Wednesday, January 17, 2007

Sebuah lift. Sebuah Potret Bangsa.

Hai orang orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang orang yang sabar (QS: Al Baqarah 153)

Naik lift. Mungkin jadi hal yang umum dan sepele buat orang orang yang biasa berkantor di gedung tinggi, hangout di mall, meeting di hotel atau tinggal di apartemen. Tapi persoalannya jadi lain disaat pergi haji.

Hatiku miris melihat cara orang indonesia naik lift. Mereka bergerombol di depan lift. Jika lift kosong terbuka di lantai dasar mereka dorong-dorongan masuk. Ngak perduli bahwa lift punya batas maximal kapasitas, mereka terus memaksa kedalam. Jika alarm lift sudah menjerit jerit tanda lift overload, baru deh ada yang keluar lagi.. Itu pun susah sekali ada yang mengalah. Seru seruan “hah”…”huh”..sering terdengar di pintu lift..

Dua-tiga kali naik lift dengna cara seperti masih bisa kulewati dengan penuh kesabaran. Tapi tidak dengan yang keempat!! Saat itu aku sudah terjepit didalam lift bagian belakang.. Alarm sudah menjerit jerit tanda overload.. Tidak juga ada yang mengalah untuk turun. Aku jengkel. Aku out off control tidak bisa menahan kesal.
Aku berseru marah. “astagfirullah bapak..Ibu yang didepan!!..turun dong!!”
Nyaris semua yang didepan pintu punya alasan
“saya kebelet pipis”
“Saya takut kepisah temen”
“Saya buru buru”
Tidak ada juga yang berinisiatif turun.

Hah!! Aku semakin geram.Dering alarm lift semakin membuatku senewen.“Bapak…Ibu..tolong ngerti..begini ini bahaya!!..bisa jatuh” seruku nyaris menangis.

Mereka justru mengecam diriku “Ibu yang sabar..kita kan pegi ibadah”
“Ibu jangan takut. Kalo lift ini jatuh dan kita mati, kan lillahi ta’ala!!”
Huh!! Aku terus mengomel dalam hati dan memasang tampang masam seperti cuka tumpah kepada mereka.
Untung akhirnya dua orang mau mengalah turun dan lift bisa segera keatas. Mungkin mereka sebal dengan diriku, saat aku turun di lantai 9 orang orang yang tersisa di lift mencemoohku. Mereka berseru "huuuuuuuuu”. Aku pura pura tidak perduli!!

Sesampainya di kamar aku menangis. Frustasi. Aku bener-bener nggak ngerti. Sabar ??? kenapa aku yang dinasehati untuk sabar ? Justru orang-orang yang belakangan masuk dan membuat lift overload itu yang seharusnya sabar!! Sabar menunggu giliran berikutnya!!

Mati di lift ? betul sih lillahi ta’ala, tapi kalo kita cukup berilmu dan bisa menghindari mati jatuh di lift kan jauh lebih baik. Kita belum haji lho… kita masih perlu banyak berhati hati. Kita pergi jauh jauh meninggalkan keluarga tersayang untuk berhaji, bukan mati ngenes di lift yang jatuh!!

Uhm, kalo tuan tuan dan puan puan Malaysia bisa begitu tertib masuk lift kenapa bangsa kita tidak?? Ayah pernah cerita kalo di hotel yang ditempati Malaysia satu lift khusus khusus perempuan satu lift laki laki. Semua menunggu giliran masuk lift dengan antrian yang rapi seperti ngantri atm. Jamaah Turki juga konon begitu. Coba bandingkan dengan Indonesia yang berdesak desakan dan dorong dorongan antara laki laki dan perempuan didepan pintu lift. Masya Allah!! Begitukah wajah orang islam Indonesia ??

Curhat pada ayah tidak juga menghapus rasa frustasiku. Menurut ayah, ini bukan perjalanan biasa. Ini perjalanan mencari ridho Allah . Banyak banyaklah sabar. Kita pergi dengan beragam macam orang, not everybody have the same level of education with us. Face it !! Ikhlaskan!! Jangan paranoid lift bakal jatuh. Semua lillahi ta’ala.

Aku terdiam. Speechless. Aku pernah terjebak dalam lift yang anjlog saat berkantor Kuningan, Aku pernah juga mengalami lift macet di PIM. Pengalaman itu membuatku trauma. Saat itu saja kondisinya tidak overload. Aku ngeri membayangkan hal yang lebih buruk terjadi disini.

“Udah deh… naik tangga aja seperti yang biasa ayah lakukan”. Alhamdulillah. Akhirnya ayah bisa memberikan pencerahan alternatif. Aku merasa lebih baik.

So, begitulah. Berikutnya aku lebih sering stay longer di masjid, window shopping atau mampir jajan di pertokoan sambil menunggu lift longgar. Kalo urgent harus segera kekamarku di lantai 9 aku prefer naik tangga. Sembilan lantai yang sebetulnya sepuluh lantai karena belum terhitung lantai mezzanine. Uhm, aku lebih memilih cape fisik dari pada cape hati.

Naik tangga sepuluh lantai ? beratkah ? well, jujur sih iya. Tapi kalo dilakukan sambil berdzikir. InsyaAllah terasa lebih enteng. Subhanallah.. Alhamdulillah.. Allahu akbar… Aku terus berdoa memohon kepada Allah agar di Mekah nanti aku diberi kemudahan untuk urusan lift ini. Alhamdulillah. Allah benar benar menyayangiku!! Di Mekah aku dan rombongan ditempatkan di lantai 2 selama lebih dari 3 minggu tinggal disana. Jadi aku tidak perlu tergantung pada fasilitas lift.

Sebuah Renungan
Saat kami di airport Jeddah, ketika menunggu pesawat pulang ke Indonesia siap di gate, seorang kenalan dari kloter lain bercerita saat dia di madinah ada lift di hotel jamaah Indonesia jatuh. Konon dua meninggal. Innalillahi wa innalilahi rojiun. “Kapan ya indonesia bisa naik lift dengan bener?" begitu kurang lebih penyesalan kenalan kami itu.

Uhm, aku jadi ingat kembali. Saat naik lift di hotel madinah, Seorang laki laki teman sekamar ayah pernah mengingatkan seorang bapak “Jangan merokok di lift pak. Bahaya!!”
Namun bapak yang merokok itu justru merespon kesal “Ah, sok tau lu!!”
Duh Indonesia ? Dimanakah kesadaranmu??

Aku tertegun mendengar kisah kisah itu.. well, sebetulnya instruktur manasik depag selalu wanti wanti kami untuk membawa SIM (Sabar Ikhlas Menerima) dimanapun termasuk saat naik lift. Mungkin SIMku saat itu expired. SIMku kadaluarsa :-D

Namun patut dipikirkan juga, menurutku selain diingatkan untuk sabar, sabar dan sabar rasanya jamaah Indonesia juga perlu diberikan penyuluhan yang baik dan benar tentang etika naik lift. Perlu rasanya menjaga citra bangsa di forum akbar internasional seperti kegiatan haji ini. Semua ini kan demi keselamatan dan kenyamanan bersama. Sebuah lift, ternyata bisa mencerminkan potret suatu bangsa.

Cerita lucu-askar lift
Pakai abaya hitam pekat di Jakarta keliatannya pasti aneh. Extrim. Berlebihan.Tapi di Madinah pakai abaya hitam justru terlihat elegant. Banyak toko menjual abaya hitam dengan pilihan harga yang beragam. Aku membeli satu. Buat kenang kenangan , pikirku.

Saat mematut abaya baruku dikamar, teman perempuan sekamarku mengoda.“Waaah sekarang udah cocok jadi askar nih…”
Memang sih askar masjid Nabawi berseragam abaya hitam lengkap dengan kerudung dan cadar hitam. Mereka sering berseru seru lantang mengatur ketertiban jamaah di masjid Nabawi. Nah trus apa hubungannya dengan aku dan abaya baruku?
“Askar apaan ?” tanyaku heran
“Askar lift!!” Temanku itu berseru
Kami tertawa. Sejak saat itu, dikamar aku punya julukan baru “askar lift” hi..hi..

No comments: