Monday, January 22, 2007

Hari Hari di Mekkah.

Rutinitas ke Masjidil Haram
Aku dan tiga teman sekamar pergi haji bersama suami masing masing. Keempat bapak bapak itu juga sekamar di lantai yang sama dengan kami. Kalo keluar dari lift, kamar mereka diujung kanan, sedang kamar kami diujung kiri. Sudah disepakati di madinah bahwa selama di mekkah, kami tidak lagi pergi ke masjid dengan teman sekamar tapi dengan suami masing masing. Well, tiap couple kan punya preferensi sendiri sendiri.

Rutinitas kami-Aku dan ayah- berawal dengan berangkat ke masjid pukul 4, sudah termasuk siang karena banyak yang pergi sejak pukul 2!! Kami pergi ke masjid naik angkot dadakan yang suka ngetem di rumah sebelah no 122, karena kapasitas jamaah di rumah itu memang luar biasa banyak. Harom..harom…satu real..satu real… Alhamdulillah.

Sampai di masjid jam segitu biasanya udah penuh. Seperti halnya jamaah lain, kami mengerjakan sholat sholat sunnah malam, baca al quran, dzikir, berdoa sambil memandang ka’bah, menunggnu datangnya adzan subuh jam 5.30. Setelah sholat subuh kami stand by di masjid sampai datang waktu dhuha. Baru pulang lagi naik angkot. Ngirit tenaga!!

Kebanyakan jamaah mengerjakan tawaf sebagai penganti tahayatul masjid. Ibadah ini memang dianjurkan, namun kami tidak selalu mengerjakan, tergantung kondisi penuhnya tempat tawaf dan kondisi kesehatan.

Beberapa kali kami mengerjakan tawaf di lantai dua, estnya 800 meter kali 7 putaran, alhamdulillah kelar dalam waktu 1,5 jam , antara waktu dzuhur dan ashar, sampai dikamar baru terasa kaki njarem semua!! Untung ada counterpain. Well, bagaimanpun tawaf di lantai dua tetap jadi favorit kami soalnya nggak berdesakan dan berjalan lancar, walau banyak yang berkomentar…Masya Allah? jauuuuh betul ??

Menjelang sholat dzuhur kami datang lagi, kemudian lunch di seputaran masjid sambil menunggu ashar. Habis Ashar pulang dulu untuk istirahat, menjelang magrib baru kembali ke masjid sampai isya. Begitulah enaknya kloter satu, masih sempat leluasa mondar mandir ke masjid dalam minggu pertama.

Minggu berikutnya kondisi berbeda, Jamaah semakin sesak, semakin sulit cari tempat kosong, kami mencoba berbegai alternative, datang Dzuhur pulang after Isya ternyata sangat menguras energi. Cuma pindah tidur siang di masjid. Stand by dari Ashar sampai Isya adalah plihan yang lebih baik. Dzuhur , lunch dan tidur siang bisa dilakukan dimahtab. Kalo badan lagi nggak fit. Keberangkatan kedua cuma buat sholat magrib dan Isya. Rasanya disinilah enaknya haji mandiri. Fleksible . Kita bebas memanage waktu sesuai kondisi.

Minggu terakhir sebelum hari arafah keadaaan was totally different. Jamaah sudah luber luber ke halaman masjid yang maha luas. Untuk jalan dari jalan raya sampai mencapai tempat favorit kami (bangunan baru yang ber AC) di pintu 91 butuh waktu satu jam!! Kita harus berjalan pelan pelan, excuse me.. permisi, punten, nuwun sewu pada puluhan ribu jamaah yang sudah duduk duluan mengambil Saft. Subhannallah. Luar biasa penuh!!

Perjalanan semakin butuh waktu lebih saat jalan utama ditutup dan angkot berhenti beroperasi-terpaksa deh jalan kaki satu setengah kilo dari mahtab ke Harom pp jadi tiga kilo ya...dan itu dilakukan at least dua kali sehari !! Untuk pergi sholat dzuhur ajah…kita sudah harus berangkat jam 10!!

Jadi no wonder, saat jamaah yang pulang sholat dzuhur berpapasan di jalan dengan jamaah yang mau berangkat sholat ashar. Sesak berdesakan terjadi dimana-mana. Subhannallah rasanya sulit dipercaya kami adalah bagian kecil dari hampir dua juta manusia yang ada disama.

Well, Olahraga-jalan kaki - inilah kenikmatan lebih yang kami dapatkan dibandingkan peserta ONH plus yang menghuni Hilton, Sol Elite, Sheraton yang bener bener depan pagar masjidil haram :-D

Toilet Masjidil Haram

Design toilet dua lantai itu sih hampir sama dengan masjid Nabawi madina, pake escalator turun dan naik. Namun dengan melubernya jamaah, kebersihan dan kapasitas toilet di masjidil haram jadi kurang memuaskan. Antrian begitu panjang!! Padahal jumlah toiletnya mencapai seratus lebih dalam satu lokasi, belum terhitung lokasi yang lain..

Aku selalu ke masjid bareng Ayah, makanya aku selalu ke toilet sendirian. Tapi its ok sebab toilet selalu penuh sesak dengan orang. Yang agak membuat bingung adalah toilet disana mempunyai dua pintu yang jauh berseberangan, hati hati jangan sampai salah keluar pintu. Di dalam semua serba mirip, apalagi keadaan jamaah penuh sesak gitu. Resiko kalo salah pintu, nantinya nggak akan ketemu sama pasangan yang udah nunggu diluar, karena jarak kedua pintu itu amat sangat jauh dan berbeda. Alhamdulillah dari bolak balik ke toilet aku selalu bisa masuk dan keluar dipintu yang sama.

Selama mengantri aku mengamati polah jamaah dari beragam bangsa. Kalo nenek turki yang umumnya tinggi besar, paling nggak sabar dan suka ngedor pintu orang di dalam he..he..galak banget ?? Kalo India paling sering nyerobot. Menurut mereka kalo pintu itu nggak dipegangin, boleh di serobot.

Seorang teman sekamar yang sebal karena diserobot India berbagi cerita, Jika bareng ma India India itu kita nggak cukup berdiri tegak depan pintu toilet, supaya nggak diserobot kita harus mengikuti gaya India itu. Satu telapak tangan harus diletakan di depan pintu lebih mirip lagi kalo satu tangan lagi di taruh di pinggang…waah..pas banget dengan gara orang orang India itu mengantri toilet.

Konyolnya… pernah terjadi, saat temanku itu menaruh tangannya di pintu …ups!! kok pintu jadi terdorong terbuka ?? waah… rupanya yang didalam lupa mengunci..waduh ? jadi sama sama malu deeehh…

Saat keluar dari toilet Ayah pernah marah marah..
”ampun deh perempuan !! kok bisa ikutan dalam toilet laki laki sih ? Nggak tau aturan!!”
“Indonesia ? “ tanyaku
“ Bukan..Bukan…India…”
“Cantik ??” tanyaku mengoda Ayah
“ boro..boro..nenek nenek !!” seru Ayah sebal.


Air Zam zam.
Selama di masjidil Haram, dijamim nggak akan kehausan, soalnya dimana mana tersedia gentong air zamzam. Dingin atau tidak dingin. the choice is yours. Jadi kalo habis ngaji-baca quran-dan rasanya seret karena haus... waah.. enak banget minum air zam zam. Habis tawaf atau sai juga rasanya paling pas minum air zam zam sebagai pelepas dahaga. Maklum capek, itu kan itu kegiatan fisik yang menguras energi.

Di Masjidil Haram air zam zam begitu melimpah, kemampuan pompanya memcapai 8000 liter/detik (seperti yang kubaca di majalah panduan haji terbitan republika) kalo orang membawa pulang ke mahtab pake satu botol kecil itu biasa, tapi kalo ampe selusin botol…waaah bisa ditegur askar. Maklum kadang ada orang yang pengin mandi pake air zam zam sebelum berihram untuk haji. Berlebihankah ? wallauhualam…

Kalo kita jeli, di pojok pojok tertentu masjidil Haram tersedia keran air zam zam dimana lantainya khusus. Bukan marmer dan boleh basah-kadang dilapis karet berlubang supaya nggak licin. Kalo kita batal wudhu cuma karena buang angin aku prefer wudhu di situ dibanding pergi jauh ke toilet. Antrian sih tetap terjadi…

Seorang teman sekamar ayah yang pengetahuannya luas pernah berkomentar “kok kalo kita minum zam zam , doanya lamaaaaa banget. Pake komat kamit segala. Tapi kalo minum kopi nggak pake doa.. glek aja ?? padahal semua minumnan kan datangnya dari Allah…” Kami tertawa malu. Well, sebetulnya yang bener kalo minum apapun semua harus baca doa dulu..

Entah mengapa banyak orang sangat mendewakan air zam zam. Di mahtab kami sampai ditulis, pengumuman “jika kedapatan memasukan air zam zam dalam koper besar . Maka koper besarnya tidak akan diangkut ke tanah air dan ditinggal di Jeddah”

Aku membaca sambil membatin..Ya iyalah..kalo tempatnya pecah..zamzamnya pasti tumpah dan merusak koper banyak orang. Dibagasi pesawat lagi.apa nggak bahaya tuh..ah..kenapa juga insint membawa lebih ? Kami sih merasa cukup dengan jiregen air zam zam pemberian Garuda yang dibagi di bandara Jeddah. Isinya 5 liter untuk tiap jamaah.

Tapi well, ini belum seberapa, di Mekah kami banyak meliahat jemaah India mencuci kain putih panjang dengan zam zam lalu menyemurnya di pelataran masjid. Masya Allah ?? buat apa ?? Uhm, menurut mereka yang melakukan itu, kain putih itu akan disimpan dan kelak dipakai sebagai kafan jika mereka mati. Aku nggak ngerti apakah kelakuan itu termasuk berlebihan? wallaualam bi sawab.

Obat Penunda Menstruasi.

“ Aku nggak minum obat, aku kan masih gadis … lillahi ta’ala aja” begitu kata seorang teman yang sudah berhaji. Uhm , aku berpikir keras. Aku kalo mens bisa dua minggu lho..sayang banget kan..apalagi kalo bertepatan dengan ritual yang mengharuskan perempuan dalam kondisi bersih. Jadi, aku menemui dr Bambang untuk berkonsultasi. “Supaya Ibadahnya maksimal ini saya resepkan primolut 120 tablet, dimium 3 kali sehari selama 40 hari” begitu gynecologku itu berpesan. Aku sih nurut aja.

Effective kah ?? Pada kenyataannya semua lillahi ta’ala, sebab ternyata minum obat menunda mentruasi tidak semua berjalan mulus. Beberapa perempuan tetap mengalami menstruasi walau sama sama minum obat. Ada juga yang berniat puasa senin-kamis, kan jadinya berhenti minum obat tuh, baru jam empat sore tenyata malah mens. Dua minggu pula!! Paling parah kalo minum obat itu justru pendarahan terus, setiap hari..Masya Allah? bingung kan ?? Kapan ibadahnya ??

Jadi walau aku dan dua teman sekamar minum obat-perempuan terakhir nggak minum karena nggak sempat ke dokter sebelum berangkat- kami tetap banyak banyak berdoa semoga Allah memberikan kemudahan dan meridhoi kami untuk melaksanakan ibadah dengan baik.

“Yang dimimun itu kan hormon….pengaruhnya nggak akan sama buat semua orang" begitu perempuan tertua yang dokter gigi itu sharing…”kita tetap harus banyak banyak berdoa.. semua lillahi ta’ala

Semakin dekat ke hari arafah dan saat ritual haji aku sedikit nervous… cemas kalo kalo justru menstruasi di masa masa itu… namun Alhamdulillah… Aku dan perempuan tertua itu, sama sama nggak mens selama 40 hari.

Makanan di Mekkah
“Bun, ditunggu di starbuck depan mahtab” Begitu ayah suka mengirim sms.
Weiks ?? emang ada starbuck depan mahtab ? he..he..itu cuma plesetan kami untuk menyebut warung kopi dadakan dan sederhana depan mahtab.
Disana tempat kongkow kongkow rombongan dan anggota kloter kami. Ngobrol sambil minum teh susu panas. Sambil sarapan pop mie yang diseduhkan sama penjualnya. Cocok banget buat aku yang males masak :-D

Saat dimadinah ayah masih mau mencoba makanan local. Kebab. Nasi biryani, dan banyak lagi pilihan, tapi kok perut nggak mau kompromi ? sebah dan kembung terus?? Akhirnya di Mekkah kami lebih banyak makan makanan Indonesia. Uhm, dimana belinya ??

Di depan mahtab Indonesia banyak mukimin menjual nasi bungkus... Nasi, lauk, sayur, semua dihitung satu real satu potong. Masakan Indonesia. Tapi karenanya menunya ikan kembung…. ikan kembung lagi..lama lama Ayah bosen juga.

Alhamdulillah, disana banyak juga rumah makan Indonesia dadakan. Dalam rute perjalanan pulang dari Masjid Haram (setelah Isya) kami terbiasa mampir bergantian at least di 4 rumah makan Indonesia, sedikit mahal..tapi sebanding lah..soalnya nggak perlu cuci piring lagi kan.

Saat lunch di seputaran masjid, tempat favorit makan kami adalah di pertokoan di bawah hotel Hilton. Bukan cuma mahal, tapi mahal buanget!! Seporsi bisa 20-25 real . Minum aja antara 5 – 8 real. Tapi its okelah..soalnya tempatnya relative bersih dibanding jika kita makan di pertokoan arah pasar seng. Ada KFC, Baskin robins, Dunkin Donuts. Cuman..warung padang kok nggak nemu ya ??

Tapi jika anda senang mengeksplore makanan asing. Banyak yang menarik banyak yang enak kok, setidaknya begitu menurut teman sekamar yang justru nggak pernah makan makanan indoensia. Mereka prefer makanan setempat.

Kalo anda juga lebih prefer masak sendiri, disana lengkap dijual panci, wajan sampai kompor. Mahtab juga menyediakan dapur umum untuk tempat masak. Sayur dan bahan masakan juga gampang di dapat. Apa aja bumbu yang ada? Waah maaf…I don’t have any idea on this..soalnya aku gak masak blaaaaas!!

Namun ada juga KBIH yang punya aturan semua jamaahnya berlangganan catering (kayak di madinah)-seperti KBHI yang satu kloter dengan kami. Budgetnya sekitar 700 real untuk makan 2 kali sehari selama 3 minggu. Menurutku sih nggak fleksible, makanya enak ikut haji mandiri deh…bisa leluasa jajan he..he..

Adab berpakaian dan Cucian

"Wong Indonesia iku ngisin ngisini..daster kok dipake ke masjid ?!" begitu komentar seorang teman yang sudah pernah pergi haji. Well, bener sih. Sampai sana aku juga melihat banyak orang indonseia yang malu maluin. Cuma pake daster ke masjid.

Sewaktu di madinah aku sempat mikir soal variasi berpakaian, kalo di Mekkah mah boro boro. Menutup aurat dan tidak tembus pandang, itu aja prnsipnya. Makanya aku selalu ke masjid pake abaya -gamis perempuan panjang sampai mata kaki– supaya nggak bebayang pake rangkepan di dalam dong. Mukena panjang, kaos kaki dan sandal jepit. Udah. Alhamdulillah Begitu aja, aku masih tahan dengan suhu pagi hari mekah yang berkisar 18-20 derajat.

Apa iya harus pake warna putih ? Uhm, putih emang warna yang dominan disana, selain hitam dan warna seragam masing masing Negara. Namun menurutku nggak perlu pake warna putih untuk ke masjid tiap hari. Susah nyucinya lho.. Aku sendiri pake beragam warna, biru, hijau, coklat. Its fine. Its Ok. Asal jangan pake daster ke masjid!! Aku juga merasa sebal melihatnya. Malu maluin you know..

Bagaimana dengan cucian?? Banyak teman membeli ember dan mencuci di kamar mandi lalu menjemur di top roof pondokan kami yang 12 lantai. Seorang temen sekamar ampe digelari “askar jemuran” soalnya dia paling concern soal keteraturan tempat jemuran he..he..

Mencuci tanpa mesin cuci dan waktu yang terbatas. Pastinya nggak bisa bersih sempurna. Namun karena ayah apik untuk urusan cucian, beliau nggak suka bajunya masih bau deterjen atau apek separo kering, makanya sejak di madinah beliau budgetkan untuk ngelaundry….Alhamdulillah berkurang deh kerepotanku.

Buat underwear lebih baik lagi kalo pake yang disposable. Sekali pake buang. Praktis banget. Jadi kami tinggal ucek ucek pakaian dalam dan pakaian tidur yang ringan. Yang berat berat dikerjakan di laundry. Nggak murah memang, tapi sekali lagi ini masalah preferensi.

Telephon
No GPRS. No Email, No internet. Supaya lebih khusuk Begitu ayah bilang sebelum berangkat. Jadi kami sama sama meninggal kan communicator kami di rumah.

Kami membawa handphone Nokia kuno. Sederhana fiturnya yang penting bisa dipake telp dan sms.

Bagaiman dengan SIM card ?? Awalnya kami mempertahankan nomer Indo . Namun selain mahal, lama lama juga sering error. Susah kirim sms. Akhirnya aku duluan ganti pake nomer lokal. Gampang kok belinya, trus tinggal pindah sim card, beres!! Ayah yang awalnya ragu karena mempertahankan komunikasi dengan kantor, akhirnya ikutan juga.

Tadinya aku bingung dengan nomer perdanaku yang 100 real. Satu sms ke ayah cuma 0.25 real, sms ke anak anak di Jakarta cuma 0.5 real…Waah kapan habisnya ?? Tapi ternyata pulsa itu cuma tahan dua minggu. he..he…kerajian kirim sms sih….buat nyamper ayah yang kamarnya ada di lantai yang sama aja aku kirim sms ”Mau ke Haram jam berapa ? aku wudhu dulu ye..give me 5 minute…” he..he..pantesan boros.


Dokumentasi

Ayah nggak setuju bawa kamera saat ibadah ke masjid. Nggak proper nggak pada tempatnya. Makanya kami bawa kamera cuma buat keseharian atau ziarah. Makanya foto foto kegiatan ibadah di blog ini diambilnya dari net he..he..

Seorang teman sekamar sering curi curi bawa kamera ke masjidil Haram. Karena nggak pernah ketauan askar dia jadi kecanduan. Bawa kamera terus…foto kabah, bukit safa & marwah dan bagian dalam masjidil haram yang menarik lainnya.

Tak terduga satu hari dia tertangkap basah!! Duh ? sedih banget deh temanku itu saat askar masjid menyita memory cardnya. Hah ?? hilang sudah semua dokumentasi di madinah, dan foto foto kabahnya. Dengan menangis bombay temanku itu pulang kerumah. Bukan soal harganya keluh temanku itu… ini soal kenang kenangnya… ya..gimana lagi ??

Untung dia masih punya back up memory card kosong, jadi dia tetap bawa kamera digitalnya ke arafah, mina, dan perjalanan berikutnya. Aku sih ikut seneng…kalo ada tampang gue ntar tolong di email ya…

Berbelanja

Saat manasik sudah dihimbau untuk tidak berbelanja terlalu banyak. Well, tiap tahun depag dan airline haji pastinya pusing soal kelebihan muatan para jamaah haji he..he..Konon barang barang yang dijual di Mekkah, ditanah abang juga banyak, tapi ah…mana sreg sih beli di tanah abang ??

Walau tiap pulang pergi masjid rute kami melewati pasar seng, tapi ayah selalu mengajakku menghindarinya dengan naik angkot atau jalan kaki memutar lewat jalan raya. Nggak pa pa jauh tapi nggak sumpek…”dasar indonesia doyan banget belanja”..begitu keluh ayah.

Pasar seng emang favorit jamaah indoensia. Pasar itu sebetulnya punya nama pasar mudda’ah, tapi jamamah Indonesia lebih gampang menyebutnya pasar seng karena atapnya terbuat dari seng he..he..apa aja ada!! Walau sedikit, aku membeli juga oleh oleh buat saudara saudara dan tetangga di tanah air, standart aja sih..tasbih, sajadah, kopiah, pasmina, kifayeh,….buat Aim aku membeli boneka onta yang bisa bershalawat. Lucu!!

Perlu diakui Indonesia memang hebat dalam urusan belanja.. semua pedagang di pasar seng bisa ngomong indonesia
“ayo mampir... liat liat..”
“Kadie kadie…bagus bagus”
“Monggo monggo…murah murah bagus…”
Majority pembeli orang indonesia. Seorang teman sekamar sampai punya gelar “Askar Pasar Seng”. Soalnya doyan banget belanja. He..he..

Buat gadgetmania kayak ayah, beli barang disana juga murah, soalnya konon bebas bea. Ayah membeli handycam sony dan sebuah quran digital..bentuknya mirip PDA gitu... Menarik lho… majority laki laki dalam rombongan kami membeli dua barang itu. Berawal dari saling pamer, akhirnya pada terpengaruh beli deh. Dasar cowo!! Belanjanya nggak jauh dari begituan…

No comments: