"Ibu itu bukan ya ?" begitu guman perempuan kedua, Mbak tertua di kamar kami. Kami berempat masih termangu mangu setelah mendengar berita , dilantai empat, anggota rombongan tiga-kec tebet- dalam kloter kami ada yang meninggal.
“kita layat yuk…kira kira disana masih penuh ngga ya ??” ajak teman yang lain. “yuk ah..semakin cepat semakin baik “ kataku bergegas mengambil sandal. Si mbak tertua masih juga berguman “ibu itu bukan ya ??”
Sambil menunggu lift perempuan tertua dalam kamar kami berbagi cerita. Saat di Madinah dia pernah menemani seorang perempuan satu kloter membeli sajadah. Perempuan itu berumur 50 tahun- cuma beda 5 tahun dengan si Mbak-dan pergi haji sendiri. Ibu itu cerita dia punya penyakit jantung. Saat itu si Mbak kami yang dokter gigi dan bekerja di Rumah Sakit sudah menginggatkan “Kalo pergi jangan sendirian Bu, cari temen dong”
Si Ibu berucap “Ah, nggak enak ngerecokin…. orang lain kan sama suami” Si mbak bisa memaklumi, dia juga menghabiskan sebagian besar waktunya dengan si Abang, suaminya.
“Saya penasaran aja…Ibu itu bukan ya…??” Saat beebelanja sajadah bersama di madinah, dia tidak sempat menanyakan nama Ibu itu, yang dia ingat- mereka satu kamar di pondok gede, dan satu hotel di madinah.
Sampai di lantai 4, Si mbak tertua paling insist melihat wajah jenazah almarhumah.“Boleh dibuka selimutnya pak ?” pintanya. Mbak kami menatap baik baik. Ragu. Uhm, kok beda ya? Tapi perasaannya begitu kuat. "Ibu itu bukan ya ?"
“Ada yang simpan tas dokumennya ? saya pengin liat fotonya.” well, rupanya si mbak masih penasaran. Seorang teman sekamar almarhumah menunjukkan foto pasportnya. Si mbak kami tertegun lamaaaaa. Berkaca kaca.... Betul!! Itu Ibu yang jadi teman sekamarnya di pondok gede, yang pernah beli sajadah bareng di madinah. Inna lillahi wa innalilahi rojiun….
Setelah kami berdoa, aku duduk dekat dua nenek. Dua perempuan dari tigabelas penghuni kamar yang ditingalkan almarhum. Mereka terlihat shock. Almarhumah baru saja sesesai sarapan bersama mereka dikamar, tiba tiba tertududuk lemas dan tiada. Almarhumah jauh lebih muda dibanding mereka. Namun well, kematian tenyata bisa lebih dekat pada yang lebih lebih muda.
Aku mengenggam tangan nenek sebelah yang tak kukenal namanya itu “Nek..jaga kesehatan baik baik ya…banyak istirahat…jangan mandi malam malam….santai aja jangan ngoyo…kita masih nunggu hari wukuf…”
“Disini jam dua malem orang udah pada mandi neng..maklum antri...kita tigabelas orang sekamar” kata si nenek bercerita dengan pandangan kosong. “ke masjid nggak usah mandi juga ngga pa pa kok nek..” kataku menghibur.
Kematian memang bisa begitu dekat. Kematian tidak pandang usia. We never know. Aku rada shock saat mendengar tetangga sebelah, rumah 122 –ada jamaah perempuan 36 tahun yang meninggal. Diare akut dan tak tertolong. Innalillah wa innalilahi rojiun.
Saat di arafah nantinya, posisi tidurku hanya berbatasan kain terpal dengan dengan tenda petugas kesehatan. Malam sebelum hari wukuf. Aku mendengar kehebohan disebelah. Seorang perempuan muntah muntah hebat. Banyak instruksi medis diserukan. Beberapa tindakan pengobatan diupayakan sebelum mengirim “si mbak” – begitu dokter memanggil pasien itu-kerumah sakit.. Entah bagaimana caranya team kesehatan itu menembus kemacetan luar biasa menjelang hari arafah saat itu.
Mereka menyebut pasien itu “Mbak”!! Uhm pastinya jamaah itu masih muda. Aku tertegun saat akhirnya tau..pasien itu akhirnya tak tertolong. Berpulang ke rahmatullah. Innalillah wa innalilahi rojiun.Kematian memang bisa begitu dekat. Kematian tidak pandang usia. We never know…
Epilog- Kematian di Masjidil Haram
Saat aku dan ayah jalan pulang, masih di pelataran luar masjid.. beberapa askar laki laki berteriak menyuruh minggir, mereka mendorong semacam tandu beroda untuk mengotong pasien. Kami berlari mengikuti mereka..penasaran ada apa sih ??
Innalillah wa innalilahi rojiun…..didepan deretan pintu 25-26-27 yang sudah rapat di jaga askar kami melihat mayat perempuan India terbaring. Darah segar berceceran dilantai dekat jenazah.... Ugh!! aku ngeri melihatnya. Kami segera berpaling dan berlalu pergi.
Sangatlah mungkin perempuan itu adalah korban yang jatuh terinjak injak saat tawaf. Dengan meluapnya jumlah jamaah, kematian di depan kabah- saat tawaf- memang sering terjadi… Kematian memang bisa begitu dekat. Kematian tidak pandang usia dan suku bangsa. We never know…
No comments:
Post a Comment