Friday, August 11, 2006

Perceraian - Sebuah Konsep

Dulu, jika aku menangis, dengan alasan yang sulit disharing-Iqbal memelukku erat-erat. “Bunda jangan nangis” pintanya. Saat itu dia baru berumur 5 tahunan.
“Kenapa ?” tanyaku heran.
“Iqbal takut Bunda pergi dan tidak kembali”bisiknya.Aku terdiam. Aku hanya bisa memeluknya penuh haru.Secara intuisi dia tahu apa yang terjadi. Aku mencoba bertahan. Aku beradaptasi. Aku tetap tinggal.

Sekarang diusianya yang hampir 11 tahun, dia pasti pernah mendengar kata bercerai. Dari Infotaiment di Teve. Cerita tentang Saudara, Tetangga, Teman dari Ayah/Bunda. Orang tua temannya pun ada yang bercerai.

Bercerai bukan lagi kata yang asing. Kami tidak ingin Iqbal bertanya-tanya dan mempunyai presepsi yang salah,tentang perceraian. Karena konsep ini bukan bagian dari pelajaran sekolah, adalah tugas kami menjelaskannya.

Pada satu kesempatan makan malam bareng di pizza HUT. Ayah dan Bunda menjelaskan Iqbal tentang konsep perceraian. Kami tekankan bahwa jika pasangan orang tua memilih berpisah dengan berbagai alasan. Alasan yang mungkin tidak dapat dimengerti oleh anak-anak, atau oranglain sekalipun.Tidak berarti mereka tidak menyayangi anak-anak mereka. Walau mereka tidak lagi hidup serumah, tapi orangtua itu tetap akan menyayangi anak-anak mereka. Dalam wujud yang sulit dijelaskan.

Iqbal mencoba mencerna penjelasan kami. Keliatannya dia belum sepenuhnya mengerti.Apakah topik ini terlalu dini untuk usianya ? Sekelebat ingatan melintas. Tentang seorang teman yang perkawinannya diambang perceraian. Apakah anak-anak mereka sudah dipersiapkan dengan konsep ini ? just curious.. Bagaimana ya respon anak-anak itu ?

Aku bertanya tanpa basa-basi. Straight to the point.
“ Kalo terjadi apa-apa sama Ayah Bunda. Iqbal pilih ikut siapa?”
“Kok cuma Abang yang ditanya ? Aim nggak?” Iqbal berusaha ngeles.Aku menoleh ke Aim yang lagi sibuk makan garlic bread dengan lahap. Tak perduli dengan percakapan kami bertiga.

“Aim masih kecil. Dia nggak akan ngerti” kataku.Iqbal menatap Ayah& Bunda bergantian. Aku menanti jawab dengan harap-harap cemas. Iqbal Terlihat ragu.

Akhirnya dia berkata “Maunya ikut Bunda sih….tapi Iqbal bingung ah…. Soalnya gaji Ayah kan lebih gede dari gaji Bunda, kayaknya lebih enak ikut Ayah deh".Bunda dan Ayah tertawa. “Dasar cowo matre!!” seru Bunda

“makanya Ayah Bunda jangan bercerai dong !!” seru Iqbal lagi.Hm, Berkata “Ya” atau “Tidak” sama saja memastikan ketidakpastian. Aku terdiam. Aku memilih tidak merespon.

“Udah deh, mending sekarang makan pizzanya nih” kata Ayah menyodorkan piring dan mengakhiri diskusi berat yang membutuhkan kedewasaan berpikir ini. Dengan diskusi ini Bunda harapkan Iqbal menyadari sejak dini bahwa kehidupan selalu mempunyai dua sisi. Mulai hal yang sederhana seperti baik-buruk, Kaya-miskin. Tua-Muda, juga hal yang rumit seperti Bahagia-Sedih., Lahir-Mati, Menang-Kalah, juga Menikah-Bercerai.

Dan itu berarti diantara keputus-asa-an…masih ada kata yang disebut Harapan. Harapan untuk bisa menjadi Suami yang lebih baik, Istri yang lebih baik, -and of course- orangtua yang lebih baik,dari hari ke hari..

....Tonight the light of love is in your eyes
But will you still love me tomorrow ?

Begitu bunyi sepotong tembang lawas. Aku menarik nafas panjang.
Well, only time will tell…..

No comments: