Wednesday, October 11, 2006

Sebuah Kepergian di Bulan Ramadhan

Dering telp tengah malam atau pagi buta umumnya bukan tentang kabar baik. Makanya aku berdebar saat subuh tadi telp berdering di rumah. Telp dari Condet. Mamah menangis mengabarkan, kakaknya meninggal.

Duh ? padahal baru saja kemarin malam seusai magrib mamah menelphon
"Bunda, besok pagi nemenin mamah negok bude Ani bisa ?"
"Bisa...Eh,Bude kenapa ?" tanyaku heran
"Barusan yu sum telp tadi pagi Bude nggak sadarkan diri dan langsung dibawa mas Arif ke RSPPertamina. Sekarang di ICU."
Hm, Rumah Bude Ani memang cuma bersebrangan dengan RSPPertamina. Kaget juga sih, kok tiba-tiba masuk ICU ? Ah, besok toh kita akan menengok kesana.
"Iyalah.. Besok kita kesana pagi pagi ya Mah.." Aku mengkonfirmasi.

Belum sempat kami menengok, hari ini subuh tadi mamah menerima telp dari Mas Arif sepupuku-Bude Ani telah tiada jam 4.30. Kami berduka.

Papi bilang Bude dimakamkan jam 10. Aku bergegas pergi sendiri karena Ayah ke Surabaya. Ini jam berangkat kantor, pasti macet. Seperti kuduga jalan merayap sepajang Pondok Indah Radio Dalam. Sambil menyetir aku mengingat kembali Budeku itu. Seorang perempuan cantik yang fasih berbahasa belanda. Beliau selalu hadir jika mamah mantu. Ikut sibuk sejak acara siraman dirumah,Ijab di masjid sampai resepsi di gedung. Sejak mbak Ary sampai terakhir adikku Bram.

Aku mulai menghitung. Mamah 7 bersaudara-beliau nomor 6, dengan meninggalnya Bude An diusia 72, mereka kini tinggal ber-3. Hm sedih betul ? Sepanjang jalan yang padat merayap air mataku mengalir mengingat kebaikan dan perhatian Bude An kepada keluarga besar kami.

Di depan jenasah Bude aku tak kuasa menahan tangis. Dalam balutan kain kafan putih beliau terlihat cantik seperti masa hidupnya. Aku berdoa untuknya. Semoga Allah mengampuni dosanya, menerima amal ibadahnya dan menempatkan beliau di surga yang abadi.

Aku menghampiri mas Arif yang sembab karena banyak menangis. Aku kembali berkaca-kaca saat memeluk mas Arif dan berbisik "sing tabah yo Mas.." Mas Arif cuma menggangguk "terimakasih dik Bin" Well, mas Arif sangat dekat dengan mamanya, dia pasti sangat kehilangan karena dia anak tunggal, apalagi Pakde Hamid -papanya-sudah meninggal beberapa tahun silam. Aku cuma bisa mendoakan Allah memberikan kekuatan pada sepupuku itu.

Bapak, Papi dan Mami cuma sebentar melayat. Mereka harus kekantor. Aku dan mamah menunggu sampai Dzuhur untuk mengantar Bude sampai ke makam. Mas Arif kembali menangis saat memberikan sambutan. Duh? Ini benar-benar moment yang menyedihkan buat kami.

Kematian pasti datang. Kapanpun itu. Siapa yang menduga Bude An akan pergi dengan begitu tiba-tiba. Seorang tamu berbisik menghibur Mas Arif, "Kita semua sayang tante An, tapi Allah lebih menyayangi beliau sehingga memanggil tante An duluan." Mas Arif mengganguk tanda mengerti. Duh ? Aku terenyuh. Di bulan ramadhan yang penuh berkah ini, kami merelakan kepergian seorang perempuan, seorang Ibu, seorang kakak, seorang adik, seorang Bude, seorang tante yang kami sayangi. Allah telah memanggilnya berpulang.

Rumah tua dan besar di jalan Leuser itu akan lengang sepeninggal Bude An. Aku tak bisa bayangkan betapa sepi hari hari mas Arif yang masih single berikutnya. Selamat jalan bude An....Smoga tabah mas Arif. Kami berdoa untukmu.Innalillahi wa innalillahi rojiun..

Selesai pemakaman di TPU Tanah Kusir Mamah bilang "udah Mamah didrop di pangkalan taxi aja." Mamah tidak ingin merepotkanku mondar mandir. Aku memang lebih dekat untuk pulang.
Hm, aku memandang mamahku baik-baik, betul beliau memang terbiasa naik taxi kemana mana, tapi mengingat mas Arif baru saja kehilangan ibunya, sedapat mungkin aku ingin berbuat baik pada ibuku....Well, kita tak akan pernah tau, aku atau mamahku yang akan duluan berpulang menghadap Allah SWT.

Aku menyetir karimunku masuk ke pinto tol veteran Bintaro. Aku menangantar Mamah pulang ke condet...I love you, Mom....

No comments: