Monday, August 14, 2006

Mensyukuri Sebuah Pelukan

Prolog
Tahun lalu. Sabtu itu aku ke condet. Tidak seperti biasanya aku langsung nyelonong ke belakang. Ke rumah Bram. Dia lagi santai-santai baca koran. Bercelana pendek seperti biasa. Kupeluk dia erat-erat. Menangis. Bram heran "Hei ? Kenapa ? udahlah..gue baik-baik aja.”
Aku berucap syukur. Karena hari seninnya baru saja aku merasa aku tidak akan dapat lagi melihatnya, memeluknya seperti sekarang. Aku merasa sangat beruntung. Masih punya kesempatan untuk bisa memeluknya.

Senin itu. Seminggu sebelumnya. Dalam perjalanan menjemput sulungku pulang sekolah, Bapakku menephon ke handphone, suaranya terdengar prihatin dan sayup-sayup kudengar mamahku menangis.

”Bin....., Bram kecelakaan, kondisinya kritis, hubungi no ini, dan tolong cari dia di rumahsakit mana, catet ya no telpnya....” pandangan ku langsung berputar, aku berusaha tetap fokus di kemudi mobil. ’Pak, aku lagi nyetir, aku coba parkir dan nanti telp Bapak lagi.......”

Dalam seratus meter kedepan aku berusaha menepikan mobil, dan menelphon kembali ke rumah orangtuaku. Bapakku menyambut. Kali ini lebih detail, Katanya barusan ada telp ke condet – rumah ortuku- mengabarkan bahwa putra pak Sardjono kecelakaan, dan karena pak Sardjono cuma punya satu putra dan 3 putri, Bapakku langsung berpikir bahwa Bram, adikku persis, yang dimaksud orang tersebut. Lagipula Bram dan keluarganya memang tinggal bertetangga dengan orangtuaku.

Katanya kondisi Bram kritis karena mobilnya hancur diseruduk truk dan butuh di support alat seharga 29 juta untuk mempertahankan kehidupannya, biaya tersebut harus ditransfer dalam tempo waktu 30 menit atau Bram tidak akan tertolong, penelphon meninggalkan no telp. Bapak meminta aku agar menghubungi no tersebut untuk menyatakan kami sanggup membayar dan minta aku membantu mencari info keberadaan Bram.

Waktu aku tanya "Bapak sudah telp hp Bram?’ terdengar suara sedih Bapakku ”lha piye tho nduk ? Bram nggak sadarkan diri” .Bayangan adikku dalam kondisi kritis membuat pandanganku kembali berputar, teringat istrinya, anaknya....

Masih di tepi jalan aku berusaha menelphon no tersebut dengan gemetar, ternyata voice mail!! Aku cuma bisa memaki sialan! Kutelp Ayah untuk mengoper tugas yang diberikan Bapak barusan. Aku telp istri Bram di kantor, waktu kutanya soal Bram, dia terdengar bingung. Aku mengkhawatirkan kondisinya yang sedang hamil tua sehingga aku sudahi telp tanpa berkata apa-apa.

Berikutnya kutelp Dian adik bungsuku. Dia terkejut dan menangis histeris, aku tambah bingung Ikut menangis. Untunglah disela-sela isaknya dia berkata “Bun, coba di cek, jangan-jangan ini penipuan”.

Seperti diguyur air es aku tersadar kemungkinan itu. Sebelumya aku pernah baca info modus penipuan ini beredar di net. Segera kuputus telp Dian, lalu berusaha menghubungi no Bram dengan penuh h2c (harap-harap cemas).Menunggu sepenggal lagu SO7 berakhir rasanya lamaaaaaaa sekali…sampai akhirnya kudengar suara yang kukenal baik, Bram menjawab “Halo ?”

“Bram ?! lu nggak pa pa ??!!” tanyaku nyaris berteriak. “Ngak pa pa” jawabnya innocent. Segera kuceritakan berita yang datang ke condet soal dirinya. “oh pantes, tadi ada orang telp, bilang no hpku disalahgunakan orang dan polisi minta no hp ku dimatikan sementara, mungkin supaya aku nggak bisa di telp ya…” katanya kalem.

Duh!! Dia tidak tau kepanikan dan hujan tangis yang terjadi di condet. Akhirnya aku cuma berpesan “Coba telp condet. bilang lu baek-baek. Mamah nangis terus tuh. Telp juga Yanti, dia pasti bingung tadi gue telp tanpa bilang apa-apa”.

Sampai lima menit berikutnya aku masih terduduk lemas dibelakang kemudi, dalam mobil yang terparkir di trotoar sempit pinggir jalan, melayani telp yang datang dari Dian dan Ayah. Berucap syukur bahwa berita buruk ini hanya tipuan orang yang tega membuat teror kepada orang yang sudah lanjut usia seperti orang tua kami, demi -untung-untungan- mendapatkan uang. Walaupun –alhamdullilah- tidak sampai tertipu untuk mentrasfer uang, tapi kebohongan yang disampaikan membuat orangtua kami sangat shock.

Epilog
Beberapa bulan kemudian. Aku melintas disebuah kantor polisi. Di depan pagar tergantung spanduk kuning dengan tulisan yang cukup menyolok…"JANGAN mudah percaya jika ada berita keluarga anda mengalami kecelakaan dan diminta mentransfer bla..bla..bla…"
Well, rupanya modus penipuan ini sudah meluas sehingga polisi pun berusaha membuat warganya waspada.
Rasanya sulit untuk percaya bahwa keluarga kami pernah mengalaminya sendiri.

No comments: