Sunday, November 19, 2006

Andai Bisa Pamit Sebelum Mati..

Back to saat aku masih SMP
Mas Hari-salah satu keponakan Bapak akan menikah. Bapak membawa kami ke Blok M. Berbelanja baju baru. Aku paling rese. Tidak juga setuju dengan baju-baju yang dipilihkan."Masa segini banyak baju nggak ada yang cocok ??" Aku tetap cemberut dan menggeleng. Beliau tak sabar menghadapiku. Well, Aku memang lebih rewel dibanding Mbak Ary yang penurut. Aku sering membuat Bapak jengkel. Uhm, mengingat hal ini aku menyesal, sungguh!!

Kembali ke kini, lebaran tahun 2006
"Bunda kalo pake gamis kayak lepet "begitu adik kandungku bilang. Ya iyalah..kalo adik ipar mana berani bilang gitu sama aku ?? Tante Dian mengomentari gamis panjang biru tosca yang melengkapi jilbab yang kupakai dihari lebaran. Aku cuma nyengir. Aku tau aku memang nggak pantas pake gamis. Makanya Aku cuma punya satu gamis yang kubeli di satu butik. Cukup mahal, tapi awet dipakai melewati beberapa tahun lebaran dan banyak pengajian.

"Bawa gamis yang banyak" begitu saran seorang teman perempuan yang sudah berhaji. "praktis, tingal pake mukena dan kaos kaki, bisa langsung sholat deh.." uhm, saat itu memang aku minta advice apa aja perlengkapan yang sebaiknya dibawa pergi haji.

Ugh!! aku cuma punya satu gamis andalah. Buat beli lagi rasanya males banget...Mamahku tau itu. Makanya satu hari seusai lebaran beliau menelphon. "Bapak beliin Bunda gamis buat dibawa pergi haji...kesinilah...cobain muat apa nggak.."
Glek. Aku tercekat. Aku sudah lama menikah. Aku sudah lama jadi perempuan mandiri. Terselip rasa haru. Bapak masih membelikan ku baju baru.

Satu sore aku mampir ke condet sebelum kuliah. Mencoba tiga gamis yang dibeli Bapak : putih-hijau-coklat. Aku menahan haru saat mencobanya. satu demi satu. Aku tidak perduli apakah gamis itu cocok untuk postur tubuhku yang tidak lagi langsing. Aku tidak pusing soal apakah aku keliatan seperti lemper atau lepet. Aku menghargai apapun yang Bapak berikan..menyadarkanku, walau aku sudah lama mentas dan mandiri..Bapak selalu menyayangiku...

Dirumah, saat aku mengantung gamis gamis itu dilemari, aku berkaca kaca...aku teringat betapa banyak daftar dosaku kepada Bapak. Aku gadis kecil yang nakal. Aku gadis remaja yang sering protes. Aku perempuan muda yang sering membantah. Dan kini aku perempuan dewasa yang terlambat menyadari...alangkah panjang daftar kesalahanku pada Bapak...

Kali berikutnya di telp
"Akhir tahun gini, Eropa musim dingin lho" begitu kataku ada Mamah
"Iya, Kemarin Bram udah beli mantel, sekalian Bapak juga dibeliin" jawab mamah
Glek. Aku kembali tercekat. Aku sudah lama menikah. Aku sudah lama jadi perempuan mandiri, tapi aku tidak pernah membelikan Bapak baju, semahal overcoat yang dibelikan Bram. Well, kami tau... kami sadar..baju paling mahal pun tak akan mampu membayar semua jerih payah Bapak selama membesarkan kami. Yang Bram lakukan hanyalah memberikan kesenangan kecil di hari tua Bapak kami.

Tiga buah gamis. sebuah overcoat.Menjadi bukti, apapun yang telah kita lewati bersama, apapun yang telah kami jalani selama ini, kami adalah keluarga besar yang saling menyayangi...

Sabtu kemarin, H-10 dari insyaAllah jadwal keberangkatan kami untuk berhaji...Aku memeluk Bapakku erat erat. Aku menangis. Lebih keras dari saat aku akan menikah tahun 1993. Lebih hebat dari saat aku melepas Bapak pergi haji tahun 2001. Aku meminta maaf. Aku minta diikhlaskan atas semua kesalahan. Aku gadis kecil yang nakal. Aku gadis remaja yang sering protes. Aku perempuan muda yang sering membantah, dan kini aku perempuan dewasa yang terlambat menyadari...alangkah panjang daftar dosaku pada Bapak... aku menyesal.. hiks..hiks..hiks.. Ah, andai bisa pamit sebelum mati.. mungkin beginilah rasanya. Sediiiih buanget...

Bapakku tidak menangis. Beliau bilang "yo wis...sing tatag yo Nduk.." Uhm, Bapakku memang pribadi yang tegar.

Bram dan Bapak akan pergi untuk dua minggu kedepan. Mereka terbang ke eropa sabtu malam itu . Bram pergi menghadiri training di Finland, sekalian mengantar Bapak ke Berlin, untuk menengok adiknya yang sudah lama jadi warganegara Jerman. Menengok Oom Djuk di Berlin, memang sudah jadi impian Bapak sejak lama...

Berikutnya aku memeluk Bram, aku tak kuasa menahan tangis saat bilang "Kalau terjadi apa apa sama kami, aku titip anak-anak ya, Bram..." Bram yang pendiam Speechless. Papi cuma mengangguk dan memeluk Bunda erat erat. Ah, andai bisa berpesan sebelum mati..mungkin beginilah rasanya.Sediiiih buanget...

Aku dan Mamah melambai depan rumah Bram di condet. Mami dan Thara mengantar Papi dan Bapak ke bandara..
Have a productive training Bram... Have a pleasant trip Bapak... I love You...

No comments: