Tuesday, November 21, 2006

Sebuah Surat Wasiat. Sebuah Bukti Cinta.

"Emang perlu buat wasiat ?" begitu Edwin tanya saat kami makan siang bareng.
“Dulu gue pikir juga nggak….. Tapi kita kan nggak pernah tau apa yang bakal terjadi kalo kita pergi haji“
“waaaah, kalo mikirnya gitu, kapan aja sebetulnya surat wasiat dibutuhkan…kita kan nggak tau apa yang bakal terjadi setiap hari. Lagian Bin, pergi haji jaman sekarang kan nggak beresiko tinggi seperti jaman dulu….”

Aku cuma tersenyum. Aku sadar. Masih banyak orang yang berpikir membuat surat wasiat sebelum pergi haji adalah hal yang berlebihan. Apalagi jika asset yang dimiliki tidaklah banyak.

Well, kalo aku kok mikir justru karena nggak banyak makanya perlu dibuat wasiat. Agar asset yang ditinggal bisa dimanage dengan lebih hati hati dan dimanfaatkan dengan sebaik baiknya. Sehingga-insyaAllah- cukup untuk biaya sekolah mereka sampai universitas.

Dengan pengalaman sebagai broker rumah profesional. Aku tau untuk melikuid sebuah asset yang sudah ditinggal meninggal pemiliknya tidaklah mudah. Anak-anak yang belum dewasa tidak bisa bertransaksi. Mereka perlu diwakili seorang dewasa sebagai wali.

Masalahnya, jika tidak ada wasiat, penunjukan wali ini akan melalui proses pengadilan yang makan waktu panjang. Aku membuat wasiat sebetulnya untuk menyederhanakan hal ini aja sih. Sekedar shortcut. Aku menunjuk seorang wali untuk anak-anakku.

Uhm Memilih wali juga jadi hal yang sensitive. Ini masalah kepercayaan jangka panjang. Sulit juga memilih alternative yang ada. Tapi aku bersyukur tidak harus memilih yang terbaik dari yang buruk. Aku memilih yang terbaik dari yang baik-baik..

Air mataku mengalir saat aku mengumpulkan dokumen dokumen untuk pendukung surat wasiat seperti yang diminta kantor notaris. Satu demi satu. Copy KTP. Surat nikah. Kartu keluarga. Akte kelahiran anak-anak. Beberapa sertifikat. Beberapa BPKB. Banyak polis asuransi…dan penik pernik lain. Kuhapus airmataku. Uhm, kami memang tidak berharap hal buruk terjadi kok. Kami hanya berjaga jaga…

Sebuah surat wasiat. Bukanlah bukti paranoid. Justru aku merasa surat wasiat adalah bukti cinta kami pada anak anak. Agar mereka punya kepastian berkekuatan hukum yang insyaAllah dapat membantu mereka bertahan, jika ternyata kami memang ditakdirkan berpulang menghadap Allah saat pergi haji.

Berikutnya aku menelphon seorang adik ipar
“Mi…aku minta copy KTPnya papi dong”
“Waah baru diperpanjang…kan oktober kemarin habis”
“ya udah..sms aja data data yang ada di KTP. Copynya bisa nyusul”
“Buat apa sih Bunda ??”
“Dokumen pendukung surat wasiat”
“Ih Bunda !! Mami jadi merinding….”

No comments: