mamah minta ditelp”
Uhm, mungkin mamah kangen kali. Makanya hari kedua di Mekkah aku menelphon condet dari mahtab. Ternyata Bapak yang megangkat
“kowe manggon nyang ndi nduk ?” tanya bapak
“shieb amir. Ngarepe makam makla”
“ketoke..mbiyen bapak yo nang kunu…cedake masjid Jin tho?”
“oh nek ngunu, mahtab bapak mbiyen, sabrange mahtabku saiki” “yowis..nyang kunu penak..nduk, iso mumpak angkot..harom..harom..satu real..”
Bla..bla..bla kami masih ngobrol tentang beberapa hal lain.
Uhm, ternyata Percakapanku dengan Bapak di Jakarta membuatku homesick. Saat ashar di masjidil Haram, aku berkaca kaca saat memanjatkan doa..
rabbanaghfirlana waliwalidaina warhamhuma kama rabbayana saghira
Pak Karom pening. Para Karu kewalahan. Kutak kutik bukan lagi diatas kertas. Bebarap ranjang dipindah. Beberapa kamar berubah kapasitas. Walau ada yang mengeluh “pindah pindah mulu kayak kucing beranak…!!” tapi semua diminta keikhlasanya untuk pindah. Kepindahan ini bisa terjadi 2 – 3 kali lho!! Weiks!!
Pembagian kamar memang njelimet. Butuh kebesaran hati. Butuh banyak keikhlasan. Pada akhirnya, butuh sedikit otoriter. Kalo nggak..kapan kelarnya ??
Well, walau aku termasuk beruntung tidak mengalami perpindahan kamar (thankyou honey hi…hi…) seperti teman teman lain namun kamarku di Mekkah sebetulnya juga tidak istimewa.
Kamar sepuluh meter persegi tanpa jendela itu hanya berisi empat buah tempat tidur besi plus kasur, sebuah karpet yang berdebu, plus sebuah AC. Semula kami berlima di madinah, Saat di Mekkah salah satu anggota regu kami tergusur. Sekamar dengan regu berikutnya
Melihat ekspresi di wajah temen teman sekamarku. Aku tau kamar ini terlalu sederhana untuk standart mereka. Disaat banyak kamar punya kamar mandi didalam, kamar kami hanya punya kamar mandi luar yang disharing dengan 5 perempuan di kamar sebelah. Aku berusaha mencairkan suasana dengan bilang “Waaah…kalo kamar kita kondisinya gini, kayaknya supaya kita lebih rajin iktikaf di masjid deh..” teman teman cuma menangapi dengan tersenyum tipis.
Kalau ada hal lain yang patut disyukuri, dalam rombongan kami hanya kami berempat yang punya suami juga bisa sekamar berempat. Mereka menempati kamar diujung lorong yang lebih fresh, karena apunya ventilasi dan view lapang menghadap ke perkuburan Makla. Uhm, selama perjalanan ibadah ini, kita memang harus pandai bersyukur, untuk apapun yang kita dapatkan.
Gara gara kamar kami sumpek tidak berjendela. 24 jam sehari tak ada bedanya. Ada kejadian lucu saat perempuan tertua bangun pukul 4…
”Hei..nggak pada subuhan ke Harom..hayo bangun..bangun…”
Aku tertawa keras saat bangun dari tidur. “Mbak…emang magrib jam berapa ?” tanyaku mengoda.
“kok magrib sih ?? Bukannya nya ini pagi ?? Tanya si Mbak linglung
Kedua teman yang lain segera bangun dari tidur siang dan ikut tertawa.
Masya Allah!! Jam 4 sore kok dibilang jam 4 pagi!!
Kami memang bisanya cuma tidur dalam formasi lengkap berempat dimalam hari. Jarang banget tidur siang bisa berjamaah berempat seperti saat itu. Makanya si Mbak tertua confuse, ini 4 siang apa 4 pagi ?? Apalagi saat itu lampu kamar dimatikan. Perempuan tertua di kamar kami itu langsung beristigfar “astagfirullah al adzim…padahal saya tadi mau keluar kamar cari kopi tapi takut..saya pikir masih pagi buta”
Kami tertawa bersama dalam sebuah kamar sempit tanpa jemdela. Disini 24 jam sehari terasa sama!! Well, sudahlah. Kami berusaha tetap bersyukur.Kami berusaha ikhlas dengan kondisi yang ada. Kami menikmati sebuah kamar sumpek tanpa jendela. Disini 24 jam terasa sama, namum kecerian selalu ada..
Epilog-Homesick
Aku menerima sms dari dian “kalo sampe Mekkah. Mamah minta ditelp”
Uhm, mungkin mamah kangen kali. Makanya hari kedua di Mekkah aku menelphon condet dari mahtab. Ternyata Bapak yang megangkat
“kowe manggon nyang ndi nduk ?” tanya bapak
“shieb amir. Ngarepe makam makla”
“ketoke..mbiyen bapak yo nang kunu…cedake masjid Jin tho?”
“oh nek ngunu, mahtab bapak mbiyen, sabrange mahtabku saiki” “yowis..nyang kunu penak..nduk, iso mumpak angkot..harom..harom..satu real..”
Bla..bla..bla kami masih ngobrol tentang beberapa hal lain.
Uhm, ternyata Percakapanku dengan Bapak di Jakarta membuatku homesick. Saat ashar di masjidil Haram, aku berkaca kaca saat memanjatkan doa..
rabbanaghfirlana waliwalidaina warhamhuma kama rabbayana saghira
Subscribe to:
Posts (Atom)