Saat aku pamit, seorang teman mengirim email, antara lain bunyinya…"be prepare godaan yang paling hebat dalam menunaikan ibadah haji adalah perasaan emosi, nafsu dan godaan bertengkar dengan pasangan…"
Seorang teman ayah juga sharing “disana semua orang keliatan apa adanya. Aku tuh kalo liat suami rasanya gimana gitu..sebel!!"
Pergi berhaji bersama pasangan. Suami dan istri, keliatannya ideal. Kenyataannya hal ini punya tantangan tersendiri, khususnya bagi kami yang masih muda.
Kejadian pertama saat kami ziarah ke masjid quba. Selesai sholat, semua orang diharapkan kembali ke bis. Tapi ih, aku kok ngerasa pengin pipis ? waah padahal perjalanan masih jauh ya ?? Jadi disaat semua orang kembali ke bis, aku sendirian justru melawan arus kembali ke toilet perempuan. Seperti biasa. Antri. Sungguh aku lupa saat itu handphoneku lagi error. Mati total.
Ketika aku tiba di tempat bis parkir. Teman teman sekamarku menyambut dengan tampang cemas “duh ? kamu kemana aja?”
Aku bingung. Aku baik baik saja kok. Why so worry ??
Mereka berbisik. “Pak Eddy dari tadi cari kamu. Dia jengkel kamu bisa terpisah dari kami”
“Sekarang Eddy lagi muter muter cari kamu. Udah sini jangan jauh jauh.” Mereka memegangi tangaku erat erat seakan akan aku anak kecil yang habis ilang.
Waaah...dari raut wajah kuatir teman temanku aku bisa membaca pasti ayah marah besar!!
Perempuan tertua yang pertama melihat ayah. Dia melambai lambai…"Eddy.. Eddy..ini udah ada”. Ayah berjalan mendekat. Dari jauh tampangnya sudah asam. Teman teman segera maklum, uhm..pastinya perang dunia nih. Mereka segera menyingkir “tunggu Eddy disini ya..aku naik bis dulu” kata mereka.
Seperti yang kuduga. Ayah marah hebat @#^@!!&^%#$*%^$#!!!^%$%!!
Dibalik kaca mata hitamku aku menangis. Aku toh tidak hilang. Aku tidak tersesat. Aku cuma terpisah dari rombongan. Why he so mad with me ??
Aku mencoba membeladiri. Tapi percuma . Ayah lebih keras berucap
“jadi gimana ? lain kali kalo ilang nggak perlu dicari ?? gitu maunya??!!”
Ya sudahlah. Mungkin aku memang salah. Aku ceroboh. Aku careless dengan diriku sendiri. Dengan berlinang airmata aku mencium tangan suamiku, dan berbisik “please forgive me”. Ayah speechless dan berhenti marah marah.
Well, itu cuma satu kejadian kecil. Masih banyak hal hal sepele, hal gak penting sampai dengan hal besar yang membuat pasangan suami istri – bukan cuma kami- mengalami friksi. Soal janji tempat bertemu yang meleset. Pilihan makanan yang tidak sesuai. Tunggu tungguan yang terlalu lama.Merasa dirinya benar sendiri. Sampai dengan perasaan diabaikan.
Ugh!! Pokoknya banyak alasan untuk ngambek dan eyel eyelan. Sepertinya benar, banyak sekali syaitan yang mengoda kesabaran kami. So? Banyak banyaklah bersabar. Banyak banyak beristigfar. Jangan pernah gengsi berucap “please forgive me…”
Jika suasana kamar mendung karena salah satu dari kami mengalami friksi dengan suami, perempuan tertua paling sering menghibur. Menasehati secara general tanpa ingin mencampuri urusan rumah tangga orang lain.
Dia bilang “Minum pil sabar banyak banyak. Kalo biasanya tiga kali sehari sekarang naikan dosisnya jadi empat sampau enam kali sehari”
“huuu..dasar ibu dokter !! “ seruku mengoda. Kami tertawa mencairkan suasana.
Ibu dokter gigi itu kembali serius. Dia mengambil sebuah buku, membacakan kutipan kewajiban istri dan kewajiban suami yang tercantum dalam surat nikah. Kami -tiga perempuan yang lain-terdiam mendengarkannya. Merenung. Merefresh ingatan. Sudahkah kami bisa melaksanakan itu ?
Pergi berhaji bersama pasangan. Suami dan istri. Memang ideal. Namun banyak sekali cobaan yang bisa memicu friksi. Uhm, disana aku juga melihat banyak pasangan suami istri yang pergi berhaji dengan kondisi salah satu pasangan-entah istri atau suami- sudah duduk di kursi roda. Subhanallah. Bisa jadi ujian mereka untuk tetap sabar jauh lebih besar dari kami yang masih sehat. Well, pergi berhaji diusia muda, memang berbeda tantangannya.
No comments:
Post a Comment