Friday, October 13, 2006

Rejeki Udah Ada Yang Ngatur

"Rejeki mah udah ada yang ngatur" begitu kata tukang ojek di pangkalan ojek dekat rumah, menanggapi keluhan temannya "kenapa ya hari-hari ini sewa sepi". Aku tersenyum miris mendengar ucapan mereka. Saat itu aku sedang mencegat angkot ke pasar pondok labu. Disana susah parkir makanya aku malas bawa mobil. Mending merakyat. Naik angkot.

Pasar Pondok labu adalah pasar tradisional. ngapain ? survey market. Buat apa ? tugas kuliah marketing. Cek distribusi. harga jual. kondisi kompetisi suatu product dengan banyak band. Group kami memilih susu kental manis. Frisian flag. Indomilk, carnation, cap enak, cap nona, dst.

Visit pasar buat interview, cek harga dan distribusi bukan hal yang asing buatku yang punya pengalaman panjang di marketing. Hanya saja diluar tugas utama itu, aku prihatin melihat nasib para pedagang itu.

Pasar tradisional. Wet market. Hanya jadi preference buat product-product yang fresh. Daging. Ayam, Buah dan sayur-sayuran. Untuk product diluar yang fresh, sekarang orang memilih pasar modern. Hypermart banyak. Supermaket membanjir. Minimarket nyaris mengusur warung perorangan. Aku kembali miris.

Dari hasil ngobrol dengan para pedagang , terutama pemilik warung aku prihatin.
"Saya bisa jualan cuma kalo minimarket depan udah tutup neng"
"saya dulu bisa jual 12 karton sebulan neng..sekarang mah boro boro. 2 karton aja susah"
"saya nggak ngerti kenapa supermarket bisa jual murah ? pan saya dapat dari agennya juga dah mahal"

Aku tersenyum kecut. Modern market memang memotong jalur distribusi. Mereka langsung disuplay dari produsen. Produsen melayani karena mereka mengorder dalam jumlah besar. Karenanya modern market juga punya bargain power untuk minta discount yang besar ke produsen, makanya mereka bisa jual lebih murah dibanding toko kelontong karena mengejar volume yang besar. Supaya inventorynya berputar. Kan itu cuma berlaku buat product-product yang fast moving, untung yang slow moving sih tetep aja lebih mahal!! Dan sayangnya nggak banyak orang yang aware akan hal itu, consumer pikir lebih enak belanja di modern market. Bersih, lengkap, nyaman dan murah lagi. Tapi bagaimana masa depan pasar trasional dan toko kelontong ?? Ugh!! aku yang bertahun-tahun berkutat dengan pemasaran kembali miris.

Sebetulnya tidak masalah ada modern market, kalo tujuannya melengkapi bukan menghabisi tradisional market. Target marketnya beda. Positioningnya beda. Butuh aturan main yang jelas. Sekarang ini antar modern market saja sudah saling canibalisasi. Apa iya mereka pernah perduli sama nasib pedagang di pasar tradisional ??

Betul, rejeki udah ada yang ngatur. Semua di tangan Tuhan. Seperti yang dibilang tukang ojek yang kusebut diatas....tapi melihat realitas ketidakadilan itu hatiku menjerit. Aku melihat pasar tradisional semakin hari semakin lengang. Aku miris membayangkan bagaimana kelangsungan usaha para pedangan non product fresh di pasar tradisonal itu. Jika pengusaha modern outlet tidak perduli, seharusnya pemerintah perduli ...

Well, aku mungkin cuma bisa omong doang...buktinya aku pribadi juga selalu belanja di modern outlet, sebab nyaman, lengkap, bersih dan aku tau mana yang murah mana yang mahal....ugh!! aku memang cuma bisa ngomong doang...karena aku bukan siapa-siapa. Orang-orang di partai politik. Bapak Ibu di DPR-MPR. Pejabat-pejabat di Pemda itu yang seharusnya memikirkannya...

Apakah mereka juga berpikir sederhana seperti tukang ojek dekat rumah yang kusebut diatas? "rejeki udah ada yang ngatur, neng....mau kemana ? pondoklabu ? naik ojek aja neng, angkotnya lama. sepuluh ribu ya?" Aku menggeleng dan tersenyum miris.

No comments: