Tuesday, June 20, 2006

1 Tante 8 Keponakan

Setelah cucu kedelapan Mamah lahir, status Dian adalah ”1 Tante 8 Keponakan.” Plesetan dari judul sinetron terkenal "1 Tante 7 Keponakan."

Ya. Adik bungsuku itu adalah Tante yang sangat care dengan keponakan-keponakannya. Bahkan –menurutku-terlalu berlebihan.
Seperti saat Ummi-begitu kami menyebut Mbak Ary -mengirim putri sulungnya untuk masuk pesantren di Jakarta, di pondok gede tepatnya. Tante Dian justru yang sibuk.

Justru Dian yang tidak tega melihat Zahra harus hidup prihatin. Berbagi kamar tanpa AC. Antri kamar mandi. Mencuci dan mensetrika pakaian sendiri, Makan dengan menu 3T – ”tahu tempe tauge”. Handphone dilarang. Bacaan disortir. Plus kehidupan santri yang serba tertib dan ketat.

Pada Awalnya Zahra menangis dan mengeluh tidak betah. Tapi mau bilang apa ? Abi dan Umminya di Palembang sudah memutuskan dia harus tinggal. Mereka ingin Zahra menjadi anak yang beriman, berakhlak baik dan berbudi pekerti luhur. Hari gini emang susah punya anak cewe ABG. Salah didik , bisa berabe!!

Tante Dian yang jatuh kasihan sering menengok Zahra, membawakan makanan yang lebih enak, membawa pulang pakaian kotornya dan mengirim yang sudah bersih.
Aku menegurnya ”Lu ngapain sih mondar-mandir ke pesantren gitu?” Gila aja. Seminggu bisa dua-tiga kali!
”Gue kasihan lihat zahra, dia kan masih kecil, belum lagi 13 tahun.”
”Tapi kan Ummi dan Abinya memang memilih pesantren itu supaya dia bisa mandiri. Mau sampai kapan lu suapin terus ?”
”Kita lihat entarlah.. "katanya enteng. ”Bunda kapan nengok Zahra?.”
”Aku paling bisa sebulan sekali. ”

Aku bukannya tidak sayang sama Zahra, keponakan perempuanku yang sipit,putih dan lugu itu. Tapi menurutku apa yang sudah dipilihkan Abi dan Ummi, pasti lah yang terbaik untuk Zahra.

Well, Dian memang belum punya anak. Dia belum tahu bahwa menjadi orangtua tidak selamanya harus memanjakan dengan kenyamanan dan kecukupan materi. Mengajarkan keprihatinan sejak dini adalah pilihan yang bijaksana.Agar mereka sadar, hidup ini tidak selamanya diatas. Dian memang belum berpengalaman betapa complicatednya mendidik anak. Tapi harus diakui bahwa Dian adalah Tante yang sangat sayang dengan 8 keponakannya.

Epilog.
Iqbal cemberut saat menengok Zahra di pesantren. Dia miris melihat betapa sederhananya kondisi disana. Iqbal berbisik tajam. ”Bunda !! pokoknya Iqbal nggak mau masuk pesantren. Titik!!”
Aku tersenyum ” Nggak kok, Bunda pengin kamu sekolah SMA di Singapore ? gimana, setuju?” Aku mengoda.
Iqbal tambah bete. ”Ih Bunda, pokoknya nggak mau !!”
Aku tahu, Iqbal nggak mau kehilangan semua kenyamanan yang ada dirumah.

Eh, kalo Iqbal sekolah di Singapore, apakah Tante Dian juga akan sering menengok ??

No comments: